
Batu Bara RI Tak Laku 20 Tahun Lagi, Tapi Cadangan Melimpah!

Muhammad Wafid, Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, mengatakan potensi kebutuhan batu bara untuk proyek gasifikasi domestik guna menggantikan impor LPG, bensin, dan olefin bisa mencapai 103,3 juta ton per tahun. Jumlah tersebut di luar kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik proyeknya yang diperkirakan mencapai 38,91 juta ton.
Sementara kebutuhan methanol untuk substitusi impor LPG, bensin, dan olefin tersebut diperkirakan mencapai 52 juta ton.
"Jadi, kebutuhan batu bara untuk proses hilirisasi sebesar 103,3 juta ton dan untuk pembangkit listrik 38,91 juta ton," ungkapnya dalam sebuah webinar tentang batu bara pada Rabu (18/11/2020).
Dia mengatakan, kebutuhan tersebut dengan asumsi salah satunya yaitu akan menggantikan LPG sebanyak 5,9 juta ton per tahun. Untuk substitusi 5,9 juta ton LPG tersebut, dibutuhkan DME sebanyak 9,36 juta ton dan methanol 13,37 juta ton. Adapun kebutuhan batu bara untuk memproses gasifikasi tersebut mencapai 26,6 juta ton dan kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik sebanyak 10,03 juta ton.
Sedangkan untuk mengganti 16,52 juta ton bensin, dibutuhkan methanol sebanyak 13,37 juta ton dan batu bara 26,6 juta ton, serta batu bara untuk pembangkit listriknya sebanyak 10,03 juta ton. Selebihnya, batu bara dibutuhkan untuk gasifikasi sebagai substitusi minyak (crude oil) untuk solar dan olefin.
Namun pada 2025, diperkirakan kebutuhan metanol di Indonesia baru mencapai 2,1 juta ton per tahun dengan impor mencapai 1,6 juta ton.
"Perkiraan itu dengan melihat tren 2016-2019," ujarnya.
(wia)