
Cadangan Raksasa, Produksi Gas Blok Sakakemang Jumbo Gak Ya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memperkirakan produksi gas dari Blok Sakakemang untuk tahap awal mencapai sekitar 85 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan perkiraan produksi tersebut berdasarkan rencana pengembangan (Plan of Development/ POD) Tahap 1 Blok Sakakemang yang tengah dibahas bersama antara SKK Migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Repsol selaku operator blok.
Namun sayangnya, persetujuan POD Tahap 1 tersebut hingga kini masih menunggu persetujuan Menteri ESDM.
"POD I Sakakemang produksinya 85 MMSCFD, sedang didiskusikan dengan Kementerian ESDM untuk approval (persetujuan)," kata Dwi dalam konferensi pers secara virtual Kinerja Hulu Migas Kuartal III Tahun 2020, Jumat (23/10/2020).
Bila dibandingkan dengan produksi gas terbesar di sejumlah blok dalam negeri saat ini, produksi gas Blok Sakakemang tahap awal sebesar 85 MMSCFD itu bisa dibilang tidak besar. Lima blok gas dengan produksi gas terbesar saat ini telah memproduksi gas di atas 400 MMSCFD atau bahkan di atas 1.000 MMSCFD.
ENI Muara Bakau BV misalnya, yang mengoperasikan Blok Muara Bakau, telah menyalurkan gas sebesar 454 MMSCFD hingga September 2020. Sementara BP Berau Ltd, produsen gas terbesar di Indonesia, telah menyalurkan gas sebesar 1.101 MMSCFD selama sembilan bulan 2020.
Dia mengatakan, pembahasan POD Tahap 1 kini juga masih terkait harga jual gas nantinya. Di satu sisi pemerintah berharap harga jual gas mengikuti Peraturan Menteri ESDM No.8 tahun 2020 di mana harga jual gas pipa ke industri maksimal US$ 6 per MMBTU.
Namun karena di sisi lain terkait keekonomian proyek, Repsol menginginkan harga gas sebesar US$ 7 per MMBTU. Dengan pertimbangan tersebut, maka menurutnya kemungkinan harga akan dikombinasikan, yakni sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM tersebut dan juga harga gas yang dipakai untuk pembangkit listrik di Blok Rokan karena rencananya gas akan disalurkan ke pembangkit listrik di Blok Rokan ini.
"Mengenai harga, kita buat mix antara yang dipakai untuk industri sesuai Permen 08 Tahun 2020 (Permen ESDM) dan yang dipakai pembangkit listrik di Rokan. Jadi, kita masih diskusikan itu. Kita harap, harganya bisa di bawah US$ 6 dan ini semua dibahas terus dengan Repsol sebagai operator," tuturnya.
Bila harga gas yang ditetapkan di bawah US$ 7 per MMBTU, maka menurutnya ini akan mengganggu keekonomian dari proyek Blok Sakakemang ini.
"Jadi, mungkin kalau di luar kemarin-kemarin ada tersebar harga jual gas US$ 7, ada US$ 6, dan sebagainya, tentu saja itu akan disesuaikan dengan bagaimana serapan dan memenuhi kebijakan pemerintah untuk menekan harga gas bagi industri, tetapi dapat keekonomian yang wajar bagi investor. Ini yang kita bahas dan kita berharap bisa selesai sesegera mungkin," jelasnya.
Begitu juga dengan perkiraan nilai investasi proyek, menurutnya nilai investasi masih terus didiskusikan agar bisa ditekan seefisien mungkin, sehingga bisa berdampak pada penurunan harga jual gas.
"Sebagai investor mereka sangat mengharapkan jaminan keekonomian. Level keekonomiannya hingga sekarang masih didiskusikan, mengenai nilai investasi atau capex (capital expenditure) seefisien mungkin. Dengan capex yang lebih efisien, kita akan bisa mendapatkan potensi penjualan gas yang bisa memenuhi kebijakan dalam negeri," ungkapnya.
Seperti diketahui, sudah beberapa bulan lamanya Repsol mengajukan proposal POD Tahap 1 Blok Sakakemang ini. Dari total perkiraan cadangan sebesar 2 triliun kaki kubik (TCF), akan dikembangkan Tahap 1 terlebih dahulu dengan cadangan sekitar 0,5 TCF.
Blok Sakakemang yang dioperasikan Repsol Indonesia kini menjadi andalan untuk meningkatkan sumber pasokan gas Indonesia pada beberapa tahun mendatang. Sejak awal 2019 lalu pemerintah mengungkapkan pengharapan besarnya atas blok gas raksasa ini karena telah ditemukannya potensi cadangan gas hingga 2 TCF di blok ini. Ini merupakan cadangan gas terbesar yang pernah ada selama 18 tahun terakhir.
Blok Sakakemang menemukan potensi cadangan sampai 2 TCF dari sumur Kaliberau Dalam 2X (KBD2X) di Blok Sakakemang, Sumatera Selatan. Saat ini Repsol tengah proses sertifikasi cadangan terbukti 1 TCF tersebut, untuk kemudian memasukkan rencana pengembangan. Pemerintah bahkan menargetkan agar Blok Sakakemang ini bisa mulai produksi pada 2021.
Percepatan produksi Blok Sakakemang juga disesuaikan dengan kesiapan konsumen dalam menyerap pasokan gas ini.
Repsol menemukan cadangan gas ini dari sumur Kaliberau Dalam 2X (KBD2X) dengan kedalaman 2.430 meter, yang ditajak pada 20 Agustus 2018. Nantinya gas produksi Blok Sakakemang akan diintegrasikan dengan fasilitas produksi di Blok Corridor. Wilayah Sakakemang memang berdekatan dengan wilayah Corridor.
Blok Sakakemang ini dioperasikan Repsol yang memiliki hak partisipasi 45% dan selebihnya dimiliki oleh Petronas 45% dan MOECO 10%. Pada 2015, Repsol SA mengakuisisi Talisman Energy Inc senilai US$ 8,3 miliar. Dengan demikian, blok minyak yang tadinya dikelola Talisman diambil alih oleh Repsol.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos SKK Migas Bongkar Alasan Belum Setujui Proyek Gas Raksasa
