
Apakah Ekonomi Kuartal III Sengeri Bayangan Jokowi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencemaskan prospek ekonomi Indonesia pada kuartal III-2020. Dengan kondisi kuartal II-2020 yang hampir pasti terjadi kontraksi (pertumbuhan negatif), sekali lagi kontraksi pada kuartal berikutnya maka Indonesia resmi masuk jurang resesi.
"Ini kita kejar-kejaran dengan yang namanya waktu. Jadi sekali lagi, ganti channel dari channel normal ke channel krisis. Kalau ndak, ngeri saya. Terus terang saya ngeri," tutur Jokowi dalam sidang kabinet, Selama pekan ini.
Benarkah kuartal III-2020 bakal seseram itu?
Sebenarnya kalau melihat data ekonomi periode Juni 2020, ada harapan. Rasanya Mei adalah titik nadir, mata badai. Selepas Mei, tampak ada sinyal ekonomi Tanah Air mulai bangkit.
Pertama adalah data penjualan ritel. Pada Mei 2020, penjualan ritel yang dicerminkan di Indeks Penjualan Riil (IPR) berada di 198,3. Ambles 20,6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Ini menjadi pencapaian terendah sejak 2008.
Kemudian pada Juni 2020, IPR diperkirakan sebesar 199,9. Masih turun 14,4% secara YoY.
Kalau melihat angka-angka itu, maka ekonomi Indonesia sepertinya suram. Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) sudah bertransformasi menjadi tragedi sosial-ekonomi, bukan lagi kesehatan dan kemanusiaan.
Namun kalau disawang-sawang lagi, ternyata ada kabar baiknya. Secara bulanan (month-to-month/MtM), penjualan ritel terpantau mengalami peningkatan.
Pada Mei 2020, IPR berada di 190,7, terendah sejak 2016. Namun pada Mei dan Juni angkanya meningkat. Ini menandakan bahwa terjadi kenaikan aktivitas penjualan ritel setelah mencapai 'kerak neraka'.
Kedua adalah data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Pada Juni, Bank Indonesia (BI) melaporkan IKK berada di 83,8. Lagi-lagi belum mencapai level optimistis, tetapi sudah ada peningkatan.
"Membaiknya optimisme konsumen terutama disebabkan oleh menguatnya ekspektasi terhadap perkiraan kondisi ekonomi pada enam bulan mendatang, seiring dengan prakiraan meredanya pandemi Covid-19. Penguatan di sisi ekspektasi terutama ditopang oleh prakiraan ekspektasi kegiatan usaha yang meningkat pada enam bulan mendatang," tulis laporan BI.
Ketiga adalah inflasi. Dunia usaha dan rumah tangga yang semakin pede membuat api inflasi kembali memercik. Pada Juni, inflasi berada di 0,18% MtM, tertinggi sejak Maret.
Ekonomi yang semarak lagi membuat permintaan meningkat, Menariknya, salah satu pengeluaran yang menyumbang inflasi adalah transportasi.
"Transportasi pada Juni 2020 mengalami inflasi 0,41% dengan andil 0,05%. Ada kenaikan tarif angkutan udara dengan andil inflasi 0,02%, sedangkan kenaikan tarif angkutan antar kota dan roda dua online masing-masing memberi andil 0,01%," papar Suhariyanto, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS).
Kenaikan tarif transportasi mencerminkan mobilitas masyarakat sudah berangsur meningkat. Ini menjadi bukti bahwa ekonomi sedang berjalan di lajur pemulihan.
Akan tetapi, rasanya jalan menuju kebangkitan ekonomi masih panjang dan berliku. Jangan lupa bahwa pandemi virus corona adalah fenomena kesehatan. Kalau ada masalah di aspek kesehatan, apalagi menyangkut keselamatan nyawa ratusan juta rakyat Indonesia, maka semua harus mengalah, termasuk ekonomi.
Masih ada kemungkinan pemerintah kembali mengetatkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) andai terjadi lonjakan kasus corona. Kebetulan data saat ini memang agak mengkhawatirkan.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 melaporkan, jumlah pasien positif corona per 8 Juli 2020 adalah 68.079 orang. Bertambah 1.853 orang (2,8%) dibandingkan hari sebelumnya.
Secara nominal, tambahan 1.853 orang pasien baru dalam sehari adalah yang tertinggi sejak Indonesia mencatatkan kasus perdana pada awal Maret. Sebelumnya, rekor tertinggi adalah pada 5 Juli di mana tambahan pasien baru berjumlah 1.607 orang. Sedangkan secara persentase, laju 2,8% adalah yang tercepat sejak 20 Juni.
Beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi menegaskan bahwa pemerintah daerah jangan segan menutup kembali daerah yang mengalami lonjakan kasus corona. Kepala Negara meminta pimpinan di daerah tidak perlu memaksakan diri untuk menjalankan new normal jika keadaan belum memungkinkan.
"Kalau memang keadaannya naik, ya tutup lagi. Harus berani putuskan seperti itu. Jangan sampai kita berani membuka, masuk ke new normal, tetapi keadaan data masih belum memungkinkan. Jangan dipaksa," terang Jokowi.
Andai PSBB diketatkan kembali, maka siap-siap saja ekonomi mengkerut lagi. Jika ini sampai terjadi, kekhawatiran Jokowi menjadi sangat beralasan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Masih Resesi, Ekonomi RI Q1 Diramal Tumbuh -1% Hingga -0,1%