Orang RI Lebih Taat Jaga Jarak, Kok Kasus Corona Melonjak?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 July 2020 06:15
Sosialisasi penumpang KRL harus menggunakan pakain lengan panjang akan diberlakukan pekan ini. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Sosialisasi penumpang KRL harus menggunakan pakain lengan panjang akan diberlakukan pekan ini. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Penyebaran virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) di Indonesia masih terjadi. Kurva kasus corona Tanah Air kian jauh dari kata melandai.

Per 22 Juli, jumlah pasien positif corona di Indonesia tercatat 91.751 orang. Bertambah 1.882 orang atau 2,09% dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Secara nominal, tambahan 1.882 orang pasien baru dalam sehari adalah yang terbanyak sejak 9 Juli. Sementara secara persentase, laju pertumbuhan 2,09% menjadi yang tercepat sejak 18 Juli.

Berdasarkan catatan Woridometer, Indonesia kini berada di peringkat 24 dunia dalam hal jumlah kasus corona. Sudah lumayan jauh di atas China di posisi ke-26 dengan jumlah pasien positif corona sebanyak 83.707 orang.

Sedangkan di level negara-negara anggota ASEAN, Indonesia masih menempati posisi teratas. Perbedaan dengan Filipina di posisi kedua cukup signifikan.

Salah satu penyebab meluasnya penyebaran virus corona adalah masyarakat yang tidak disiplin menjaga jarak. Padahal menjaga jarak adalah salah satu kunci utama untuk mempersempit ruang gerak penyebaran virus corona, selain memakai masker dan mencuci tangan.

Untuk melihat kepatuhan masyarakat di suatu negara dalam menjaga jarak, indikator yang bisa digunakan adalah Social Distancing Index keluaran Citi. Angka Social Distancing Index yang semakin jauh dari nol menunjukkan masyarakat kian berjarak, taat protokol kesehatan.

Dalam kasus Indonesia, sebenarnya kesadaran warga +62 untuk menjaga jarak mengalami perbaikan. Per 17 Juli, skor Social Distancing Index Indonesia ada di -19 sedangkan sepekan sebelumnya adalah -18. Semakin jauh dari nol, artinya kepatuhan warga dalam menjaga jarak meningkat.

Lho, masyarakat Indonesia katanya lebih disiplin menjaga jarak? Kok kasus corona malah melonjak?

Pertama, pelaksanaan tes yang kian masif. Kini, Indonesia sudah melakukan uji corona terhadap 1.283.109 spesimen. Ini menjadi yang tertinggi di antara negara-negara ASEAN.

Ke depan, tes akan semakin digenjot mengingat Indonesia masih tertinggal dari negara-negara tetangga. Dengan populasi mencapai lebih dari 273 juta jiwa, baru 4.688 orang per 1 juta penduduk yang sudah diambil sampelnya. Angka ini masih jauh di bawah Singapura, Malaysia, bahkan Filipina.

Semakin banyak tes, maka akan semakin banyak pula kasus yang semula tidak terekspos menjadi muncul ke permukaan. Ini adalah hal yang baik, karena pengidap virus yang penyebarannya bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini bisa mendapatkan penanganan, apakah itu dengan dirawat di fasilitas kesehatan atau karantina mandiri jika tidak menunjukkan gejala.

Kedua, masyarakat Indonesia boleh lebih taat dalam menjaga jarak. Namun dalam hal menggunakan masker, kesadarannya masih kalah dengan negara-negara tetangga.

Berdasarkan survei YouGov, jumlah responden di Indonesia yang mengaku memakai masker saat berada di tempat umum adalah 85%. Lebih rendah ketimbang Singapura (90%) dan Malaysia (86%).

Ketiga, ada kecenderungan Indonesia agak terlalu cepat menerapkan kehidupan normal baru (new normal) usai berbulan-bulan #dirumahaja. Terlihat ada peningkatan jumlah manusia yang signifikan di luar rumah.

Misalnya di tempat kerja. Pada 14 April, jumlah orang di tempat kerja adalah 36% di bawah normal dan pada 17 Juli berubah menjadi 18% di bawah normal.

Bandingkan dengan Singapura. Pada 14 April, kepadatan manusia di tempat kerja tercatat 63% di bawah hari-hari biasa dan pada 17 Juli berubah menjadi 28%. Jumlah kehadiran karyawan lebih rendah ketimbang Indonesia, sehingga risiko penyebaran virus corona juga lebih kecil.

coronaCiti

Belum lama ini, eks Juru Bicara Pemerintah untuk Penangnana Covid-19 Achmad Yurianto mengingatkan bahwa peningkatan kontak dan interaksi antar-manusia di perkantoran menjadi risiko terbesar penyebaran virus corona. Kemungkinan terjadi penumpukan jumlah orang dalam ruangan tertutup.

"Dalam seminggu terakhir, kasus konfirmasi positif lebih banyak kita yakini dari kontak tracing berasal dari aktivitas perkantoran, aktivitas yang biasanya dari rumah sekarang sudah di perkantoran. Batasi kapasitas ruang, sebagian bisa dilakukan di ruangan lain atau melalui daring, agar bisa memastikan ruang terbatas masih bisa memberikan kesempatan untuk menjaga jarak," papar Yurianto.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular