Sudah Diberi Royalti Batu Bara 0%, Pengusaha: Masih Kurang!

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
26 November 2020 19:56
Aktivitas bongkar muat batubara di Terminal  Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara, Senin (19/10/2020). Dalam satu kali bongkar muat ada 7300 ton  yang di angkut dari kapal tongkang yang berasal dari Sungai Puting, Banjarmasin, Kalimantan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)  

Aktivitas dalam negeri di Pelabuhan Tanjung Priok terus berjalan meskipun pemerintan telah mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) transisi secara ketat di DKI Jakarta untuk mempercepat penanganan wabah virus Covid-19. 

Pantauan CNBC Indonesia ada sekitar 55 truk yang hilir mudik mengangkut batubara ini dari kapal tongkang. 

Batubara yang diangkut truk akan dikirim ke berbagai daerah terutama ke Gunung Putri, Bogor. 

Ada 20 pekerja yang melakukan bongkar muat dan pengerjaannya selama 35 jam untuk memindahkan batubara ke truk. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu bara di Terminal Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah tengah mendorong hilirisasi batu bara untuk meningkatkan nilai tambah, sehingga penambang tidak hanya menggali dan menjual.

Salah satu bentuk insentif yang diberikan pemerintah yakni melalui pemberian royalti batu bara 0% bagi batu bara yang dimanfaatkan untuk kegiatan hilirisasi, berdasarkan Undang-Undang No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Namun ternyata, insentif tersebut dinilai masih kurang cukup.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, untuk memulai ke arah hilirisasi, perlu investasi besar, sementara risiko tinggi dan belum ekonomis. Oleh karena itu, lanjutnya, diperlukan dukungan dalam bentuk insentif fiskal dan non fiskal.

"2020 mulai ditandai dengan adanya UU Minerba yang paling tidak memberikan kepastian pada Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Kemudian ada juga UU Cipta Kerja yang memberikan insentif. Ini satu langkah awal yang positif. Dan mungkin akan diperlukan lagi kelanjutan dari rangkaian insentif fiskal dan non fiskal lainnya," ungkapnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Kamis (26/11/2020).

Lebih lanjut dia mengatakan jika rangkaian insentif sudah disusun oleh pemerintah berikut dengan peta jalannya, maka akan memberikan keyakinan bahwa kebijakan tersebut memang mendorong keekonomian proyek, sehingga ini akan jadi waktu yang tepat untuk melakukan penjajakan.

Dia menyebut saat ini sudah ada beberapa perusahaan yang mulai melakukan penjajakan, salah satunya PTBA, bahkan telah diinisiasikan sebelum UU Minerba diterbitkan.

"PT Bukit Asam ya sebagai BUMN sudah menjajaki proyek tersebut sejak tiga tahun lalu. Sekarang mulai berjalan, insentif diterbitkan, khusus batu bara yang untuk hilirisasi, tarifnya diberikan kemudahan. Tentu masih perlu didorong insentif-insentif lain," jelasnya.

Soal insentif ini pihaknya mengaku masih berdiskusi terus dengan pemerintah paket insentif apalagi yang dibutuhkan.

"Selain PTBA, KPC juga jajaki gas ke methanol, Adaro, dan Arutmin ke arah sana. 2020 milestone sudah dimulai dengan UU Minerba dan Cipta Kerja. Namun perlu insentif yang banyak," paparnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gak Cuma Beli Batu Bara, Luhut Minta China Invest Gasifikasi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular