Internasional

Pemulihan Lambat, Ekonomi AS Bakal Resmi Resesi?

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
16 July 2020 06:41
Ski Alpine - Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang 2018 - Slalom Putri - Pusat Alpine Yongpyong - Pyeongchang, Korea Selatan - 14 Februari 2018 - Bendera gelombang A.S. mengepung bendera sebelum Run Slalom Putri 1. REUTERS / Mike Segar
Foto: REUTERS / Mike Segar

Jakarta, CNBC IndonesiaPejabat Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve, mengatakan bahwa pemulihan ekonomi AS akan lebih lambat dari yang diharapkan di tengah lonjakan kasus virus corona baru (Covid-19) di seluruh negeri. Bahkan, serangan gelombang kedua wabah asal Wuhan, China itu bisa membuat kerusakan ekonomi negara itu menjadi lebih dalam lagi.

"Pandemi tetap menjadi pendorong utama dari perjalanan ekonomi. Kabut ketidakpastian yang tebal masih menyelimuti kita, dan risiko penurunan mendominasi," kata Gubernur The Fed Lael Brainard dalam pidatonya di acara virtual yang diselenggarakan oleh Asosiasi Nasional untuk Ekonomi Bisnis, dikutip Kamis (16/7/2020).

Untuk menyiasati perlambatan, dia menyarankan The Fed untuk berkomitmen menyediakan akomodasi berkelanjutan melalui panduan ekonomi masa depan dan pembelian aset skala besar.

Brainard juga mengatakan bahwa dukungan fiskal tambahan akan penting untuk kekuatan pemulihan, terutama di saat putaran pertama program dukungan ekonomi untuk pandemi akan segera berakhir.

Selain itu, Brainard juga memperingatkan bahwa gelombang infeksi kedua yang luas dapat mendorong penurunan aktivitas dan menyalakan kembali volatilitas pasar keuangan.

"Lembaga keuangan non-bank bisa kembali berada di bawah tekanan ... dan beberapa bank mungkin menarik kembali pinjaman jika mereka menghadapi kerugian yang meningkat," kata Brainard.

Sejak Maret, The Fed telah memangkas suku bunga mendekati nol, meningkatkan pembelian aset skala besar dan meluncurkan berbagai program krisis lainnya yang dirancang untuk menopang sistem keuangan AS dan menyalurkan kredit ke rumah tangga dan bisnis.

Virus corona sendiri telah menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi utama di berbagai negara dunia, utamanya AS, yang menjadi negara dengan kasus corona terparah di dunia. Menurut Worldometers, AS per Rabu ini telah memiliki 3.545.257 kasus COVID-19, dengan 139.145 kematian dan 1.600.321 sembuh.

Kasus virus corona AS juga naik gila-gilaan di 46 dari 50 negara bagian minggu lalu dan kematian meningkat secara nasional untuk pertama kalinya sejak pertengahan April, menurut analisis Reuters.

Presiden Richmond Fed, Thomas Barkin, memperingatkan bahwa akibat hal itu pengangguran AS dapat meningkat lagi karena berbagai bisnis berusaha menyesuaikan diri dengan resesi yang kemungkinan akan bertahan lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya. Selain itu, penyesuaian perlu dilakukan karena inisiatif seperti Program Perlindungan Paycheck (PPP) berakhir.

"Sekelompok perusahaan besar dan kecil menyadari ini bukan masalah yang hanya ada untuk dua bulan dan memulai kembali bisnis mereka, kemungkinan membahayakan pertumbuhan pekerjaan yang kuat dalam dua bulan," kata Barkin dalam sambutan webcast kepada Charlotte Rotary Club.

Isu soal pemulihan ekonomi yang lebih lambat pun semakin menghantui karena wabah telah memaksa berbagai negara bagian untuk membatalkan pelonggaran pembatasan atau penguncian (lockdown) untuk menekan penyebaran wabah.

Presiden Fed Philadelphia Patrick Harker, juga mengatakan peningkatan kasus dapat menyebabkan lebih banyak kerusakan pada ekonomi dan kepercayaan konsumen.

Namun, James Bullard, presiden Fed St. Louis, terdengar lebih optimis. Ia mengatakan bahwa ekonomi akan terus tumbuh di paruh kedua tahun ini, tetapi masih dengan kehati-hatian.

"Risiko penurunan sangat besar, dan pelaksanaan yang lebih baik dari kebijakan berbasis risiko akan sangat penting untuk menjaga ekonomi keluar dari depresi," kata Bullard dalam komentarnya kepada Economic Club of New York.

Proyeksi perlambatan pemulihan ekonomi AS itu diungkapkan di saat banyak negara di dunia telah terjerat dalam resesi akibat ekonominya dihantam wabah Covid-19. Salah satu negara yang baru-baru ini terjerat resesi adalah Singapura.

Singapura resmi jatuh ke dalam resesi setelah Kementerian Perdagangan dan Industri (MTI) mengonfirmasi kejatuhan ekonomi di kuartal II-2020 ini.

Secara kuartal ke kuartal (qtq), ekonomi negeri Singa berkontraksi 41,2%. Sementara secara tahunan (YoY), ekonomi minus 12,6%. Ini menjadi angka kuartalan terburuk untuk produk domestik bruto (PDB) negara itu. Bahkan sejak negara itu merdeka sejak 1965.


(res)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Amerika, China yang Harusnya Dikhawatirkan Indonesia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular