Indonesia Terancam Bangkrut? Berlebihan Ahh....

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 April 2021 13:38
Mata Uang Rp 1000 Pattimura
Foto: Mata Uang Rp 1000 Pattimura

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) memang luar biasa. Pagebluk ini membuat seluruh pihak terpaksa bermanuver untuk bertahan hidup.

Untuk mengendalikan penyebaran virus corona, pemerintah di berbagai negara mengedepankan kebijakan pembatasan sosial (social distancing). Aktivitas dan mobilitas masyarakat yang dibatasi membuat ekonomi 'mati suri', baik di sisi pasokan maupun permintaan.

Ketika dunia usaha dan rumah tangga 'tiarap', saatnya negara memegang kendali. Negara harus hadir untuk menolong rakyat yang sudah 'tenggelam' sebatas leher.

Di Indonesia, Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan sebanyak 150 basis poin (bps) ke posisi terendah sepanjang sejarah yaitu 3,5%. Plus menambah likuiditas (quantitative easing) yang mencapai Rp 776,87 triliun hingga 16 Maret 2021.

Sementara pemerintah memberi stimulus fiskal yang diberi nama anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Tahun lalu, realisasi penyerapan anggaran PEN adalah Rp 579,78 triliun atau 83,4% dari target. Tahun ini, pagu anggaran PEN adalah Rp 699,43 triliun.

Anggaran ratusan triliun rupiah itu tentu perlu sumber pendanaan. Pajak belum bisa diandalkan, karena ekonomi masih belum pulih benar. Pajak adalah cerminan dari aktivitas ekonomi. Saat ekonomi masih lesu, setoran pajak juga akan begitu.

Halaman Selanjutnya --> Indonesia Terancam Bangkrut?

Padahal pemerintah wajib membantu rakyat dalam menghadap dampak pandemi baik dengan bantuan sosial, subsidi pajak, dan sebagainya. Dari mana datangnya sumber pembiayaan untuk ini?

Mau tidak mau, suka tidak suka, ya utang. Akibatnya, utang pemerintah bertambah signifikan.

Ramai beredar tagar #IndonesiaTerancamBangkrut karena peningkatan utang. Apakah kenaikan ini benar-benar mengancam Indonesia jatuh ke jurang kebangkrutan?

Sepertinya tidak (setidaknya belum untuk jangka waktu yang lama). Ada beberapa indikator yang membuat utang Indonesia masih aman.

Satu, meski rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat pesat, tetapi masih cukup jauh di bawah batas yang ditetapkan dalam UU Keuangan Negara yaitu 60%. Saat ini, rasio tersebut masih di bawah 40%.

Dibandingkan negara-negara ASEAN-5, rasio utang Indonesia pun lebih rendah. Per kuartal IV-2020, rasio utang terhadap PDB di Singapura mencapai 150,23%, Malaysia 62,15%, Thaiand 44,93%, dan Filipina 54,6%.

Halaman Selanjutnya--> Tenang, Utang Pemerintah Aman!

Kedua, sebagian besar utang pemerintah sebagian besar dalam mata uang rupiah. Ini membuat risiko kurs menjadi minimal. Meski rupiah melemah, nominal utang pemerintah tetap terjaga.

Ketiga, utang pemerintah (terutama dalam bentuk obligasi) didominasi oleh investor dalam negeri. Per 16 April 2021, kepemilikan investor asing di Surat Berharga Negara (SBN) adalah 22,65%. Pada puncaknya, porsi kepemilikan asing pernah hampir menyentuh 40%.

Indikator ini menjadi penting karena investor asing sangat sensitif terhadap sentimen eksternal. Ketika sedang terjadi guncangan di pasar keuangan global, biasanya investor asing menjual 'barang' (termasuk SBN) dan mencari perlindungan di aset-aset yang dirasa lebih aman.

Kini peranan investor asing sudah lebih terbatas. Artinya stabilitas pasar SBN semestinya lebih terjaga.

Oleh karena itu, kekhawatiran bahwa Indonesia terancam bangkrut itu berlebihan. Setidaknya sampai saat ini, posisi utang pemerintah masih kondusif, aman, dan terkendali.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular