Corona di Eropa

Dulu Bak Kota Mati, Kini Bisa Nonton Ronaldo dan Messi Lagi

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
09 July 2020 08:05
Cristiano Ronaldo
Cristiano Ronaldo (Marco Alpozzi/LaPresse via AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Akhir pekan kini tidak lagi terasa hampa. Bahkan sekarang setiap hari menjadi lebih berwarna. Karena setelah hibernasi selama tiga bulan, kompetisi liga sepakbola Eropa kembali memanjakan mata dan hati para pecandunya. Football is back.

Mulai pertengahan Mei lalu, Bundesliga Jerman mulai datang lagi dengan partai penuh gengsi Derbi Lembah Ruhr, Borussia Dortmund vs Schalke 04, sebagai sajian pembuka. Bukan pertandingan kaleng-kaleng, ini bukan appetizer tetapi langsung main course.

Kemudian pada pertengahan Juni giliran La Liga Spanyol, Serie A Italia, dan Liga Primer Inggris yang mentas. Akhirnya terbayar sudah kerinduan para pecinta sepakbola untuk kembali menyaksikan dua maestro sepakbola terhebat sejagat saat ini, Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi.

Ada rasa haru saat kali pertama bisa kembali menonton siaran langsung pertandingan sepakbola di liga-liga top Benua Biru. Seperti tidak percaya, bahwa di tengah prahara ternyata sepakbola bisa hadir lagi di mengisi hidup kita.

Bukan cuma sepakbola, hampir semua urusan memang harus mengalah dulu. Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) memaksa warga dunia untuk menahan diri tidak keluar rumah. Bekerja, belajar, dan beribadah di rumah.

Apalagi Eropa sempat menjadi episentrum penyebaran virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut. Italia dan Spanyol menjadi dua negara yang paling parah merasakan pagebluk virus corona.

Italia adalah negara pertama yang mencatatkan pasien positif corona melampaui China. Tidak lama kemudian, giliran Spanyol yang menyusul.

coronaJumlah Pasien Positif Corona di China, Italia, dan Spanyol

Pemerintah di Spanyol dan Italia pun menerapkan langkah ekstrem yaitu dengan karantina wilayah (lockdown). Seluruh aktivitas non-esensial ditutup sementara, warga tidak diperbolehkan keluar rumah kecuali untuk urusan yang sangat penting bin mendesak.

Italia dan Spanyol bak kembali ke Zaman Kegelapan pada abad pertengahan dulu. Memang tidak seekstrem itu, tetapi kota-kota di sana bak tanpa kehidupan. Sepi, lengang, mati...

Seperti kalimat yang dikatakan pelatih legendaris asal Italia Arrigo Sacchi, sepakbola adalah hal yang paling penting di antara hal-hal yang kurang penting di dunia ini (football is the most important of the least important things in life). So, sepakbola juga harus mengalah, menepi untuk sementara demi mencegah penularan virus corona.

Oleh karena itu, awalnya nasib musim kompetisi 2019/2020 sangat tidak jelas. Eredivisie Belanda dan Ligue 1 Prancis memilih untuk menyudahi ketidakpastian secara prematur, menyetop kompetisi.

Eredivisie menerapkan pemutihan kompetisi (null and void), musim 2019/2020 diputihkan dan hilang dari sejarah. Tidak ada juara, tidak ada yang terdegradasi. Mulai dari nol lagi.

Sementara Ligue 1 memilih untuk menjadikan klasemen sebelum penghentian kompetisi sebagai hasil final. Paris St Germain keluar sebagai champion de France.

Namun kemudian penyebaran virus corona mulai melambat. Lockdown sudah membuahkan hasil. Sedikit demi sedikit, pemerintah mulai membuka kembali 'keran' aktivitas publik setelah 'dikunci' selama tiga bulan.

Setelah debat dan rapat berkali-kali, akhirnya Bundesliga, La Liga, da Liga Primer sepakat untuk memulai kembali musim 2019/2020. Ada rasa tidak percaya, bagaimana bisa sepakbola bisa kembali hadir di tengah situasi yang seperti ini.

Namun kembalinya sepakbola bukan tanpa syarat. Seperti halnya di lini kehidupan lainnya, bal-balan juga harus menerapkan norma kehidupan baru alias new normal. Boleh tanding sepakbola, tetapi harus taat terhadap protokol kesehatan.

Paling mencolok tentu tidak adanya suporter yang datang menonton langsung di stadion. Wajar, stadion saat pertandingan sepakbola adalah tempat berkumpul ribuan manusia dalam jarak yang sangat dekat satu sama lain.

Nyanyian, sorak-sorai, hingga makian dan umpatan tidak berhenti mengalir sepanjang pertandingan, membuat droplet medium penyebaran virus corona berhamburan ke mana-mana. Risiko penularan tentu sangat tinggi.

Selain tanpa penonton, berbagai protokol kesehatan juga diterapkan sebelum, saat, dan setelah pertandingan. Di Inggris, misalnya, hanya orang-orang tertentu saja yang boleh masuk ke stadion. Orang-orang ini sudah menjalani tes corona dan terbukti negatif.

Mereka kemudian diberi 'paspor kesehatan' berupa barcode yang dikirim ke ponsel masing-masing. Barcode itu akan dipindai oleh petugas kesehatan di pintu masuk stadion.

Bahkan para jurnalis dan komentator yang hadir di stadion juga harus lulus uji corona. Wawancara dengan pelatih dan pemain tidak bisa dilakukan sembarangan lagi, harus menjaga jarak dan tidak boleh berkerumun a la wawancara doorstep.

Bagi tim tandang, para pemain dan ofisial klub juga sebisa mungkin tidak menginap di hotel. Datang, main, istirahat sejenak di dalam stadion, dan langsung pulang. Ini dilakukan untuk meredam kemungkinan penularan di tempat yang dirasa tidak 100% aman.

Ya, stadion kini diperlakukan bak rumah sakit. Penyemprotan disinfektan rutin dilakukan di setiap sudut. Fasilitas kebersihan dan cairan pencuci tangan (hand sanitizer) disebar di segala penjuru. Ini membuat stadion jadi tempat yang lebih aman.

Saat pertandingan, sebenarnya pemain juga harus disiplin menegakkan protokol kesehatan. Salah satunya tidak melakukan selebrasi seperti biasanya dengan berpelukan, berangkulan, atau cium sana-sini.

Awalnya pemain bisa menahan diri. Lihat saja saat Erling Haaland membikin gol untuk Dortmund di partai pembuka melawan Schalke. Pemain-pemain merayakan gol tersebut dengan menjaga jarak, pemandangan yang sangat aneh.

Namun lama-lama pemain tidak tahan juga. Apalagi jika gol yang tercipta sifatnya krusial, menjadi penentu hasil akhir pertandingan. Pelukan, rangkulan, dan cium pipi terjadi lagi.

Apa boleh buat, pesepakbola juga manusia. Punya rasa, punya hati, jangan samakan dengan pisau belati...

Dengan segala peraturan yang berjubel itu, sepakbola akhirnya bisa hadir lagi. Itu yang terpenting. Bahkan kini siaran pertandingan sepakbola bisa dinikmati hampir setiap hari, karena musim 2019/2020 sedang 'kejar tayang' untuk bersiap menyambut musim 2020/2021 yang mungkin dihelat pada kuartal IV-2020.

Dominic Raab, Menteri Dalam Negeri Inggris, menyebut bahwa kembalinya sepakbola akan mengangkat moral masyarakat yang terpuruk akibat pandemi virus corona. Raab ada benarnya. Hidup memang masih penuh keprihatinan, tetapi menonton sepakbola serasa seperti oasis yang menyegarkan.

Apalagi bagi penggemar Liverpool yang akhirnya bisa berbahagia setelah Si Merah menjadi juara Liga Primer. Rasanya lega sekali...

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular