
Rencana Pengembangan Blok Sakakemang Bakal Tuntas Akhir Tahun

Jakarta, CNBC Indonesia - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menargetkan rencana pengembangan (Plan of Development/ POD) tahap 1 Blok Gas Sakakemang bisa disetujui pada akhir tahun ini.
Hal tersebut disampaikan Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam Webinar bertema 'Indonesian Oil & Gas Upstream Outlook' pada Kamis (19/11/2020).
Dwi mengatakan SKK Migas sudah melalukan kajian dan pihaknya akan mengikuti aturan serta regulasi dari pemerintah, yakni menggunakan harga gas domestik. Selain itu, imbuhnya, internal rate of return (IRR) sudah disetujui setelah berdiskusi dengan Kementerian ESDM.
Lebih lanjut dia mengatakan, pihaknya berharap agar finalisasi rencana pengembangan ini bisa rampung dalam beberapa pekan ke depan. Apalagi, lanjutnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif kerap menanyakan perihal Blok Sakakemang ini
"Ya POD tahun ini. Kami harapkan satu atau dua pekan ke depan (tuntas)," tegas Dwi.
Seperti diketahui, sudah beberapa bulan lamanya Repsol mengajukan proposal POD Tahap 1 Blok Sakakemang ini. Dari total perkiraan cadangan sebesar 2 triliun kaki kubik (TCF), akan dikembangkan Tahap 1 terlebih dahulu dengan cadangan sekitar 0,5 TCF.
Belum juga disetujuinya POD tahap 1 Blok Sakakemang ini sempat disebutkan karena belum tercapainya kesepakatan dalam penentuan harga jual gas.
Dwi sempat menuturkan, dari sisi pemerintah mengharapkan harga jual gas dari Blok Sakakemang ini mencapai sekitar US$ 5,4 per juta British thermal unit (MMBTU) karena mengacu pada Peraturan Menteri ESDM No.8 tahun 2020 di mana harga jual gas pipa ke industri maksimal US$ 6 per MMBTU.
Sementara dari sisi Repsol menginginkan harga jual gas sebesar US$ 7 per MMBTU sesuai dengan hitungan keekonomian proyek. Bila harga gas yang ditetapkan di bawah US$ 7 per MMBTU, maka menurutnya ini akan mengganggu keekonomian dari proyek Blok Sakakemang ini.
Untuk menemukan kesepakatan, menurutnya pihaknya bersama Kementerian ESDM dan juga Repsol terus melakukan diskusi. Salah satu opsi yang ditawarkan yaitu bagaimana agar investasi Repsol bisa menurun, sehingga bisa mengurangi risiko keekonomian proyek.
Blok Sakakemang yang dioperasikan Repsol Indonesia kini menjadi andalan untuk meningkatkan sumber pasokan gas Indonesia pada beberapa tahun mendatang. Sejak awal 2019 lalu pemerintah mengungkapkan pengharapan besarnya atas blok gas raksasa ini karena telah ditemukannya potensi cadangan gas hingga 2 TCF di blok ini. Ini merupakan cadangan gas terbesar yang pernah ada selama 18 tahun terakhir.
Blok Sakakemang menemukan potensi cadangan sampai 2 TCF dari sumur Kaliberau Dalam 2X (KBD2X) di Blok Sakakemang, Sumatera Selatan. Pemerintah bahkan menargetkan agar Blok Sakakemang ini bisa mulai produksi pada 2021.
Percepatan produksi Blok Sakakemang juga disesuaikan dengan kesiapan konsumen dalam menyerap pasokan gas ini.
Repsol menemukan cadangan gas ini dari sumur Kaliberau Dalam 2X (KBD2X) dengan kedalaman 2.430 meter, yang ditajak pada 20 Agustus 2018. Nantinya gas produksi Blok Sakakemang akan diintegrasikan dengan fasilitas produksi di Blok Corridor. Wilayah Sakakemang memang berdekatan dengan wilayah Corridor.
Blok Sakakemang ini dioperasikan Repsol yang memiliki hak partisipasi 45% dan selebihnya dimiliki oleh Petronas 45% dan MOECO 10%. Pada 2015, Repsol SA mengakuisisi Talisman Energy Inc senilai US$ 8,3 miliar. Dengan demikian, blok minyak yang tadinya dikelola Talisman diambil alih oleh Repsol.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos SKK Migas Bongkar Alasan Belum Setujui Proyek Gas Raksasa
