Balada Pandemi Corona RI: Dokter Sedikit, Biaya Mahal...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 October 2020 06:20
Swab Test
Foto: Ilustrasi Swab Test Covid-19 (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) adalah krisis kesehatan yang luar biasa. Selagi krisis ini belum tertangani dari sumbernya, yaitu aspek kesehatan, maka dampak ikutannya seperti resesi ekonomi akan sulit diakhiri.

Di Indonesia, Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah pasien positif corona per 20 September 2020 adalah 287.008 orang. Bertambah 4.284 orang (1,52%) dibandingkan posisi sehari sebelumnya.

Dalam 14 hari terakhir (17-30 September), rata-rata pasien posiitf corona bertambah 4.144 per hari. Melonjak dibandingkan 14 hari sebelumnya yaitu 3.453 orang.

Filipina masih menjadi negara dengan jumlah pasien positif corona terbanyak di Asia Tenggara yaitu 309.903 orang. Namun sepertinya pandemi di negara yang dipimpin Presiden Rodrigo Duterte ini lebih terkendali, karena dalam 14 hari terakhir pasien bertambah rata-rata 2.850 orang per hari.

Sementara dari sisi pertumbuhan, dalam 14 hari terakhir rata-rata jumlah pasien positif bertambah 1,63% per hari. Ini adalah laju pertumbuhan tercepat di antara negara-negara ASEAN-6.

Aspek kesehatan di Indonesia menjadi beban dalam penanganan pandemi. Ada beberapa indikator yang bisa menunjukkan hal tersebut.

Satu, jumlah dokter di Indonesia relatif minim. Mengutip data Bank Dunia, per 2018 jumlah dokter di Tanah Air adalah 0,4 per 1.000 penduduk. Paling rendah di antara negara-negara tetangga seperti Malaysia (1,5), Singapura (2,3), Thailand (0,8), Filipina (0,6), sampai Vietnam (0,8).

Di antara 10 negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, rasio dokter per 1.000 penduduk di Indonesia pun jadi yang paling rendah (sama dengan Nigeria). Bahkan lebih rendah dibandingkan negara-negara berpendapatan menengah-bawah seperti India, Pakistan, dan Bangladesh.

Dua, fasilitas kesehatan di Indonesia pun kurang memadai. Data Bank Dunia menyebut jumlah tempat tidur rumah sakit di Indonesia adalah 1,2 per 1.000 penduduk. Hanya unggul ketimbang Filipina (1) tetapi lebih sedikit dibandingkan negara-negara tetangga lainnya seperti Singapura (2,4), Malaysia (1,9), Thailand (2,1), dan Vietnam (2,6).

Sementara di antara 10 negara dengan populasi terbesar dunia, jumlah tempat tidur rumah sakit per 1.000 penduduk di Indonesia berada di peringkat ke-6. Hanya lebih baik ketimbang Bangladesh, India, Pakistan, dan Nigeria.

Tiga, inflasi kesehatan di Indonesia pun relatif tinggi. Ini tentu menjadi beban bagi masyarakat, karena setiap tahun harus membayar biaya yang semakin meningkat untuk mengakses layanan kesehatan.

Dalam periode 2014-2019, rata-rata inflasi kesehatan di Indonesia adalah 4,09%. Ini adalah yang tertinggi kedua di antara negara-negara ASEAN-6, hanya lebih rendah dibandingkan Vietnam.

Salah satu penyebab tingginya biaya kesehatan di Indonesia bisa jadi karena ketergantungan terhadap impor. Selama semester I-2020, nilai impor alat kesehatan dan produk farmasi Indonesia mencapai US$ 785,8 juta. Melonjak 27,42% dibandingkan periode yang sama pada 2019.

Well, dari sisi yang paling mendasar saja Indonesia agak tertinggal. Ingat, krisis kali ini adalah krisis kesehatan. Jika aspek kesehatan masih seperti ini, maka akan sulit untuk membenahi sisi lainnya, termasuk ekonomi.

Sebab pembukaan 'keran' aktivitas publik yang menggerakkan roda ekonomi hanya akan efektif bila sisi kesehatan sudah siap. Kalau belum siap dari sisi kesehatan ya susah...

Sepanjang aspek kesehatan ini belum ada perbaikan, maka Indonesia bakal keteteran jika ke depan sampai ada pandemi berikutnya. Semoga pagebluk virus corona ini adalah yang terakhir, meski sulit untuk berharap demikian.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular