
Prospek Ekonomi Suram, Amerika Bakal Resesi?

Jakarta, CNBC Indonesia -Prospek ekonomi Amerika Serikat (AS) suram dalam sebulan terakhir. Ini akibat banyaknya negara bagian yang memberlakukan kembali penguncian (lockdown) di tengah semakin melonjaknya kasus virus corona (COVID-19).
AS mencatat warga yang terinfeksi Covid-19 mencapai 4 juta kasus. Bahkan pada awal pekan lalu, dalam sehari ada 1000 kematian karena Covid-19.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang keberlangsungan rebound ekonomi baru-baru ini. Termasuk pasar tenaga kerja yang sebelumnya menunjukkan perbaikan.
Menurut hasil jajak pendapat yang dilakukan Reuters pada 13-22 Juli, AS akan mengalami kontraksi 33,8% di kuartal ini secara YoY. Padahal sebelumnya, ekonomi di kuartal ini diperkirakan masih positif 17,8% dan meningkat 6,5% di tiga bulan berikutnya.
"Situasi saat ini menghadirkan dua risiko," kata David Mericle, Kepala Ekonom Goldman Sachs di AS.
"Beberapa negara bagian mungkin perlu menutup lebih banyak aktivitas konsumen untuk mengendalikan virus dan kemacetan dalam proses pembukaan kembali (reopening) dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang pada bisnis dan pasar tenaga kerja."
Goldman sendiri baru-baru ini menurunkan perkiraan pertumbuhan perusahaan untuk kuartal III/Q3 menjadi 25%. Angka itu jauh lebih rendah dari 33% dalam jajak pendapat sebelumnya.
Selain Goldman, beberapa bank lainnya juga melakukan hal serupa. Mereka mengurangi perkiraan Q3 secara berturut-turut dalam beberapa bulan terakhir.
Dalam jajak pendapat terbaru, mayoritas ekonom menurunkan atau tetap membiarkan perkiraan sebelumnya alias tidak berubah dari bulan lalu. Ini berbeda dengan harapan pemulihan oleh pasar.
Untuk skenario terburuk, para ekonom rata-rata menyebut ekonomi AS akan berkontraksi 40,4% pada Q2 ini. Bahkan mereka mengatakan "mungkin" tidak ada pertumbuhan dalam dua kuartal berikutnya.
"Kontraksi 9% pada 2020 dan tidak ada pertumbuhan pada 2021," tulis media itu.
Dari hasil jajak pendapat, didapatkan gambaran juga bahwa, pertumbuhan ekonomi diperkirakan makin lemah tahun depan. Ini lebih buruk dari hasil jajak pendapat media itu Juni lalu.
"Hampir dua pertiga ekonom atau 35 dari 56 yang menjawab pertanyaan tambahan, mengatakan akan membutuhkan dua tahun atau lebih bagi ekonomi AS untuk mencapai tingkat pra-COVID-19," tulis Reuters.
"Yang lain mengatakan hal itu akan berlangsung dalam satu hingga dua tahun, tanpa ada responden yang memperkirakan itu akan memakan waktu kurang dari setahun."
Tidak Bisa Kembali
Sementara itu, menurut Kepala Ekonom Capital Economics Paul Ashworth, ekonomi AS tidak akan bisa segera kembali ke keadaan sebelum Covid-19 melanda. Meski bank sentral negara itu, The Federal Reserve (Fed) akan meluncurkan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan.
Fed diperkirakan akan mempertahankan tingkat suku bunga, Fed Fund Rate (FFR), tidak berubah pada rekor rendah 0-0,25% hingga setidaknya 2023. Prakiraan untuk semua perhitungan inflasi juga hampir tidak berubah dalam jajak pendapat Reuters terbaru.
"Bahkan ketika The Fed mempertahankan sikap kebijakannya yang sangat longgar dan Kongres memberikan dukungan fiskal lebih lanjut, persyaratan jarak sosial yang sedang berlangsung kemungkinan akan menjaga PDB jauh di bawah tren pra-virus dan tingkat pengangguran meningkat selama beberapa tahun mendatang," kata Ashworth.
Lebih lanjut, 59 dari 60 ekonom yang mengikuti polling mengatakan prospek kekuatan pemulihan ekonomi AS tetap sama atau memburuk selama sebulan terakhir.
Hampir 60%, atau 32 dari 56 ekonom, mengatakan risiko pemulihan pekerjaan yang sedang berlangsung berbalik arah pada akhir tahun ini, bahkan bisa diangka sangat tinggi.
"Epidemiolog percaya ada kemungkinan kuat gelombang kedua infeksi pada musim gugur / awal musim dingin. Ini adalah pola khas untuk infeksi pernafasan," kata Ekonom Senior di Deloitte Daniel Bachman.
Bachman memperkirakan akan ada kontraksi baru pada kuartal keempat, yaitu sebesar 9,8%. Ini merupakan pandangan yang paling pesimistis dalam jajak pendapat itu.
"Tidak yakin gelombang kedua akan terjadi - tetapi jika itu terjadi, kami yakin ini dapat menekan aktivitas ekonomi dan membuat pertumbuhan kuartal keempat negatif. Karena analisis epidemiologi memiliki kemungkinan gelombang kedua, kami memasukkannya sebagai asumsi dalam perkiraan dasar kami," katanya.
(res)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Alert! IMF Sebut Ekonomi AS Melambat Sangat Dalam di Q2
