
Skandal Jiwasraya, Kok Jaksa Tidak Kejar Kerugian Negara?

Jakarta, CNBC Indonesia- Skandal korupsi PT Asuransi Jiwasraya telah masuk ke babak penuntutan pada terdakwa utama. Sebanyak 4 orang telah menjalani sidang tuntutan, sementara 2 orang terdakwa harus ditunda karena positif Covid-19.
Lebih rinci 4 orang tersebut adalah Hendrisman Rahim, Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018 yang dituntut pidana penjara selama 20 tahun dan denda senilai Rp 1 miliar dan subsider 6 bulan kurungan. Selanjutnya, Hary Prasetyo, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018 dituntut penjara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar.
Berikutnya, Syahmirwan, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya, dituntut hukuman pidana penjara selama 18 tahun dan denda senilai Rp 1 miliar. Adapun yang terakhir Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto dituntut pidana seumur hidup dan denda sebesar Rp 1 miliar.
Sementara itu sidang 2 terdakwa lain, yakni Direktur Utama PT Hanson International Tbk (MYRX) Benny Tjokrosaputro dan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera (TRAM) Heru Hidayat, ditunda.
Koordinator Hukum dan Peradilan ICW Tama Satrya Langkun mengkritisi tuntutan Jaksa Penuntut Umum karena tidak memaksimalkan pengembalian kerugian keuangan negara. Jaksa hanya fokus pada pemidaan penjara, sementara salah satu fungsi sidang terpenting adalah pemulihan uang negara.
"Menurut BPK kerugian negara di Jiwasraya mencapai Rp 16,8 triliun. Ini jelas bukan uang yang kecil dan harus dikejar," ujarnya,
Menurutnya, dengan audit BPK dan fakta-fakta persidangan seharusnya jaksa mengejar pengembalian uang negara, baik kepada pelaku individu maupun korporasi. Pelaku korporasi yang dimaksud adalah 13 manajer investasi yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung.
Menurutnya, tuntutan pengembalian kerugian keuangan negara bisa dilakukan pada sidang yang sama dalam perkara korupsi. Meski tuntutan sudah dibacakan, tuturnya, hal ini masih bisa dikembangkan dalam sidang berikutnya.
"Namun juga dimungkinkan tuntutan pengembalian keuangan negara dalam sidang yang lain, misalnya sidang tidak pidana pencucian uang," ujarnya.
Dalam dakwaan dan fakta persidangan, para terdakwa yang berasal dari Jiwasraya diduga menerima sejumlah pemberian baik dalam bentuk uang maupun barang dari pihak swasta. Hal ini tentunya berkaitan dengan jabatan dan wewenang sebagai pejabat Jiwasraya.
Sementara itu, pihak swasta menjadi terdakwa diduga mendapatkan keuntungan jauh lebih besar dengan modus goreng menggoreng saham dan manipulasi di pasar modal. Secara keseluruhan aksi dugaan pidana korupsi ini membuat Jiwasraya rugi Rp 16,8 triliun.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dituntut Bui Seumur Hidup, Terdakwa Jiwasraya Ajukan Pleidoi