
Panas di Laut China Selatan Terkait Pemilu AS, Kok Bisa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pakar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana memperingatkan bahwa ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dengan China di Laut China Selatan masih akan terus berlanjut.
Ketegangan yang telah meningkat di masa pandemi Covid-19 itu setidaknya akan berlangsung sampai pemilihan umum presiden di AS digelar pada November mendatang, katanya dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Selasa (28/7/2020).
"Yang sebenarnya adalah Trump sekarang ini akan menghadapi Pemilu November 2020 ini dan Trump mungkin ingin memberikan persepsi pada publik di Amerika Serikat bahwa dia melihat China sebagai common enemy antara presiden dengan rakyatnya, dan dia sudah mengatakan soal Covid-19 yang berasal dari Wuhan," ujarnya.
"Lalu kemudian sekarang dia ingin mengatakan bahwa China telah memanfaatkan situasi Covid-19 ini dengan menghaki wilayah-wilayah kedaulatan yang diklaim oleh banyak pihak, seperti itu... Jadi mungkin itu intensi dari Amerika Serikat."
Lebih lanjut, Hikmahanto menyebut bahwa ketegangan itu nampaknya akan semakin meningkat. Sebab baik China maupun AS sama-sama tidak mau mengalah.
"Kelihatannya China, China tidak mau mundur. Kenapa? China merasa bahwa dengan kekuatan ekonomi yang ada dan kekuatan militer yang ada, seolah-olah dia bilang saya tidak akan takut dengan gertakan dari Amerika Serikat sehingga dia pun melakukan latihan militer di sana, seperti itu," katanya.
Sebagaimana diketahui, China dan AS telah saling menguatkan kehadiran di Laut China Selatan. Kedua negara kerap kali melakukan latihan militer di wilayah yang menjadi rebutan banyak negara itu. Aksi AS-China itu bahkan dikhawatirkan akan memicu lahirnya perang senjata.
Namun menurut Hikmahanto hal itu nampaknya tidak akan terjadi. Meski ia mengakui jika ketegangan kedua negara di kawasan akan berlangsung lama. Apalagi jika Presiden Donald Trump kembali memenangkan pemilu dan menjabat sebagai presiden AS lagi.
"Kalau saja Pilpres nanti itu yang keluar sebagai pemenang bukan Trump, tentu akan reda. Tetapi kalau Trump, tentu masih akan terus berlangsung karena Trump agak berbeda dengan banyak presiden," katanya.
"Meskipun dari partai Republik, dia sangat ingin memberikan signal kepada dunia terutama kepada China bahwa Amerika lah masih yang menguasai dunia. Sehingga dia tidak akan mentolerir tindakan-tindakan suatu negara yang seolah-olah bisa mengungguli Amerika Serikat."
(res)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Klaim Ditentang AS di Laut China Selatan, China: Provokator
