Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah datang kabar baik dari China, kini giliran Amerika Serikat (AS) yang memberi berita bahagia. Data ekonomi terbaru di Negeri Paman Sam menunjukkan bahwa harapan itu nyata, sedikit demi sedikit terjadi pemulihan setelah hantaman keras pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).
Pada pekan yang berakhir 11 Juli 2020, jumlah klaim tunjangan pengangguran AS tercatat 1,3 juta. Turun 10.000 dibandingkan pekan sebelumnya.
Sementara penjualan ritel di Negeri Paman Sam pada Juni 2020 tumbuh 7,5% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/MtM). Lebih tinggi ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters dengan proyeksi pertumbuhan 5%.
Peningkatan penjualan ritel di AS didorong oleh barang-barang tahan lama (durable goods) seperti kendaraan bermotor, perabot rumah tangga, pakaian, perangkat elektronik, alat musik, sampai buku. Penjualan barang non-tahan lama pun melesat, misalnya konsumsi masyarakat di restoran dan bar naik sampai 20%.
Selepas pelonggaran social distancing, masyarakat di Negeri Adidaya sepertinya sudah berani beraktivitas di luar rumah. Buktinya pemesanan barang secara online turun 2,4%, pertanda bahwa orang-orang sudah kembali berbelanja di toko fisik.
Data ini memberi gambaran bahwa ekonomi mulai bergeliat karena masyarakat sudah tidak lagi #dirumahaja. Jika laju seperti ini terus bertahan, bukan tidak mungkin asa pemulihan ekonomi mulai paruh kedua 2020 tetap terjaga.
Sebelumnya, China mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 sebesar 3,2% year-on-year (YoY). Jauh membaik ketimbang kuartal sebelumnya yang terkontraksi (tumbuh negatif) -6,8%.
"Ekonomi China akan melanjutkan fase pemulihan pada semester II-2020, meski pandemi virus corona akan menjadi tantangan. China akan melanjutkan kebijakan ekonomi yang fleksibel," kata Liu Aihua, Juru Bicara Biro Statistik Nasional China, sebagaimana diwartakan Reuters.
Kalau AS dan China, yang merupakan kekuatan ekonomi nomor satu dan dua dunia, bisa bangkit, bagaimana dengan negara-negara lain terutama Indonesia? Apakah sinyal kebangkitan ekonomi juga terpancar di Tanah Air?
Kalau melihat data ]Juni yang dirilis bulan ini, tanda-tanda pemulihan ekonomi Indonesia juga terlihat. Terbaru adalah penjualan mobil yang tercatat 12.623 unit pada Juni 2020. Dibandingkan Juni 2019 memang masih ada penurunan 78,8%, tetapi meroket 255,81% ketimbang Mei 2020.
Kemudian Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa data ekspor-impor menunjukkan perbaikan signifikan. Pada Juni 2020, nilai ekspor Indonesia adalah US$ 12,03 miliar. Naik 2,28 YoY.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor masih terkontraksi -7,765% YoY. Pertumbuhan positif pada Juni sekaligus memutus rantai kontraksi yang sebelumnya terjadi tiga bulan beruntun.
Sementara impor pada Juni 2020 tercatat US$ 10,76 miliar. Masih terkontraksi -6,36% YoY. Walau terkontraksi, tetapi jauh melandai dibandingkan bulan sebelumnya yang ambles sampai 42,2%.
Lalu ada pula penjualan ritel yang membaik. Pada Mei 2020, penjualan ritel yang dicerminkan di Indeks Penjualan Riil (IPR) berada di 198,3. Ambles 20,6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Ini menjadi pencapaian terendah sejak 2008.
Kemudian pada Juni 2020, IPR diperkirakan sebesar 199,9. Masih turun 14,4% secara YoY.
Namun kalau disawang-sawang lagi, ternyata ada kabar baiknya. Secara bulanan, penjualan ritel terpantau mengalami peningkatan.
Pada Mei 2020, IPR berada di 190,7, terendah sejak 2016. Namun pada Mei dan Juni angkanya meningkat. Ini menandakan bahwa terjadi kenaikan aktivitas penjualan ritel setelah mencapai 'kerak neraka'.
Selain itu ada pula data lain seperti Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur, sampai inflasi yang semuanya membawa optimisme. Namun perlu dicatat bahwa perbaikan baru terjadi pada Juni, sedangkan April-Mei adalah periode terberat karena roda ekonomi nasional tidak bergerak akibat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Setelah PSBB dilonggarkan mulai awal Juni, baru ekonomi berputar lagi.
Oleh karena itu, kemungkinan besar ekonomi Indonesia akan mengalami kontraksi pada kuartal II-2020. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kontraksi ekonomi selama April-Juni 2020 bisa mencapai -4,3% dan Bank Indonesia (BI) memperkirakan di kisaran -4%.
Kalau pada kuartal III-2020 ekonomi Ibu Pertiwi minus lagi, maka secara sah dan meyakinkan masuk zona resesi. Seberapa besar peluang Indonesia mengalami resesi?
Dalam proyeksi terbarunya, Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia tidak tumbuh alias stagnan alias 0% pada 2020. Artinya, Indonesia masih berpeluang untuk menghindari resesi.
 Bank Dunia |
Namun, Bank Dunia punya skenario kedua, yaitu ekonomi Indonesia mengalami kontraksi -2% pada 2020 jika resesi global ternyata lebih dalam dan PSBB kembali diketatkan. Dalam skenario moderat, sektor agrikultur diperkirakan terkontraksi -0,6% sementara di skenario berat kontraksinya lebih dalam di -2,1%. Kemudian sektor manufaktur di skenario moderat dan berat diramal terkontraksi masing-masing -2,6% dan -5,3%.
"Ekonomi Indonesia bisa saja memasuki resesi jika pembatasan sosial berlanjut pada kuartal II-2020 dan kuartal IV-2020 dan/atau resesi ekonomi dunia lebih parah dari perkiraan sebelumnya," tulis laporan Indonesia Economic Prospects edisi Juli 2020 yang berjudul The Long Road to Recovery.
Bank Dunia menilai prospek ekonomi Indonesia penuh ketidakpastian. Pasalnya masa depan ekonomi sangat tergantung dari dinamika pandemi virus corona.
"Infeksi virus masih terjadi. Skenario di mana Indonesia mengalami resesi bisa terwujud jika terjadi lonjakan jumlah kasus yang menyebabkan pemerintah kembali menerapkan PSBB yang lebih ketat pada kuartal III dan IV. Ekonomi sulit untuk pulih ke level pra-pandemi sebelum 2021," tulis laporan Bank Dunia.
Oleh karena itu, boleh dibilang resesi atau tidaknya Indonesia ada di tangan kita semua. Apabila seluruh rakyat mengamalkan protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, dan rajin mencuci tangan, maka lonjakan kasus corona bisa diredam.
Jika kasus corona terkendali, maka pemerintah tidak perlu kembali mengetatkan PSBB demi mencegah penularan lebih lanjut. Hasilnya, Indonesia bisa terhindar dari resesi.
Semoga...
TIM RISET CNBC INDONESIA