Korupsi dan Pungli, Bikin Investor Ngeri-Ngeri Sedap Masuk RI

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
08 September 2020 19:15
Suasana gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tertutup kain hitam di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (10/9/2019). (CNBC Indonesia/Andrean Krisianto)
Foto: Suasana gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tertutup kain hitam di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (10/9/2019). (CNBC Indonesia/Andrean Krisianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Kemudahan Berusaha (Ease of Doing Business/EODB) Indonesia di tahun selama dua tahun berturut-turut sejak 2019-2020 berada di peringkat 73. Berbagai hambatan di dalam negeri memang diakui pemerintah mendatangkan investor.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, hal yang berkaitan dengan kemudahan bergantung pada aspek regulasi, tenaga kerja, dan tanah.

Kendati demikian, ada satu hal lagi yang membuat investor enggan untuk berinvestasi di Indonesia, yakni karena tingginya angka korupsi dan pungli di Indonesia, yang terlihat dari Indeks Persepsi Korupsi.

"Persepsi korupsi di negara kita juga masih terlalu tinggi. Kita di urutan 85 dari 180 negara," jelas Bahlil dalam konferensi virtual, Selasa (8/9/2020).

Menurut Bahlil, korupsi tersebut harus dihilangkan agar daya saing Indonesia dibandingkan negara lain bisa meningkat. Persepsi korupsi yang tinggi, menurut Bahlil berdampak pada ICOR Indonesia yang tinggi.

Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia kalah dari negara lain. ICOR merupakan parameter ekonomi makro yang menggambarkan rasio investasi kapital/modal terhadap hasil yang diperoleh (output), dengan menggunakan investasi. Semakin tinggi ICOR, menunjukkan inefisiensi suatu negara untuk berinvestasi.

ICOR Indonesia saat ini berada di angka 6,6, kalah dari Thailand yang berada di angka 4,4. Sedangkan Malaysia 4,5, Vietnam 4,6, dan Filipina 3,7.

"Saya pikir sudah harus kita hentikan cara-cara ini karena pasti akan membuat nilai ICOR kita juga yang tidak terlalu positif," jelasnya.

Bahlil mengklaim, melalui Omnibus Law Cipta Kerja, menjadi kunci untuk mencegah praktik korupsi di Indonesia. Karena, omnibus law cipta kerja bertujuan untuk membenahi aturan yang selama ini tumpang tindih dan membuat korupsi merajalela.

Ia mencontohkan saat ini yang berhak mengeluarkan izin lokasi adalah kepala daerah dan tidak ada jangka waktunya.
Sementara dengan undang-undang Omnibus Law, daerah tetap boleh mengeluarkan izin lokasi tetapi Presiden bisa memberi batas waktu. Jika dalam jangka waktu tertentu tidak bisa diselesaikan maka akan ditarik ke pusat.

"Kenapa ini ditarik Presiden? itu kan pasal 163. Pasal 164-nya, Presiden mengembalikan izin itu kepada daerah, kementerian dan lembaga dengan PP agar mereka dikembalikan tapi disertai dengan norma standar NSPK (Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria)," ujarnya.

Selain itu, Bahlil mengungkapkan pungli sudah bersemayam sejak lama di Tanah Air, bahkan saat era VOC berjaya berabad lalu. Menurut Bahlil menghapus pungli di Indonesia butuh waktu dan tidak mudah.

"Sejak ada VOC, barang ini [pungli] sudah ada," kata Bahlil.

Apakah melalui Omnibus Law Cipta Kerja akan bisa hilang pungli di Indonesia?

"Kalau menghapuskan pungli, kita butuh mendalam lagi. Tapi minimal dengan undang-undang [Omnibus Law Cipta Kerja] memperkecil ruang itu," jelas Bahlil.

"Kita punya tugas dengan memperkecil ruang ini. Maksimal kita bisa menghilangkan. Untuk menghilangkan memang harus melalui regulasi. Insya Allah ke depan, pungli bisa diselesaikan dengan baik, kita ingin agar generasi ke depan yang lebih baik," katanya.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Adu Investasi di ASEAN, Ternyata Pungli di RI Paling Besar

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular