Ini Perjalanan Repsol Minta Restu RI Garap Blok Gas Raksasa

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
30 December 2020 14:58
Logo Repsol
Foto: Sumur KBD-2X well, Blok Sakakemang yang dioperasikan Repsol. (Dok: skk migas)

Jakarta, CNBC Indonesia - Repsol Indonesia, operator Blok Sakakemang di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, boleh bernapas lega setelah akhirnya pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif telah menyetujui rencana pengembangan (Plan of Development/ POD) Pertama Lapangan Kaliberau, Blok Sakakemang, kemarin (29/12/2020).

Pasalnya, bukan lah hal mudah dan mulus bagi Repsol untuk mendapatkan restu dari pemerintah Indonesia. Butuh hampir sekitar dua tahun sejak ditemukannya potensi cadangan hingga akhirnya pemerintah menyetujui POD lapangan Kaliberau, Blok Sakakemang ini.

Repsol telah mengumumkan penemuan cadangan gas raksasa dengan potensi hingga 2 triliun kaki kubik (TCF) di blok gas ini pada Februari 2019 lalu. Melalui keterangan resmi perusahaan pada saat itu, temuan ini disebut sebagai penemuan gas terbesar di Indonesia dalam 18 tahun terakhir, setelah penemuan cadangan gas di blok Masela, atau masuk dalam 10 penemuan terbesar di dunia dalam 12 bulan terakhir.

Repsol Indonesia pun menyambut gembira atas persetujuan rencana pengembangan (POD) I Lapangan Kaliberau ini. Hal itu diungkapkan Faisal Jindan, Stakeholder Relations Manager Repsol Indonesia.

"Alhamdullilah kami sangat senang telah memperoleh persetujuan dari Pemerintah RI untuk pengajuan permohonan POD-1 Lapangan Kaliberau Dalam di WK Sakakemang," tuturnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (30/12/2020).

Selanjutnya, menurutnya pihaknya akan menindaklanjuti isi dari POD I tersebut.

"Kami akan tindak lanjuti isi dari POD I tersebut yang telah memperoleh persetujuan Bapak Menteri ESDM," ujarnya.

Direktur Riset Wood Mackenzie Andrew Harwood sempat mengatakan, 2024 atau 2025 adalah perkiraan realistis untuk produksi pertama blok ini. Dengan perkiraan sumber daya 2 TCF, menurutnya lapangan tersebut dapat menghasilkan sekitar 300 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) selama sekitar 15 tahun.

"Kami juga percaya ada potensi perkiraan volume untuk meningkat seiring pengerjaan penemuan tersebut berlangsung," ujar Andrew melalui keterangan resminya, Kamis (21/2/2019).

Andrew menilai, Indonesia yang baru-baru ini meningkatkan upaya untuk meremajakan sektor minyak dan gasnya dengan cara mengurangi birokrasi, merevisi kebijakan fiskal, dan membuka akses data yang tersedia bisa menjadi faktor penarik investasi.

"Penemuan cadangan ini, walaupun bukan hasil langsung dari upaya-upaya tersebut, tapi Indonesia bisa memanfaatkan cadangan yang dihasilkan oleh penemuan ini untuk menarik investasi lebih lanjut dan merangsang lebih banyak kegiatan eksplorasi," tutur Andrew.

Setelah menemukan cadangan di Blok Sakakemang, di Sumatera Selatan, Repsol menargetkan produksi pertama minyak dan gas (migas) di blok tersebut bisa dilakukan dalam kurun waktu kurang dari tiga tahun sejak cadangan tersebut ditemukan atau sebelum 2022.

Blok Sakakemang ini dioperasikan Repsol yang memiliki hak partisipasi 45% dan selebihnya dimiliki oleh Petronas 45% dan MOECO 10%. Pada 2015, Repsol SA mengakuisisi Talisman Energy Inc senilai US$ 8,3 miliar. Dengan demikian, blok minyak yang tadinya dikelola Talisman diambil alih oleh Repsol.

Pemerintah menyebut akan memberikan dukungan untuk mempercepat produksi migas di Sakakemang dari lima tahun menjadi kurang dari tiga tahun. Pemerintah akan memberikan dukungan penuh agar upaya ini dapat terwujud.

Tak lama setelah Repsol mengumumkan temuan cadangan raksasa ini, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat itu yang dijabat oleh Arcandra Tahar mengatakan, bentuk dukungan yang akan diberikan pemerintah di antaranya adalah proses persetujuan POD yang cepat dan juga dukungan administratif lain yang memungkinan target Repsol bisa segera tercapai.

Langkah ini dilakukan pemerintah untuk memastikan bahwa proses eksplorasi dan produksi migas di Indonesia, khususnya dari blok Sakakemang berjalan cepat.

Menurut Arcandra percepatan produksi gas di blok Sakakemang akan semakin memperkuat neraca gas di Indonesia. Apalagi, imbuhnya, secara geografis lokasi Sakakemang berdekatan dengan blok Corridor yang sudah matang infrastrukturnya, sehingga dimungkinkan untuk optimalisasi infrastruktur yang sudah ada untuk mendukung produksi di Sakakemang.

"Pemerintah akan terus berupaya, melakukan inisiatif-inisiatif yang dibutuhkan untuk meningkatkan produksi gas nasional, sehingga kekhawatiran bahwa Indonesia akan impor gas bumi dalam beberapa tahun ke depan tidak terbukti," tegasnya melalui keterangan resminya, Jumat (26/4/2019).

Demi mengebut rencana pengembangan (Plan of Development/ POD), Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) pada pertengahan 2019 menyetujui sertifikasi untuk sebagian cadangan terlebih dahulu, yakni baru 1 triliun kaki kubik (tcf) dari total potensi 2 TCF.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menjelaskan, dalam sertifikasi awal, jumlah cadangan yang dimasukkan hanya 1 tcf dari potensi cadangan terbukti sekitar 2 tcf.

"Bukan revisi cadangan, tapi mana yang bisa disertifikasi dulu supaya POD bisa dipercepat," kata Dwi saat dijumpai di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (16/9/2019).

Dwi menuturkan, sertifikasi cadangan berikutnya akan diberikan lagi nantinya.

"Ini kan sudah 1 tcf oleh lembaga sertifikasi, nanti akan dicek, dari data bor yang ada sudah bisa ditentukan bahwa ini 1 tcf, nanti ada bor lagi ada tambahan 1 tcf lain, ataupun 2 tcf lain," jelasnya.

Percepatan produksi Blok Sakakemang, tambah Dwi, akan disesuaikan dengan kesiapan konsumen untuk menyerap pasokan gas ini.

Lebih lanjut Dwi menuturkan, dari data pengeboran yang telah dilakukan, sudah terbukti ada cadangan 1 tcf. Repsol tentu bisa melanjutkan proses pengujian cadangan di Sakakemang berikutnya melalui proses sertifikasi berikutnya untuk mendapatkan persetujuan POD berikutnya.

"Nanti ada bor lagi, ada tambahan 1 tcf lain ataupun 2 tcf lain. Itu lembaga sertifikasi Lemigas. Kita tunggu nanti, kalau rencananya mereka akan 1 tcf dulu ajukan supaya produksi lebih cepat."

Hingga pertengahan 2020, pemerintah masih juga belum memberikan persetujuan terhadap rencana pengembangan Blok Sakakemang, meski telah ada sertifikat cadangannya.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan belum disetujuinya POD Blok Sakakemang saat itu karena masih belum tercapainya kesepakatan dalam penentuan harga jual gas.

Pemerintah mengharapkan harga jual gas dari Blok Sakakemang ini mencapai sekitar US$ 5,4 per juta British thermal unit (MMBTU) karena mengacu pada Peraturan Menteri ESDM No.8 tahun 2020 di mana harga jual gas pipa ke industri maksimal US$ 6 per MMBTU.

Sementara dari sisi Repsol menginginkan harga jual gas sebesar US$ 7 per MMBTU sesuai dengan hitungan keekonomian proyek. Bila harga gas yang ditetapkan di bawah US$ 7 per MMBTU, maka menurutnya ini akan mengganggu keekonomian dari proyek Blok Sakakemang ini.

"Kami sedang berdiskusi dengan kementerian ESDM, bahwa memang ada permasalahan dalam hitung-hitungan harga jual gas. Jadi, seperti yang disampaikan oleh Repsol bahwa mereka menargetkan harga jual gas US$ 7 per MMBTU, tetapi mengingat kebijakan harga jual gas pipa ke industri US$ 6 per MMBTU, maka saat ini masih diharapkan harga jual gas di US$ 5,4 per MMBTU," jelas Dwi saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI secara virtual pada Rabu (30/09/2020).

SKK Migas memperkirakan produksi gas dari Blok Sakakemang untuk tahap awal mencapai sekitar 85 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan perkiraan produksi tersebut berdasarkan rencana pengembangan/POD Tahap 1 Blok Sakakemang yang tengah dibahas bersama antara SKK Migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Repsol selaku operator blok.

Persetujuan POD Tahap 1 tersebut menunggu persetujuan Menteri ESDM.

"POD I Sakakemang produksinya 85 MMSCFD, sedang didiskusikan dengan Kementerian ESDM untuk approval (persetujuan)," kata Dwi dalam konferensi pers secara virtual Kinerja Hulu Migas Kuartal III Tahun 2020, Jumat (23/10/2020).

Bila dibandingkan dengan produksi gas terbesar di sejumlah blok dalam negeri saat ini, produksi gas Blok Sakakemang tahap awal sebesar 85 MMSCFD itu bisa dibilang tidak besar. Lima blok gas dengan produksi gas terbesar saat ini telah memproduksi gas di atas 400 MMSCFD atau bahkan di atas 1.000 MMSCFD.

ENI Muara Bakau BV misalnya, yang mengoperasikan Blok Muara Bakau, telah menyalurkan gas sebesar 454 MMSCFD hingga September 2020. Sementara BP Berau Ltd, produsen gas terbesar di Indonesia, telah menyalurkan gas sebesar 1.101 MMSCFD selama sembilan bulan 2020.

Dia mengatakan, pembahasan POD Tahap 1 kini juga masih terkait harga jual gas nantinya. Di satu sisi pemerintah berharap harga jual gas mengikuti Peraturan Menteri ESDM No.8 tahun 2020 di mana harga jual gas pipa ke industri maksimal US$ 6 per MMBTU.

Jelang tutup tahun, pemerintah akhirnya menyetujui rencana pengembangan (Plan of Development/ POD) Pertama Lapangan Kaliberau, Wilayah Kerja (WK) atau Blok Sakakemang, Sumatera Selatan yang dikelola Repsol Indonesia pada Selasa, 29 Desember 2020.

Dengan adanya persetujuan tersebut, maka realisasi Reserve Replacement Ratio (RRR) tahun 2020 mencapai angka 102% atau sebesar 705,2 juta barel setara minyak (MMBOE).

Persetujuan rencana pengembangan wilayah kerja tersebut ditandatangani Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Selasa, 29 Desember 2020. Melalui pengembangan lapangan tersebut, diproyeksikan pemerintah akan mendapatkan penerimaan negara sebesar US$ 413 juta pada masa berlakunya kontrak Repsol di blok ini.

"Dengan adanya persetujuan dari pemerintah ini, maka Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS - Repsol) diharapkan segera melaksanakan program kerja yang telah direncanakan agar produksi dapat segera direalisasikan," kata Plt. Kepala Divisi Program dan Komunikasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Susana Kurniasih, seperti dikutip dari keterangan resmi SKK Migas, Rabu (30/12/2020).

Setelah persetujuan ini, SKK Migas akan mengawal agar Lapangan Kaliberau dapat segera diproduksikan.

"Percepatan mengubah reserve to production merupakan salah satu strategi yang dilakukan oleh SKK Migas sebagai upaya transformasi SKK Migas dalam mencapai target produksi," ujar Susana.

Plan of Development I Lapangan Kaliberau disetujui dalam rangka untuk memproduksikan cadangan gas sebesar 445,10 miliar standar kaki kubik (BSCF) (gross) hingga batas akhir keekonomian proyek (economic limit) pada 2038 atau 287,70 BSCF penjualan gas dengan laju produksi gas puncak sebesar 85 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) dan kumulatif produksi kondensat sebesar 0,17 MMSTB dengan laju produksi puncak sebesar 34 barel kondensat per hari (barrels condensate per day/ BCPD).

Biaya investasi untuk pengembangan lapangan tersebut diperkirakan akan mencapai US$ 359 juta, yang akan digunakan untuk re-entry sumur KBD-2XST1 menjadi sumur produksi, pengeboran dan penyelesaian (drilling & completion) satu sumur infill sebagai sumur produksi, pembangunan wellpad facilities serta pembangunan sejumlah fasilitas pendukung produksi seperti flowline dari wellpad menuju existing Grissik Central Gas Plant (GCGP) di WK Corridor, melalui sebagian Right of Way (ROW) di WK Jambi Merang dan modifikasi peralatan yang telah ada saat ini dan pemasangan peralatan baru di GCGP.

Wilayah Kerja Sakakemang terletak di Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Pada awalnya Kontrak Kerja Sama WK Sakakemang ditandatangani antara BP Migas dan Cakra Nusa Darma Ltd. pada 18 Mei 2010 untuk jangka waktu 30 tahun dengan masa eksplorasi enam tahun.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular