
Sedih, RI Dapat Ponten D dari Oxford Soal Penanganan Corona!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) menjadi ujian bagi pemerintah di seluruh negara. Tanpa bekal pengetahuan apa-apa, karena pandemi global kali terakhir terjadi pada awal 1900-an, dunia dipaksa berhadapan dengan virus yang mengancam nyawa.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, jumlah pasien positif corona di seluruh negara per 26 Juli 2020 adalah 15.785.641 orang. Bertambah 200.625 orang (1,31%) dibandingkan sehari sebelumnya.
Sejak 16 Juli, belum pernah tambahan pasien baru di bawah 100.000 orang per hari. Bahkan pada 20 Juli ada tambahan pasien baru sebanyak 305.682 orang dalam sehari, rekor tertinggi sejak WHO melaporkan kasus corona pada 20 Januari.
Penyebaran virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini adalah tragedi kesehatan dan kemanusiaan. Belasan juta orang di dunia jatuh sakit, dan 640.016 orang di antaranya kehilangan nyawa.
Namun pagebluk ini menjelma menjadi krisis ekonomi karena upaya penanggulangannya. Demi mempersempit ruang gerak penyebaran virus corona, pemerintahan di berbagai negara memberlakukan kebijakan pembatasan sosial (social distancing).
Aktivitas warga dibatasi karena memang virus akan lebih mudah menyebar seiring peningkatan intensitas kontak dan interaksi antar-manusia. Sebisa mungkin warga berjarak satu dengan lainnya, sentuhan manusia dan sifat sebagai makhluk sosial dipendam.
Pembatasan sosial berarti meminimalkan kemungkinan terjadinya kerumunan manusia. Oleh karena itu, aktivitas belajar-mengajar, bekerja di kantor, makan di restoran, sampai nongkrong di mal pun dibatasi. Selamat tinggal kehidupan yang dulu, selamat datang hidup normal yang baru (new normal).
Perubahan perilaku manusia yang drastis ini tentu mempengaruhi roda perekonomian. Kegiatan masyarakat yang dibatasi membuat laju ekonomi menjadi ikut terbatas, bahkan ada yang nyaris berhenti.
Akibatnya, output ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) dunia mengkerut. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan PDB dunia tahun ini mengalami kontraksi alias tumbuh negatif -4,9%. Jauh dibandingkan 2019 yang masih mampu tumbuh 2,9%.
Dalam lingkungan seperti inilah para pemimpin dunia digembleng. Dunia dihadapkan kepada tiga krisis sekaligus yaitu kesehatan, kemanusiaan, dan ekonomi. Kehebatan para pemimpin diuji, mereka yang mampu bertahan dan berhasil memandu negara dan rakyatnya keluar dari krisis ini mungkin akan diangkat menjadi manusia setengah dewa.