Internasional

Bukan China, AS Pemicu Ketegangan di Laut China Selatan

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
28 July 2020 16:38
Kapal Perang Amerika di Laut China Timur (Twitter @USNavy)
Foto: Kapal Perang Amerika di Laut China Timur (Twitter @USNavy)

Jakarta, CNBC IndonesiaAmerika Serikat (AS) dan China telah terlibat ketegangan di Laut China Selatan dalam beberapa bulan terakhir. Itu terjadi pasca kapal militer kedua negara saling mengukuhkan kehadiran di perairan yang disengketakan banyak negara itu.

AS telah berulang kali menyatakan kehadirannya di kawasan adalah guna menjaga perdamaian dan kebebasan perairan yang menjadi jalur perdagangan penting dunia itu. Di sisi lain, China telah terus memperluas klaimnya atas berbagai wilayah di perairan itu.

Klaim ini telah dianggap ilegal oleh AS. Dan, menjadi salah satu alasannya mengintensifkan patroli di Laut China Selatan.

Lalu, siapa sebenarnya yang memicu peningkatan ketegangan di wilayah ini?

Menurut Pakar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, pihak yang telah memicu ketegangan meningkat adalah AS. Sebab menurutnya, perselisihan di kawasan lebih baik diselesaikan oleh negara-negara yang terlibat perebutan kawasan dengan China.

"Jadi, saya melihat memang ada pergerakan seperti ini dan alasannya memang dipicu oleh AS di mana AS menggunakan alasan bahwa dia ingin membela negara-negara terutama di ASEAN yang punya masalah sengketa kedaulatan atau berdaulat dengan China." katanya kepada CNBC Indonesia, Selasa (28/7/2020).

"Tetapi kita perlu pahami bahwa tidak semua negara ASEAN mempunyai sengketa dengan China. Yang punya sengketa adalah Filipina, Malaysia, kemudian juga Brunei dan Vietnam."

Lebih lanjut, Hikmahanto mengatakan bahwa apa yang dilakukan militer AS nampaknya memiliki hubungan dengan politik AS. Di mana pada November mendatang Presiden Donald Trump akan kembali mengikuti pemilihan umum.

Menurut Hikmahanto, Trump sengaja mengirim angkatan lautnya ke kawasan untuk menarik perhatian China dan dunia, demi menunjukkan bahwa AS masih menjadi negara yang berkuasa dan paling kuat.

"Amerika Serikat selalu mengatakan bahwa kehadiran Amerika Serikat di sana melakukan latihan perang adalah dalam rangka membantu negara-negara ASEAN. Yang sebenarnya adalah Trump sekarang ini akan menghadapi Pemilu November 2020 ini dan Trump mungkin ingin memberikan persepsi pada publik di Amerika Serikat bahwa dia melihat China sebagai common enemy antara Presiden dengan rakyatnya, dan dia sudah mengatakan soal Covid-19 yang berasal dari Wuhan," jelasnya.

"Lalu kemudian sekarang dia ingin mengatakan bahwa China telah memanfaatkan situasi Covid-19 ini dengan menghaki wilayah-wilayah kedaulatan yang diklaim oleh banyak pihak, seperti itu."

Hikmahanto pun menyebut hubungan tegang antara kedua ekonomi terbesar di dunia itu akan berlangsung sampai pemilu tiba.

"Kalau saja Pilpres nanti itu yang keluar sebagai pemenang bukan Trump, tentu akan reda. Tetapi kalau Trump, tentu masih akan terus berlangsung karena Trump agak berbeda dengan banyak presiden.

"Meskipun dari partai Republik, dia sangat ingin memberikan signal kepada dunia terutama kepada China bahwa Amerika lah masih yang menguasai dunia. Sehingga dia tidak akan mentolerir tindakan-tindakan suatu negara yang seolah-olah bisa mengungguli Amerika Serikat."


(res)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Trump Turun Gunung, Bakal Sanksi China di Laut China Selatan?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular