Ekonomi Bisa Pulih dari Resesi, Tapi Ingat Pesan Sri Mulyani!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 September 2020 06:21
Pabrik Mobil VW
Ilustrasi Pabrik Mobil (REUTERS/Fabian Bimmer)

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah pusaran kabar buruk di bidang ekonomi seperti ancaman resesi dan depresi akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), ternyata masih ada berita baik. Di luar dugaan, aktivitas manufaktur di sejumlah negara diperkirakan membaik pada bulan ini.

IHS Markit merilis data pembacaan awal atau flash reading Purchasing Managers' Index (PMI) untuk sejumlah negara periode September 2020. Ternyata hampir seluruhnya mencatatkan kenaikan.

Jerman menjadi negara yang paling impresif. IHS Markit memperkirakan PMI manufaktur Negeri Panser pada September adalah 56,6, naik dibandingkan sebulan sebelumnya yaitu 52,2. Angka 56,5 adalah yang tertinggi dalam 26 bulan terakhir!

"Sektor manufaktur Jerman melanjutkan peningkatan. Ini didorong oleh perbaikan permintaan ekspor sehingga meningkatkan produksi perusahaan dan menekan laju pengurangan pegawai," sebut Phil Smith, Associate Director IHS Markit, seperti dikutip dari siaran tertulis.

Inggris menjadi satu-satunya negara yang sepertinya mengalami penurunan PMI manufaktur. Pada September, PMI manufaktur Negeri John Bull diperkirakan berada di 54.3. Turun tipis dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 55,2.

Namun perlu dicatat bahwa PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau masih di atas 50, berarti industriawan sedang dalam fase ekspansi, tidak lagi 'tiarap'.

"Dampak pembatasan sosial akibat pandemi virus corona masih mencekik perekonomian Inggris. Namun perusahaan manufaktur bernasib lebih baik karena operasional terus meningkat seiring para karyawan yang kembali bekerja. Permintaan ekspor pun meningkat dan mencatatkan pertumbuhan tertinggi sejak Februari 2018, terutama dari Asia Timur dan sejumlah negara Eropa," sebut Duncan Brock, Group Director CIPS, seperti dikutip dari siaran tertulis.

Perkembangan ini tentu membawa angin segar. Sektor manufaktur yang mulai pulih diharapkan dapat mengangkat ekonomi secara keseluruhan dari jurang resesi. Jika laju pemulihan sektor manufaktur bisa terjaga, maka resesi tidak akan 'naik kelas' menjadi depresi.

Nah, ini dia masalahnya. Tidak ada yang bisa menjamin apakah sektor manufaktur bisa mempertahankan kinerja yang sudah bagus tersebut.

Pasalnya, ada kecenderungan kasus corona kembali mengalami lonjakan, terutama di Eropa. Ini membuat sejumlah negara kembali mengetatkan pembatasan sosial, meski dalam lingkup yang lebih kecil dibandingkan beberapa bulan lalu.

Madrid, ibu kota Spanyol, membatasi aktivitas masyarakat di sejumlah distrik yang mencatatkan kenaikan jumlah pasien signifikan. "Akses ke taman akan ditutup, dan tidak boleh berkumpul lebih dari enam orang. Kita masih menghindari penerapan karantina wilayah (lockdown) agar tidak menyebabkan bencana ekonomi," kata Isabel Diaz-Ayuso, Presiden Wilayah Madrid, seperti dikutip dari Reuters.

Di Prancis, Kota Nice mulai melarang warga berkumpul lebih dari 10 orang pada pekan ini. Sebelumnya, Kota Marseille dan Bordeaux menerapkan kebijakan serupa.

Sementara di Denmark, Perdana Menteri Mette Frederiksen membatasi perkumpulan massa dari awalnya 100 orang menjadi maksimal 50 orang. Restoran dan bar di negara asal kelompok musik Michael Learns to Rock itu wajib tutup lebih awal.

Lalu di Inggris, Perdana Menteri Boris Johnson mengumumkan kebijakan pembatasan sosial yang lebih ketat. Selama enam bulan ke depan, Johnson memerintahkan bar dan restoran tutup lebih awal, tidak boleh melayani makan-minum di tempat. Warga sebisa mungkin bekerja dari rumah. Warga yang terpaksa keluar rumah wajib memakai masker, pelanggar akan dikenakan denda GBP 200 (Rp 3,8 juta).

Kemudian acara resepsi pernikahan hanya boleh dihadiri oleh maksimal 15 orang. Pertandingan olahraga yang dilangsungkan di tempat tertutup wajib mematuhi aturanrule of six (larangan berkumpul lebih dari enam orang). Terakhir, rencana untuk mengizinkan penonton datang ke stadion ditunda.

"Optimisme dunia usaha akan tergantung apakah infeksi virus corona bisa diturunkan, yang sepertinya jauh dari kata terjamin dalam beberapa bulan ke depan. Dikhawatirkan ini akan terbawa ke kuartal IV-2020 sehingga membuat ekonomi kembali tergelincir ke jurang resesi," kata Chris Williamson, Chief Business Economist IHS Markit, seperti dikutip dari siaran tertulis.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga pernah memberi wanti-wanti terkait PMI. Boleh saja PMI naik dan berada di atas 50. Namun ketidakpastian masih sangat tinggi.

"Walau PMI Indonesia di atas 50, kita masih harus berhati-hati melihat perkembangan ekonomi pada kuartal III dan kuartal IV," ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita Edisi September 2020 belum lama ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular