Sedih, RI Dapat Ponten D dari Oxford Soal Penanganan Corona!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 July 2020 13:17
Tukang Cukur dengan APD Lengkap demi memotong penularan virus Covid-19 (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Tukang Cukur dengan APD Lengkap demi memotong penularan virus Covid-19 (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) menjadi ujian bagi pemerintah di seluruh negara. Tanpa bekal pengetahuan apa-apa, karena pandemi global kali terakhir terjadi pada awal 1900-an, dunia dipaksa berhadapan dengan virus yang mengancam nyawa.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, jumlah pasien positif corona di seluruh negara per 26 Juli 2020 adalah 15.785.641 orang. Bertambah 200.625 orang (1,31%) dibandingkan sehari sebelumnya.

Sejak 16 Juli, belum pernah tambahan pasien baru di bawah 100.000 orang per hari. Bahkan pada 20 Juli ada tambahan pasien baru sebanyak 305.682 orang dalam sehari, rekor tertinggi sejak WHO melaporkan kasus corona pada 20 Januari.

Penyebaran virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini adalah tragedi kesehatan dan kemanusiaan. Belasan juta orang di dunia jatuh sakit, dan 640.016 orang di antaranya kehilangan nyawa.

Namun pagebluk ini menjelma menjadi krisis ekonomi karena upaya penanggulangannya. Demi mempersempit ruang gerak penyebaran virus corona, pemerintahan di berbagai negara memberlakukan kebijakan pembatasan sosial (social distancing).

Aktivitas warga dibatasi karena memang virus akan lebih mudah menyebar seiring peningkatan intensitas kontak dan interaksi antar-manusia. Sebisa mungkin warga berjarak satu dengan lainnya, sentuhan manusia dan sifat sebagai makhluk sosial dipendam.

Pembatasan sosial berarti meminimalkan kemungkinan terjadinya kerumunan manusia. Oleh karena itu, aktivitas belajar-mengajar, bekerja di kantor, makan di restoran, sampai nongkrong di mal pun dibatasi. Selamat tinggal kehidupan yang dulu, selamat datang hidup normal yang baru (new normal).

Perubahan perilaku manusia yang drastis ini tentu mempengaruhi roda perekonomian. Kegiatan masyarakat yang dibatasi membuat laju ekonomi menjadi ikut terbatas, bahkan ada yang nyaris berhenti.

Akibatnya, output ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) dunia mengkerut. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan PDB dunia tahun ini mengalami kontraksi alias tumbuh negatif -4,9%. Jauh dibandingkan 2019 yang masih mampu tumbuh 2,9%.

Dalam lingkungan seperti inilah para pemimpin dunia digembleng. Dunia dihadapkan kepada tiga krisis sekaligus yaitu kesehatan, kemanusiaan, dan ekonomi. Kehebatan para pemimpin diuji, mereka yang mampu bertahan dan berhasil memandu negara dan rakyatnya keluar dari krisis ini mungkin akan diangkat menjadi manusia setengah dewa.

Nah, Universitas Oxford di Inggris mencoba mengukur sejauh mana ketanggapan pemerintah di berbagai negara dalam mengatasi krisis corona. Oxford membuat indeks yang memuat angka 0-100, semakin tinggi angkanya maka kian baik kinerja penanganan pemerintah.

"Kami senang bahwa hasil kerja ini berguna bagi para pengambil kebijakan, profesional, akademisi, dan seluruh warga untuk memahami bagaimana perkembangan respons pemerintah. Kami terus memperluas indeks ini untuk menampung berbagai perkembangan yang ada sekaligus mengevaluasi indikator mana yang dibutuhkan dan yang tidak," kata Thomas Hale, Associate Professor di Oxford, seperti dari siaran tertulis.

Sebenarnya ada empat indeks utama yang disusun oleh Oxford yaitu respons pemerintah secara umum (Overall Government Response Index), upaya penanggulangan dan kesehatan (Containment and Health Index), penegakan social distancing (Stringency Index), dan dukungan ekonomi (Economic Support Index). Namun baru tiga yang disebut di awal yang sudah menyertakan Indonesia, indeks keempat belum ada.

Bagaimana kinerja pemerintah Indonesia secara umum dalam upaya penanganan krisis corona? Oxford memberi nilai indeks 43,91. Dalam skala 0-100, nilai di bawah 50 berarti masih kurang. Nilainya D.

Di antara negara-negara ASEAN-6, skor Indonesia menjadi yang terendah. Sedangkan di level ASEAN, Indonesia hanya lebih baik dari Laos. Bahkan nilai Indonesia kalah dari Kamboja.

Kemudian dalam hal penanggulangan dan kesehatan, Indonesia mendapat skor 51,89. Sudah di atas 50, tetapi belum bisa disebut cukup apalagi bagus. Masih dapat ponten C-.

Lagi-lagi Indonesia berada di peringkat terbawah di antara negara-negara ASEAN-6. Kalau melihat ASEAN secara keseluruhan, kinerja Myanmar bahkan jauh lebih baik ketimbang Indonesia.

Lalu soal konsistensi penerapan social distancing, Indonesia diganjar angka 54,17. Namun indeks ini berbeda dengan dua sebelumnya, hanya menentukan seberapa ketat pemerintah membatasi aktivitas rakyat. Semakin ketat maka angkanya semakin tinggi.

Stringency Index hanya memotret kondisi di lapangan, tidak memberikan penilaian. Selain itu, ketika suatu negara mulai melonggarkan social distancing dan menerapkan new normal, maka otomatis indeksnya pasti turun.

Jadi kalau dilihat secara umum, maka apa yang dilakukan pemerintah masih belum optimal. Indonesia masih punya kesempatan untuk melakukan perbaikan. Ini menjadi sangat penting karena kebijakan pemerintah bisa mempengaruhi hidup ratusan juta rakyat Indonesia.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular