Internasional

Jreng! Welcome Back Perang Dagang AS-China

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
10 September 2020 07:51
INFOGRAFIS, Damai Perang Dagang As-China Berujung Kebuntuan
Foto: Infografis/Perang Dagang AS-China/Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang dagang dua negara penguasa ekonomi global belum berakhir. Episode baru bahkan sepertinya akan dimulai.

Meski ada perjanjian fase I damai dagang yang ditandatangani Januari, serangan baru terhadap komoditas China kini dilancarkan lagi oleh AS. Kali ini Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP) AS akan memblokir impor kapas dan produk tomat dari wilayah Xinjiang di China barat.

Bukan hanya itu, produk turunannya termasuk benang kapas, tekstil, pakaian jadi, serta pasta tomat, dan produk lain juga akan dilarang masuk. Ini dilakukan karena tudingan produk tersebut diproduksi dengan kerja paksa yang dilakukan China ke Muslim Uighur di provinsi itu.



Aturan itu awalnya berlaku 8 September lalu. Namun kini diundur ke pekan depan.

Juru Bicara CBP mengatakan bahwa aturan ini disebut "Perintah Pembebasan Penahanan". Di AS mungkin menahan pengiriman dengan dalih UU memerangi perdagangan manusia, pekerja anak, dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya.

FILE.- In this Monday, Dec. 3, 2018, file photo, a guard tower and barbed wire fences are seen around a facility in the Kunshan Industrial Park in Artux in western China's Xinjiang region. This is one of a growing number of internment camps in the Xinjiang region, where by some estimates 1 million Muslims are detained, forced to give up their language and their religion and subject to political indoctrination. Highly confidential blueprint documents leaked to a consortium of news organizations lay out the Chinese government's deliberate strategy to lock up ethnic minorities to rewire their thoughts and even the language they speak.(AP Photo/File)Foto: Penampakan Artux City Vocational Skills Education Training Service Center di Xianjing, China pada 3 Desember 2018 (AP Photo/File)
FILE.- In this Monday, Dec. 3, 2018, file photo, a guard tower and barbed wire fences are seen around a facility in the Kunshan Industrial Park in Artux in western China's Xinjiang region. This is one of a growing number of internment camps in the Xinjiang region, where by some estimates 1 million Muslims are detained, forced to give up their language and their religion and subject to political indoctrination. Highly confidential blueprint documents leaked to a consortium of news organizations lay out the Chinese government's deliberate strategy to lock up ethnic minorities to rewire their thoughts and even the language they speak.(AP Photo/File)


Sebelumnya pemerintahan Trump meningkatkan tekanan pada China atas perlakuannya terhadap Muslim Uighur Xinjiang. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan memiliki laporan yang dapat dipercaya bahwa 1 juta Muslim telah ditahan di beberapa kamp di wilayah tersebut, tempat mereka disebut China bekerja.

China menyangkal penganiayaan terhadap Muslim Uighur dan mengatakan beberapa kamp itu adalah pusat pelatihan kejuruan. Menurut China itu diperlukan negara tersebut untuk melawan ekstremisme.



"Kami memiliki bukti ... Bahwa ada risiko kerja paksa dalam rantai pasokan yang terkait dengan tekstil kapas dan tomat yang keluar dari Xinjiang. Kami akan terus melakukan penyelidikan kami untuk mengisi celah tersebut," kata Asisten Komisaris Eksekutif CBP, Brenda Smith kepada Reuters, dikutip Rabu (9/9/2020).


Undang-undang AS mewajibkan badan tersebut untuk menahan pengiriman jika ada dugaan kerja paksa. Walaupun itu dari organisasi non-pemerintah.

Larangan itu bisa berdampak luas bagi pengecer dan produsen pakaian jadi AS, serta produsen makanan.

China memproduksi sekitar 20% kapas dunia dan sebagian besar berasal dari Xinjiang.

Pada Maret, anggota parlemen AS mengusulkan undang-undang yang secara efektif akan mengasumsikan bahwa semua barang yang diproduksi di Xinjiang dibuat dengan kerja paksa. Bahkan memerlukan sertifikasi bila ingin lolos masuk AS.



Pada Juli, Washington mengeluarkan peringatan yang mengatakan perusahaan yang berbisnis di Xinjiang menggunakan tenaga kerja dari wilayah itu dapat terkena risiko reputasi, ekonomi, dan hukum.



Departemen Luar Negeri juga mengatakan telah mengirim surat ke perusahaan-perusahaan Amerika terkemuka termasuk Walmart Inc, Apple Inc, dan Amazon.com Inc yang memperingatkan mereka atas risiko yang dihadapi dari mempertahankan rantai pasokan terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Xinjiang.


Dalam draf pengumuman yang dilihat oleh Reuters, CBP mengatakan telah mengidentifikasi indikator kerja paksa yang melibatkan rantai pasokan kapas, tekstil dan tomat. Termasuk jeratan utang, pergerakan tidak bebas, isolasi, intimidasi dan ancaman, pemotongan upah,kondisi kerja dan kehidupan yang kejam.

Decouple AS-China

Sebelumnya, dalam kampanye Presiden AS, Trump kembali mengangkat gagasan untuk memisahkan ekonomi (decoupling) AS dan China.

Ini dilakukan agar AS tidak kehilangan uang jika dua negara ekonomi terbesar di dunia tidak lagi melakukan bisnis.

"Jadi ketika Anda menyebut kata decouple, itu adalah kata yang menarik," kata Trump pada konferensi pers Hari Buruh di Gedung Putih, Senin (8/9/2020).

"Kami kehilangan miliaran dolar dan jika kami tidak berbisnis dengan mereka, kami tidak akan kehilangan miliaran dolar. Itu disebut decoupling, jadi Anda akan mulai memikirkannya."

Gagasan ini muncul menjelang pemilihan presiden pada 3 November mendatang. Trump sebelumnya sempat memuji hubungan persahabatan dengan Presiden China Xi Jinping, meskipun dalam kampanyenya, ia akan bersikap keras terhadap China jika kembali terpilih.

Trump juga menuduh lawannya dari Partai Demokrat, Joe Biden, yang akan bersikap lunak terhadap China jika nantinya terpilih.

"Jika Biden menang, China menang, karena China akan menguasai negara ini," kata Trump.

Gagasan ini sebenarnya juga sudah digodok administrasi Trump. Beberapa perusahaan sudah di warning untuk meninggalkan manufakturnya di China.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Awas Perang Dagang Bangkit, Ini Ancaman Baru Trump ke China

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular