Jakarta, CNBC Indonesia - Pemilihan Presiden (Pilpres) di Amerika Serikat (AS) segera memasuki babak baru. Pekan ini, Donald Trump (Partai Republik) dan Joseph 'Joe' Biden (Partai Demokrat) dijadwalkan beradu visi-misi dalam debat perdana yang disiarkan di televisi.
Reuters dan Ipsos menggelar jajak pendapat yang melibatkan calon pemilih di enam negara bagian yaitu Wisconsin, Pennsylvania, Michigan, North Carolina, Florida, dan Arizona. Hasilnya, Trump sang petahana (incumbent) tidak dijagokan untuk kembali menghuni Gedung Putih selama four more years.
Di Florida, Trump dan Biden sama-sama memperoleh 47% suara. Kemudian 46% responden mengatakan Biden lebih baik dalam menangani pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), jumlah yang sama juga diraih Trump.
Namun Trump unggul dalam hal pengelolaan ekonomi, 51% responden mengatakan demikian. Biden hanya memperoleh 41%.
Di Arizona, Biden unggul tipis dengan perolehan suara responden sebanyak 47%, berbanding 46% kepada Trump. Di negara bagian ini, 47% responden menyatakan Biden akan lebih baik dalam mengatasi pandemi, sedangkan Trump memperoleh 44%.
Lagi-lagi Trump unggul di bidang ekonomi dengan suara responden sebanyak 49%. Biden hanya mendapat 44%.
Beralih ke Michigan, Biden unggul dengan suara 49% dibandingkan Trump yang memperoleh 44%. Biden juga dianggap lebih baik dalam hal menangani pandemi, dengan suara 50% berbanding 44%.
Namun soal ekonomi, Trump masih unggul dengan 48% suara responden. Biden hanya mendapatkan 45%.
Di North Carolina, Biden dan Trump imbang dengan perolehan suara responden 47%. Biden unggul tipis dalam hal penanganan pandemi dengan suara 47% berbanding 45%.
Soal ekonomi, warga North Carolina masih percaya kepada Trump dengan suara 51%. Biden cuma memperoleh 44%. Berpindah ke Wisconsin, Biden unggul dengan 48% suara responden berbanding 43% yang berencana memilih Trump. Biden juga dinilai lebih cakap dalam menangani pandemi sehingga mendapat suara responden sebanyak 48%, Trump cuma 40%.
Namun kembali, warga Winconsin lebih percaya kepada Trump untuk urusan pengelolaan ekonomi. Sebanyak 48% responden menyatakan Trump lebih baik dalam hal ini, sementara yang bilang Biden lebih oke hanya 42%.
Lalu ke Pennyslvania, Biden unggul dengan perolehan suara responden 49% sedangkan Trump meraih 46%. Biden juga dinilai lebih baik dalam menanggulangi pandemi sehingga mendapat suara 48%, Trump hanya 44%.
Nah, lagi-lagi Trump menang soal pengelolaan ekonomi. Sebanyak 51% responden warga Pennsylvania menyebut Trump lebih baik dalam mengelola ekonomi, sementara hanya 45% responden yang menyatakan Biden lebih bagus.
Hasil jajak pendapat ini bisa menjadi gambaran awal bahwa sepertinya Biden bisa memenangi pilpres AS. Andai Biden betul-betul meraih suara terbanyak dalam pilpres 3 November mendatang, apa yang akan dilakukannya selama empat tahun ke depan?
Mengutip laman visi-misi Joe Biden, ada sejumlah janji kampanye di bidang ekonomi yang perlu dicermati. Pertama adalah soal pajak. Intinya, Biden akan berupaya menggenjot penerimaan pajak dari perusahaan dan orang-orang kaya.
Eks Wakil Presiden di pemerintahan Barack Obama itu berjanji akan menaikkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan atau korporasi menjadi 28% dari saat ini 21%. Lalu, Biden juga akan menerapkan pajak minimum terhadap seluruh pendapatan perusahaan AS yang beroperasi di luar negeri yang bertujuan untuk mengakhiri praktik kompetisi menurunkan tarif pajak (race to the bottom). Tarifnya adalah 21%, dua kali lipat dibandingkan sekarang.
Kemudian, Biden juga bakal mengenakan sanksi pajak bagi perusahaan yang membuka operasional di luar negeri padahal produknya dijual lagi ke konsumen AS. Plus, Biden akan mengenakan tarif pajak perusahaan minimal 15% agar tidak ada yang mangkir dari pembayaran pajak dengan dalih tidak mendapat laba.
Untuk pembayar pajak Orang Pribadi (OP), Biden akan menaikkan tarif bagi golongan pendapatan teratas menjadi 39,6%. Tarif yang berlaku saat ini adalah 37%.
Tarif (%) | Lajang | Kepala Rumah Tangga (US$) | Menikah Laporan Digabung (US$) | Menikah Laporan Dipisah (%) |
10 | 0-9.700 | 0-13.850 | 0-19.400 | 0-9.700 |
12 | 9.701-39.475 | 13.851-52.850 | 19.401-78.950 | 9.701-39.475 |
22 | 39.476-84.200 | 52.851-84.200 | 78.951-168.400 | 39.476-84.200 |
24 | 84.201-160.725 | 84,201-160.700 | 168.401-321.450 | 84.201-160.725 |
32 | 160.726-204.100 | 160.701-204.100 | 321.451-408.200 | 160.726-204.100 |
35 | 204.101-510.300 | 204.101-510.300 | 408.201-612.350 | 204.101-306.175 |
37 | ≥510.301 | ≥510.301 | ≥612.351 | ≥306.176 |
Sumber: US Internal Revenue Service
"Joe Biden tidak akan menaikkan tarif pajak bagi mereka yang berpendapatan kurang dari US$ 400.000. Namun dia akan meminta mereka yang kaya dan perusahaan-perusahaan besar untuk membayar dengan adil," tulis laman visi-misi Joe Biden.
Andai Biden jadi presiden, maka tarif PPh Badan akan naik jadi 28%. Namun kalau perusahaan AS pilih relokasi ke luar negeri, tetap bakal kena pajak 21%.
So, pengusaha di Negeri Paman Sam tinggal pilih. Mau bayar pajak 28% atau 21%?
Kalau banyak yang lebih pilih 21%, maka ada kemungkinan perusahaan AS memilih memindahkan usahanya ke luar negeri. Indonesia bisa menjadi salah satu tujuannya.
AS adalah salah satu penanam modal terbesar di Tanah Air untuk investasi sektor riil (Foreign Direct Investment/FDI). Pada semester I-2020, nilai FDI dari AS tercatat US$ 201,1 juta dan menduduki peringkat ke-9. Kalau benar urusan pajak bisa membuat perusahaan AS memilih minggat, maka FDI yang dinikmati Indonesia bisa lebih besar lagi.
Rencana Biden menaikkan tarif pajak bukan tanpa alasan. Pemerintah AS butuh banyak modal untuk membiayai program-program penciptaan lapangan kerja. Inilah yang menjadi fokus kedua dalam visi-misi ekonomi Biden, menciptakan jutaan lapangan kerja yang memberikan penghasilan layak.
"Untuk menuju ke arah sana, strategi awalnya adalah mengatasi pandemi. Kita tidak bisa menyelesaikan krisis di pasar tenaga kerja sebelum menyelesaikan krisis kesehatan. Trump mungkin lupa dengan Covid-19, tetapi Covid-19 tidak melupakan kita," tulis lama visi-misi Biden.
Sembari mengatasi krisis kesehatan, pemerintah akan menyalurkan berbagai bantuan kepada rumah tangga yang membutuhkan. Termasuk melanjutkan Bantuan Langsung Tuai (BLT) bagi rumah tangga korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Selepas pandemi berlalu, yang entah kapan, Biden berjanji akan memobilisasi industri manufaktur dan mematikan bahwa masa depan adalah made in the USA. Biden akan mengerahkan berbagai upaya untuk membawa rantai pasok (supply chain) industri ke tanah AS.
"Biden akan membangun hubungan antara industri dan usaha kecil untuk menciptakan jutaan lapangan kerja di sektor manufaktur dan teknologi," tulis laman visi-misi Biden.
AS adalah negara konsumen terbesar di dunia. Jika program Biden berhasil, dengan catatan dia terpilih, maka akan tersedia jutaan lapangan kerja yang menyokong daya beli masyarakat AS.
Industri AS belum bisa memenuhi seluruh permintaan dari warganya, sebagian masih harus didatangkan dari impor. Ini bisa menjadi peluang bagi Indonesia, meningkatnya permintaan di AS adalah peluang untuk menggenjot kinerja ekspor.
TIM RISET CNBC INDONESIA