
Di Tengah pandemi, Kampanye Tatap Muka Masih Jadi Primadona

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisioner Bawaslu Divisi Penindakan, Ratna Dewi Pettalolo menegaskan bahwa kampanye tatap muka masih menjadi pilihan bagi calon pemimpin daerah, meski ada aturan ketat terkait hal tersebut.
"Hasil penanganan yang sudah dilakukan Bawaslu, kami mendapatkan fakta di lapangan, tatap muka masih jadi kampanye dipilih oleh pasangan calon sebanyak 91.640 bentuk kampanye dilaksanakan, ini konsekuensi pelanggaran protokol kesehatan. Catatan kami, ini 2.260 pelanggaran di masa kampanye, nanti akan berakhir pada tanggal 6," katanya di Jakarta, Jumat (4/12/2020).
"Sampai hari ini hasil pengawasan (kampanye) tatap muka masih primadona. Daring tak menjadi pilihan, akan kami terus awasi semakin dekat hari H. Besok, hari terakhir kampanye, ini akan diawasi bagaimana awal dari kampanye," imbuhnya.
Adapun untuk kampanye tatap muka, sesuai peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) paling banyak 50 peserta. Selain ditemukan pelanggaran terkait jumlah peserta, ditemukan pula pelanggaran lain yang berpotensi menjadi penyebaran covid-19.
"Ada juga ditemukan kerumunan, tak #pakaimasker, dan tempat tatap muka tak memperhatikan jarak, tempat duduk dan sirkulasi tempat duduk," tegasnya.
KPU setidaknya memiliki 3 sanksi bagi yang melanggar peraturan ketat tersebut. Pertama melalui peringatan tertulis. Kedua, sanksi penghentian kampanye. Terakhir pembubaran dan rekomendasi tak diikutkan pada kampanye selama 3 hari.
"Sanksi ini ringan untuk pelanggaran. Sanksi pidana bisa diberikan tapi tak jadi kewenangan. Kewenangan ada pada kepolisian," ujarnya lagi.
Sehingga antisipasi dalam kondisi tersebut, lanjutnya dibentuklah kelompok kerja (Pokja) untuk pengawasan dan penanganan pelanggaran protokol kesehatan. "Pokja sudah berjalan baik, efektif untuk pengawasan dan penanganan protokol kesehatan yang sudah dibentuk di daerah yang melakukan pemilihan daerah," pungkasnya.
Sebelumnya, Satgas Penanganan Covid-19 berharap pilkada serentak jangan menjadi ajang penularan baru atau bahkan melahirkan klaster baru Covid-19. Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito pun menyampaikan 4 pesan penting untuk pelaksanaan pilkada dalam masa pandemi.
"Dalam keadaan pandemi, tentunya pemilihan kepala daerah atau pemilihan umum (pemilu) tidak bisa dilakukan secara normal," ungkapnya saat memberi keterangan pers perkembangan penanganan Covid-19 di Graha BNPB, yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (3/12/2020).
Untuk itu Satgas Penanganan Covid-19 menyampaikan 4 pesan penting. Pertama, masyarakat sebagai pemilih harus menyadari pentingnya peran kepala daerah untuk membawa masing-masing daerah bangkit dari Covid-19. Pilihlah pemimpin yang menaati aturan-aturan terkait protokol kesehatan saat berkampanye, karena dapat menjadi cerminan tanggung jawab pemimpin kedepannya.
Karena pilkada tahun ini akan menentukan arah ketahanan kesehatan serta pemulihan masing-masing daerah di tengah pandemi. "Saya berharap masyarakat dapat menggunakan hak pilihnya memiliki pemimpin yang bertanggung jawab dan memiliki kapasitas serta komitmen untuk memimpin daerah di tengah masa pandemi," katanya.
Kedua, masyarakat diminta selalu mematuhi protokol kesehatan selama gelaran pilkada 2020 berlangsung. Karena jangan sampai pilkada ini berkontribusi terhadap peningkatan kasus atau menjadi klaster baru penularan. "Gelaran pilkada dapat berlangsung aman apabila semua pihak disiplin protokol kesehatan serta mengikuti aturan yang ditetapkan KPU," imbuh Wiku.
Ketiga, kepada para calon pemimpin di daerah, manfaatkanlah sisa dua hari masa kampanye ini dengan baik dan jangan lelah mengkampanyekan pentingnya pilkada yang aman dan bebas Covid-19. "Bersikaplah dengan penuh tanggungjawab dan jangan melakukan kegiatan kampanye yang memicu kerumunan," tegas Wiku.
Keempat, kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di daerah, segera ambil tindakan yang tegas apabila ditemukan calon kepala daerah yang tidak mematuhi protokol kesehatan. Bawaslu diminta berkoordinasi dengan Satgas Covid-19 daerah untuk segera membubarkan kegiatan kampanye yang menimbulkan kerumunan.
Lalu, antisipasi mencegah lonjakan kasus Covid-19 sejauh ini sudah dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) jelang pilkada. KPU sendiri telah merumuskan aturan protokol kesehatan yang wajib dijalankan oleh penyelenggara pemilu. Yaitu melakukan testing kepada petugas yang nanti akan bertugas di tempat pemungutan suara (TPS) dan memastikan petugas pelaksana sehat dan bebas Covid-19.
Lalu, pada TPS-TPS akan disiapkan tempat cuci tangan dan hand sanitizer. Petugas pemilih juga diwajibkan memakai masker, menjaga jarak dan mengatur kedatangan pemilih sehingga dapat menghindari terjadinya kerumunan. Setiap pemilih sebelum memasuki TPS akan diperiksa suhu tubuhnya guna memastikan kesehatannya. Dan sebelum hari pelaksanaan harus dilakukan simulasi yang diawasi Satgas Covid-19.
Wiku juga merujuk pada data dari Our World in Data dan penelitian oleh Council of Foreign Relation pada September 2020. Hasil penelitian, beberapa negara yang menyelenggarakan pemilu tidak menunjukkan dampak yang signifikan terhadap kenaikan kasus positif Covid-19. Di antaranya Kroasia, Republik Dominika, Malawi, Maladonia Utara, Korea Selatan serta Trinidad dan Tobago di wilayah kepulauan Karibia.
Meski demikian beberapa negara seperti Belarus, Polandia, Serbia dan Singapura menunjukkan tren peningkatan kasus setelah pemilu. Penyebab yang menjadi faktor lain seperti terjadinya demonstrasi lanjutan pasca pemilu di Belarus, adanya pelonggaran aktivitas sosial ekonomi di Singapura, serta ditemukan kasus yang tidak dilaporkan di Serbia setelah pemilu, sehingga terjadi peningkatan setelah proses perbaikan pencatatan dan pelaporan data.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kampanye Pilkada Tak Patuh Protokol, Satgas: Kami Tak Tolerir