
Drama Harga Kedelai Belum Usai-Usai, Salah Siapa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Perajin tahu dan tempe menyayangkan harga kedelai yang terus melonjak dalam beberapa waktu terakhir. Kenaikan ini bukan hanya terjadi kali ini, pada akhir tahun 2020 pun harganya terus naik. Saat ini ada harga kedelai di perajin mencapai Rp 11-12.000 per kg, padahal sebelum ada lonjakan masih Rp 7.000 per kg.
Demi mengatasi masalah yang terus berulang, perajin berharap kedelai masuk ke dalam komoditas yang diatur dalam larangan terbatas (lartas).
Saat ini, kedelai menjadi salah satu komoditas yang bebas diperdagangkan. Artinya, fluktuasi harga kedelai di tingkat dunia akan berpengaruh terhadap harga kedelai di dalam negeri.
"Kalau bukan barang strategis nggak apa-apa bebas, barang ini sudah menyangkut hajat hidup orang banyak, karena kedelai dibebaskan, nggak diatur pemerintah, jadi seperti ini, kan mesti dikendalikan, perlu diatur tata niaga kedelai baru," kata Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin kepada CNBC Indonesia, Selasa (25/5/21).
Kedelai yang menjadi bahan baku tahu dan tempe menjadi pangan utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Perajinnya pun mencapai 5 juta orang. Namun, petani kedelai di Indonesia tergolong sedikit karena kebutuhan dalam negeri banyak dipenuhi oleh barang impor.
Dari kebutuhan 3 juta kedelai, sekitar 2,67 juta ton berasal dari Amerika Serikat dan Brasil. Sementara dari dalam negeri hanya memberi pasokan sekitar 300 ribu ton. Alhasil, Kementerian Perdagangan menyatakan sulit untuk menerapkan lartas pada kedelai saat ini karena tingginya ketergantungan kedelai pada impor.
"Pengaturan untuk mengendalikan impor lebih diarahkan untuk melindungi petani produksi lokal, terkait kedelai karena kurangnya pasokan lokal sehingga tidak perlu dilakukan. Fluktuasi yang terjadi sangat dipengaruhi harga internasional sementara lokal kontribusinya kecil, kalau diatur akan ada kecenderungan menjadi cost tambahan," kata Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan kepada CNBC Indonesia, Selasa (25/5/21).
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gawat! Harga Kedelai Diramal Masih Terus Ngamuk Sampai Mei