Ooo, Jadi Ini yang Bikin Kasus Corona RI Tembus Rekor Lagi...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
09 July 2020 07:25
Dua wilayah Rukun Warga 006 dan 014, Kelurahan Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, ditutup sementara selama 14 hari usai 16 warga di kompleks itu ditemukan positif Covid-19. Selasa (7/7/20). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Dua wilayah Rukun Warga 006 dan 014, Kelurahan Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, ditutup sementara selama 14 hari usai 16 warga di kompleks itu ditemukan positif Covid-19. Selasa (7/7/20). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Data penyebaran virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) di Indonesia sepertinya semakin mengkhawatirkan. Lagi-lagi penambahan kasus baru mencatat rekor tertinggi.

Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 melaporkan, jumlah pasien positif corona per 8 Juli 2020 adalah 68.079 orang. Bertambah 1.853 orang (2,8%) dibandingkan hari sebelumnya.

Secara nominal, tambahan 1.853 orang pasien baru dalam sehari adalah yang tertinggi sejak Indonesia mencatatkan kasus perdana pada awal Maret. Sebelumnya, rekor tertinggi adalah pada 5 Juli di mana tambahan pasien baru berjumlah 1.607 orang. Sedangkan secara persentase, laju 2,8% adalah yang tercepat sejak 20 Juni.

coronaJumlah Pasien Positif Corona di Indonesia

Ada dua kemungkinan yang membuat kasus corona di dalam negeri melonjak akhir-akhir ini. Pertama, pemerintah memang menggalakkan uji corona dengan lebih masif. Kemarin, jumlah spesimen yang diuji mencapai 22.183. Total tes yang sudah dilakukan adalah terhadap 968.237 spesimen.

Indonesia menjadi negara ASEAN dengan jumlah tes corona terbanyak. Semakin banyak tes, maka kasus yang semula tidak terdeteksi menjadi muncul ke permukaan. Ini adalah hal yang positif, karena pasien positif corona kemudian bisa mendapatkan perawatan atau melakukan karantina agar penyebaran virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini tidak lebih meluas.

coronaJumlah Tes Corona di Negara-negara ASEAN

"(Tambahan kasus positif) ini tidak serta-merta meningkatkan jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit, karena ini adalah kasus dengan gejala minimal sehingga tidak sakit dan tidak ada indikasi dirawat di rumah sakit. Kita meminta mereka isolasi mandiri dan mematuhi secara ketat, agar tidak menajdi sumber penularan," tegas Achmad Yurianto, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19.

Kemungkinan kedua, masyarakat Indonesia memang tidak disiplin dalam menjaga jarak. Padahal menjaga jarak adalah salah satu kunci untuk mempersempit ruang gerak penyebaran virus corona, selain rajin memakai masker dan mencuci tangan.

"Jelas bahwa proses penularan di luar masih terjadi, ini menandakan masih ada pasien yang positif berada di tengah masyarakat dan tidak mampu menjaga orang lain supaya tidak tertular. Masih banyak masyarakat yang rentan tertular karena tidak patuh pada protokol kesehatan.

"Banyak yang menggunakan masker, tetapi dengan benar belum dilakukan. Hanya menutup mulut, ini yang paling banyak. Tidak rajin cuci tangan dan tidak menjaga jarak juga menjadi masalah utama," sambung Yurianto.

Untuk melihat kepatuhan masyarakat dalam menjaga jarak, indikator yang bisa dirujuk adalah Social Distancing Index yang disusun oleh Citi. Semakin menjauhi nol berarti masyarakat di suatu negara kian berjarak, taat social distancing. Sebaliknya jika semakin dekat dengan nol maka masyarakat semakin dekat dan erat, sesuatu yang bisa meningkatkan risiko penyebaran virus corona.

Pada 3 Juli, skor Social Disctancing Index Indonesia ada di -20 sementara sepekan sebelumnya adalah -22. Angkanya semakin dekat dengan nol, berarti warga +62 semakin ikrib.

Kalau masyarakat kian tidak tertib menjaga jarak sehingga kasus corona melonjak, maka dikhawatirkan pemerintah akan kembali mengetatkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dalam kasus ekstrem, bisa saja masyarakat kembali harus #dirumahaja sehingga ekonomi lagi-lagi mati suri.

Tentu sangat disayangkan, karena sudah banyak tanda bahwa perekonomian Tanah Air mulai pulih. Sinyal terbaru ditunjukkan dari data penjualan ritel.

Pada Mei 2020, penjualan ritel yang dicerminkan di Indeks Penjualan Riil (IPR) berada di 198,3. Ambles 20,6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Ini menjadi pencapaian terendah sejak 2008.

Kemudian pada Juni 2020, IPR diperkirakan sebesar 199,9. Masih turun 14,4% secara YoY.

Kalau melihat angka-angka itu, maka ekonomi Indonesia sepertinya suram. Namun kalau disawang-sawang lagi, ternyata ada kabar baiknya.

Secara bulanan (month-to-month/MtM), penjualan ritel terpantau mengalami peningkatan. Pada Mei 2020, IPR berada di 190,7, terendah sejak 2016. Namun pada Mei dan Juni angkanya meningkat. Ini menandakan bahwa terjadi kenaikan aktivitas penjualan ritel setelah mencapai titik nadir pada 2016.

Ini semakin memberi konfirmasi bahwa ekonomi Indonesia sedang bergeliat menuju kebangkitan. Penyebabnya adalah 'keran' aktivitas masyarakat yang berangsur-angsur mulai dibuka kembali.

Oleh karena itu, mari kita bersama-sama menjaga diri dan orang-orang di sekitar dengan mematuhi protokol kesehatan. Dengan begitu, diharapkan lonjakan kasus corona bisa diredam dan pemerintah tidak perlu mengetatkan PSBB sehingga roda ekonomi melaju kencang lagi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular