Data Ini Bikin Makin Yakin Bahwa RI Sedang Resesi!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 October 2020 13:38
Mobil ekspor di pelabuhan IPCC, Tanjung Priok. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Ilustrasi Aktivitas di Pelabuhan (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Awan mendung resesi ekonomi semakin nyata bergelayut di Indonesia. Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) memberi konfirmasi akan hal tersebut.

Pada September 2020, nilai ekspor Indonesia tercatat US$ 14,01 miliar. Masih turun 0,51% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY).

Sepanjang kuartal III-2020, ekspor selalu tumbuh negatif. Artinya, bisa dipastikan kontribusi ekspor dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) bukannya positif malah mengurangi.

Ekspor adalah penyumbang terbesar ketiga dalam PDB dari sisi pengeluaran, di bawah konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) alias investasi. Dalam 10 tahun terakhir, sumbangsih ekspor kepada PDB rata-rata adalah 18,36%.

Kemudian impor. Pada September 2020, nilai impor adalah US$ 11,57 miliar. Anjlok 18,88% YoY. Seperti halnya ekspor, impor juga selalu membukukan kontraksi (pertumbuhan negatif) pada kuartal III-2020.

Berdasarkan penggunaan, bahan baku/penolong, barang modal, dan barang konsumsi masih turun. Kontraksi ketiganya masing-masing 18,96% YoY, 17,72% YoY, dan 20,38% YoY.

Penurunan impor juga akan berdampak negatif terhadap PDB. Soalnya, sebagian besar impor Indonesia adalah bahan baku/penolong dan barang modal yang digunakan untuk produksi industri dalam negeri.

"Impor bahan baku dan barang modal akan berpengaruh positif terhadap geliat industri dalam negeri. Kita masih perlu waktu menuju recovery," kata Suhariyanto, Kepala BPS.

Industri adalah penyumbang nomor satu dalam pembentukan PDB dari sisi lapangan usaha. Dalam 10 tahun terakhir, rata-rata kontribusi industri pengolahan kepada PDB mencapai 20,86%.

Oleh karena itu, meski data resmi baru dirilis 5 November mendatang, PDB Indonesia boleh dikata mengalami kontraksi pada kuartal III-2020. Kementerian Keuangan dalam proyeksi terbaru memperkirakan ekonomi pada Juli-September 2020 terkontraksi 1-2,9%.

Pada kuartal sebelumnya, ekonomi Indonesia sudah menyusut 5,32%. Jadi Indonesia sudah mengalami kontraksi ekonomi dua kuartal beruntun, yang merupakan definisi dari resesi.

Akan tetapi, data BPS juga memberi optimisme bahwa ekonomi kuartal IV-2020 bakal membaik. Sampai September, ekspor memang masih tumbuh negatif. Namun kontraksinya semakin tipis bahkan pada September sudah kurang dari 1%.

"Ekspor September 2020 sudah hampir sama dengan September 2019. Kira berharap ke depan semakin meningkat," lanjut Kecuk, sapaan akrab Suhariyanto.

Impor pun demikian. Betul, kontraksi impor masih belasan persen. Namun penurunannya semakin landai.

Menariknya, impor bahan baku/penolong dan barang modal pada September sudah naik secara bulanan masing-masing 7,23% dan 19,01%. Ini memberi gambaran bahwa industri pengolahan mulai bergeliat pada bulan terakhir kuartal III-2020 yang semoga bisa berlanjut pada kuartal pamungkas tahun ini.

Seiring dengan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), 'keran' aktivitas masyarakat dibuka kembali meski ada pembatasan di sana-sini bernama protokol kesehatan. Namun ini lebih baik daripada tidak ada sama sekali bukan?

Oleh karena itu, kunci untuk menjaga bahkan meningkatkan aktivitas ekonomi adalah jangan sampai pasien positif virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) melonjak. Sebab kalau sampai ada kenaikan kasus yang signifikan, pemerintah tentu bakal mempertimbangkan untuk kembali mengetatkan PSBB, seperti yang terjadi di DKI Jakarta belum lama ini.

Jadi #IngatPesanIbu ya. Jaga jarak, pakai masker, dan rajin cuci tangan agar ekonomi tidak lagi negatif.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular