
Warisan Corona untuk Berbagai Pemerintahan di Dunia

Indonesia pun tidak terhindar dari risiko lonjakan utang. Awalnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 disusun dengan target defisit 1,76% PDB. Lebih rendah dibandingkan realisasi 2019 yang sebesar 2,2%.
Namun kemudian Negara Api, eh pandemi corona, menyerang. APBN sudah tidak bisa lagi business as usual, tetapi harus extra extra ordinary.
Sejak 2004, pelaksanaan APBN dibatasi dengan defisit anggaran maksimal 3% PDB sesuai titah UU Keuangan Negara. Akan tetapi, kondisi extra extra ordinary memaksa pemerintah untuk bermanuver karena APBN dengan defisit paling mentok 3% PDB tidak akan cukup untuk menjadi perangsang sosial-ekonomi.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terpaksa harus merombak disiplin anggaran. Melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No 1/2020 yang kemudian disahkan menjadi UU No 2/2020, pemerintah diperkenankan memasang target defisit anggaran lebih dari 3% PDB sampai 2022.
Dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 54/2020, Presiden Jokowi merestui kenaikan defisit APBN 2020 menjadi 5,02% PDB. Kemudian direvisi menjadi 6,34% PDB dalam Perpres No 72/2020.
Artinya, utang pemerintah pada tahun ini bakal mencapai Rp 1.039,2 triliun. Total utang pemerintah sampai akhir Mei 2020 adalah Rp 5.258,56 triliun. Dengan tambahan yang signifikan, jumlah itu bakal semakin besar.
Rasio utang pemerintah terhadap PDB pun bakal semakin tinggi. Pada 2019, rasio utang pemerintah terhadap PDB ada di 30,18%. Tahun ini, angkanya diperkirakan membengkak menjadi sekitar 36%.
(aji/aji)