Liga Belanda Setop Gegara Corona, Liverpool Kudu Banyak Doa

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 April 2020 04:02
ajax
Ajax Amsterdam (Reuters)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (Coronavirus Desease-2019/Covid-19) benar-benar membuat repot seluruh dunia. Kala para pejuang medis banting tulang-peras keringat merawat para pasien yang jumlahnya jutaan, virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini membuat onar di berbagai sendi kehidupan masyarakat.

Salah satu bidang yang merasakan pukulan akibat pandemi virus corona adalah olahraga. Kebijakan pembatasan sosial (social distancing) untuk meredam risiko penyebaran virus membuat pagelaran olahraga menjadi sesuatu yang haram.

Maklum, pertandingan olahraga akan membuat ribuan orang berkerumun dalam jarak dekat sehingga membuat virus corona sangat mungkin menyebar dengan cepat.


Sepakbola pun menjadi korban virus corona. Biasanya penggila bola di Indonesia dimanjakan oleh siaran langsung pertandingan bal-balan liga Eropa.

Namun hari ini adalah hari ke-45 sepak bola absen dalam hidup kita. Sudah sebulan lebih liga sepak bola di Eropa (kiblat sepak bola dunia) berhenti.

Nasib musim kompetisi 2019/2020 penuh ketidakjelasan, menggantung. Mau dilanjutkan risikonya besar, tetapi mau dihentikan pun tidak mudah karena berbagai pertimbangan. Bak buah simalakama, dimakan ibu meninggal tetapi kalau tidak dimakan bapak yang pergi untuk selamanya...

Jengah dengan ketidakjelasan itu, Belanda jadi yang pertama mengambil keputusan tegas. Asosiasi Sepakbola Kerajaan Belanda (KNVB) resmi mengakhiri kompetisi musim 2019/2020.

Bukan sekadar berakhir, tetapi Eredivisie musim 2019/2020 juga diputihkan. Null and void. Tidak ada kampioen van Nederland, dan tidak ada yang terdegradasi.

Ajax Amsterdam, yang memimpin klasemen dengan hanya menang selisih gol dari peringkat kedua AZ Alkmaar, dipastikan tidak menjadi juara. Sementara Fortuna Sittard, ADO Den Haag, dan RKC Walwijk tidak akan turun kasta ke Eerste Divisie.


"Ini adalah hari yang sangat pahit. Kita semua tentu ingin bahwa keputusan mengenai kompetisi ditentukan di lapangan, bukan oleh orang-orang di belakang meja.

"Kami sangat sedih karena telah memilih keputusan ini. Kami bersimpati kepada klub dan para suporter. Namun, memang tidak ada cara lain," kata Just Spee, Presiden KNVB, dalam wawancara dengan BBC.



[Gambas:Video CNBC]




Kabar mengenai penghentian kompetisi sepak bola di Belanda sontak membuat heboh dunia maya. Warganet ramai membahas soal nasib Liverpool di Liga Primer Inggris. Begitu banyak olok-olok bahwa para penggemar Liverpool bakal ketar-ketir menggigiti kuku sampai habis (hati-hati, bisa dimarahi Pak Achmad Yurianto) karena tim kesayangannya berisiko kehilangan gelar juara yang sudah di depan mata.

Ya, sebelum Liga Primer rehat pada bulan lalu, Si Merah begitu nyaman di puncak klasemen. Liverpool unggul 25 angka dari pesaing terdekatnya, Manchester City, dan tinggal butuh dua kemenangan lagi untuk merengkuh gelar juara Inggris pertama dalam 30 tahun.


Sampai saat ini, Liga Primer masih berkomitmen untuk menyelesaikan musim 2019/2020. Aturan Asosiasi Sepakbola Inggris (FA) memang mewajibkan kompetisi setiap musimnya harus berakhir paling lambat 1 Juni.

Namun kemudian FA memberi kelonggaran dengan menghapus batas waktu penyelesaian musim 2019/2020. Tenggat waktu penghentian sementara Liga Primer sampai saat ini adalah 30 April, yang bisa diperpanjang tergantung situasi dan kondisi.

Jika musim 2019/2020 terus berlanjut, maka napas Liverpool bisa lebih panjang. Ada harapan penantian 30 tahun berakhir.

Dengan perkembangan di Belanda, bisa menjadi preseden bagi otoritas liga (termasuk Liga Primer) untuk memutuskan musim 2019/2020 null and void. Namun di Inggris, peluang ke arah sana tidak terlampau besar, setidaknya untuk hari ini.



Setidaknya ada dua alasan besar mengapa Liga Primer belum memutihkan kompetisi. Pertama, musim sudah berlangsung lebih dari 75%. Akan sangat tidak adil untuk menghapus perjuangan klub selama delapan bulan dari buku sejarah.

Robbie Savage, eks gelandang Leicester City yang kini beralih profesi menjadi pandit, menulis dalam kolom di Mirror bahwa memutihkan musim 2019/2020 sama saja dengan menghukum kesuksesan dan memberi hadiah kepada kegagalan. Sesuatu yang menyalahi prinsip sportivitas.

"Mengalahkan pandemi ini memang harus menjadi prioritas, sepakbola tidak bisa diperlakukan spesial. Namun untuk memutuskan bahwa musim ini null and void akan merusak buku sejarah. Ini bukan solusi terakhir, bahkan bukan solusi sama sekali. Saya yakin akan ada solusi yang adil bagi seluruh pihak," tulis Savage.

Kedua, pembatalan musim 2019/2020 akan membawa konsekuensi finansial yang tidak sedikit. Laporan The Athletic mengungkapkan Liga Primer harus membayar GBP 762 juta (Rp 14,67 triliun dengan kurs saat ini) kepada pemegang hak siar jika musim 2019/2020 tidak bisa dituntaskan.


Maklum, pemegang hak siar rela membayar mahal agar bisa menayangkan pertandingan Liga Primer. Mengutip BBC, Sky dan BT mengeluarkan duit sampai GBP 3 miliar (Rp 57,73 triliun) untuk menyiarkan laga Liga Primer sampai 2022.

Namun pada akhirnya, semua harus mengalah kalau sudah menyangkut urusan nyawa. Jika melanjutkan kompetisi harus dibayar dengan bertambahnya kasus corona (bahkan mungkin korban jiwa), maka tentu bukan sesuatu yang sepadan.

Oleh karena itu, sebaiknya fans Liverpool harus bersiap untuk kemungkinan terburuk. Trofi Liga Primer yang sudah di depan mata bisa pergi dan penantian bertambah panjang menjadi minimal 31 tahun. Atau kalaupun piala berhasil direngkuh, rasanya kok agak hambar ya...

This year maybe not our year. Again...


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular