Penghargaan Jokowi ke Hakim MK Timbulkan Konflik Kepentingan?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
12 November 2020 17:35
Upacara Penganugerahan Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan Republik Indonesia Tahun 2020 (Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden)
Foto: Upacara Penganugerahan Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan Republik Indonesia Tahun 2020 (Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menganugerahkan Bintang Mahaputera di antaranya kepada enam Hakim Konstitusi Republik Indonesia, kemarin, Rabu (11/11/2020).

Ini merupakan dua jenis penghargaan yang diberikan Presiden Jokowi dari total lima jenis tanda kehormatan yang diberikan, antara lain Bintang Mahaputera Adiperdana, Bintang Mahaputera Utama, Bintang Jasa Utama dan Bintang Jasa Pratama, serta Bintang Jasa Nararya kepada 71 orang.

Tiga Hakim Konstitusi yang memperoleh Bintang Mahaputera Adipradana antara lain Arief Hidayat, Hakim Konstitusi (2018-2023) dan Ketua MK (2015-2018), Anwar Usman, Ketua MK (2018-2021), Aswanto, Wakil Ketua MK (2018-2021) dan Hakim Konstitusi (2019-2024). Lalu, tiga Hakim Konstitusi menerima Bintang Mahaputera Utama yaitu Wahiduddin Adams, Hakim Konstitusi (2014-2019 dan 2019-2024), Suhartoyo, Hakim Konstitusi (2015-2020 dan 2020-2025), serta Manahan M.P. Sitompul, Hakim Konstitusi (2015-2020 dan 2020-2025)

Namun demikian, pemberian tanda kehormatan tersebut justru menjadi kekhawatiran bagi pihak yang tengah bersengketa di Mahkamah Konstitusi, salah satunya penggugat Undang-Undang No.3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Bila tanda kehormatan telah diberikan Presiden kepada Hakim Konstitusi, maka independensi hakim akan dipertanyakan.

Ahmad Redi, salah satu tim pengacara penggugat, mengatakan pemberian penghargaan ini dikhawatirkan memiliki konflik kepentingan karena Presiden merupakan pihak yang berperkara di Mahkamah Konstitusi.

"Pemberian penghargaan ini punya potensi mengandung konflik kepentingan mengingat Presiden merupakan pihak yang berpakara di MK dalam pengujian UU," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (12/11/2020).

Sidang lanjutan gugatan Undang-Undang No.3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) seharusnya digelar kemarin, Rabu (11/11/2020). Agendanya adalah mendengarkan keterangan dari saksi ahli pihak penggugat. Namun, sidang ditunda dengan alasan enam hakim mendapatkan Bintang Mahaputera di Istana Negara.

Redi mengatakan sidang akhirnya diundur satu pekan menjadi 18 November 2020 mendatang.

"Kemarin enam hakim mendapatkan anugerah Bintang Mahapuetra di Istana, jadi sidang tanggal 11 November ditunda semua," ungkapnya.

Dia pun menyanyangkan penundaan sidang ini. Dia berpandangan bahwa hakim meninggalkan fungsi utamanya untuk menyidangkan perkara di Mahkamah Konstitusi (MK) demi kepentingan seromonial personal.

"Hakim meninggalkan fungsi utamanya untuk menyidangkan perkara di MK demi kepentingan seremonial personal," ujarnya.

Di dalam sidang lanjutan ini rencananya tim penggugat akan menghadirkan dua orang saksi ahli. Namun sayangnya Redi tidak berkenan menyampaikan siapa saksi ahli yang bakal dihadirkan tersebut.

Dua saksi ahli ini akan menyampaikan beberapa poin, antara lain menerangkan soal prosedur pembentukan Undang-Undang yang benar, urgensi keterlibatan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam pembahasan RUU, dan partisipasi publik dalam pembentukan UU.

Sidang sebelumnya digelar pada Rabu (21/10/2020), dalam sidang ini pemerintah memberikan tanggapan terhadap gugatan UU Minerba. Pihak pemerintah salah satunya diwakili oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ridwan Djamaluddin.

Ibnu Sina Chandranegara, Kuasa Hukum Tim Pemohon Uji Formil UU Minerba, menilai bahwa pemerintah beserta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menganggap tidak ada masalah dalam proses pembentukan UU Minerba ini. Pemerintah pun tampak melemparkan persoalan ini kepada Mahkamah Konstitusi.

Dia mengatakan, sidang kemarin merupakan sidang keempat setelah sebelumnya sidang ketiga yang seharusnya dilakukan pada dua pekan lalu ditunda karena pemerintah belum siap memberikan jawaban dan pihak DPR dan DPD juga absen dalam persidangan tersebut.

"Dalam sidang keempat kemarin nampak bahwa dalam membentuk UU, mereka tampak seperti membuang sampah persoalan sekarang semua ke Mahkamah Konstitusi dikarenakan dalam hal permohonan yang kami ajukan berkaitan dengan uji formil bahwa seolah-olah tidak ada persoalan dalam proses formil terkait dengan pembentukan UU No.3 tahun 2020 tentang Minerba," tuturnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (22/10/2020).


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Penggugat UU Minerba Minta MK Keluarkan Putusan Sela, Kenapa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular