Internasional

Ada Kabar (Agak) Baik, China Mau Damai dengan ASEAN soal LCS

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
10 September 2020 11:49
A steward carries a glass of water as he walks past the ASEAN logo during the ASEAN Business and Investment Summit (ABIS), a parallel event to the ASEAN summit in Nonthaburi, Thailand, Saturday, Nov. 2, 2019. (AP Photo/Aijaz Rahi)
Foto: ASEAN AP/Aijaz Rahi

Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar baik datang dari Laut China Selatan (LCS). Di mana China dan ASEAN kini hendak membahas kode etik untuk menghindari bentrokan di kawasan tersebut.

Dalam pertemuan secara online dengan para Menteri Luar Negeri ASEAN, China mengatakan negaranya ingin menyelesaikan pembentukan kode etik atau code of conduct soal Laut China Selatan. Tujuannya adalah demi menghindari bentrokan di kawasan yang diperebutkannya dengan sejumlah negara tersebut.

"China harus menyelesaikan kode etik dengan negara-negara ASEAN secepat mungkin untuk menciptakan seperangkat aturan yang mencerminkan karakteristik kawasan itu," kata Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, dikutip Kamis (10/9/2020).

Pembicaraan tentang kode etik yang diselenggarakan oleh Vietnam juga digelar di tengah-tengah memanasnya hubungan antara Amerika Serikat (AS) dengan China di kawasan yang merupakan jalur penting bagi perdagangan internasional itu.

Menanggapi ini, pengamat mengatakan bahwa langkah China yang mencoba meredakan ketegangan dengan 10 anggota ASEAN soal Laut China Selatan, bisa jadi upaya China untuk mengurangi pengaruh AS atas perairan tersebut, sebagaimana dilaporkan Bangkok Post, Kamis (10/9/2020).

Sebelumnya China memiliki perselisihan dengan setidaknya empat anggota ASEAN soal klaim territorial di Laut China Selatan, yaitu dengan Brunei, Malaysia, Filipina dan Vietnam, serta dengan Taiwan, wilayah yang diakuinya sebagai provinsi.

Untuk menyelesaikan perselisihan tersebut, China dan negara-negara ASEAN telah sejak lama membahas soal kode etik. Di mana pada 2002, semua pihak telah sepakat soal pembentukan seperangkat pedoman yang dikenal sebagai Deklarasi Perilaku Para Pihak di Laut China Selatan.

Deklarasi yang dibuat pada November 2002 ini bertujuan untuk mempromosikan lingkungan yang damai, bersahabat dan harmonis di Laut China Selatan untuk meningkatkan stabilitas, pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran di kawasan.

Pada pertemuan antara China dan ASEAN pada tahun 2018, Perdana Menteri China Li Keqiang mengusulkan bahwa kode tersebut harus diselesaikan pada tahun 2021.

Namun selama proses pembentukan, China terus memperluas klaimnya di kawasan, hingga membangun pulau-pulau buatan dengan infrastruktur militer. Langkah itu tidak hanya menarik amarah dari negara-negara yang memperebutkan kawasan, tapi juga AS, yang memiliki militer terbesar di dunia.

AS menganggap langkah China itu bisa membahayakan kawasan, dan atas dasar itu AS telah meningkatkan kehadirannya di perairan. Pada Juli, AS bahkan dengan tegas menyebut klaim China melanggar hukum internasional.

Namun, kegiatan AS itu justru membuat China marah. Hingga kini kedua negara terus saling memperkuat posisi militer mereka di perairan, memicu ketakutan di antara negara-negara kawasan akan terjadinya perang senjata.

Sebelumnya pada Selasa, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi memperingatkan AS dan China untuk tidak melibatkan RI dan negara ASEAN lainnya dalam persaingan mereka di Laut China Selatan.

Hal itu disampaikan Retno dalam sebuah wawancara dengan Reuters menjelang serangkaian pertemuan penting para menteri luar negeri regional minggu ini. Retno juga mengatakan ASEAN harus tetap netral dan bersatu.

"Kami tidak ingin terjebak oleh persaingan ini," kata Retno.

"ASEAN, Indonesia, ingin menunjukkan kepada semua bahwa kami siap menjadi mitra," tambah Retno. "Kami tidak ingin terjebak oleh persaingan ini."

ASEAN terdiri dari Indonesia, Vietnam, Filipina, Malaysia, Singapura, Thailand, Myanmar, Kamboja, Laos, dan Brunei.


(res/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Klaim Ditentang AS di Laut China Selatan, China: Provokator

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular