
Singapura & Malaysia Terancam Resesi, Ini Dampaknya ke RI
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
02 June 2020 12:52

Gejolak eksternal yang dialami jelas dirasakan oleh ekonomi RI. Namun sebenarnya ekonomi Indonesia tidak terlalu bertumpu pada ekspor jika dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia.
Indonesia juga tidak terlalu bertumpu pada sektor pariwisata, sehingga eksposur Indonesia ke resesi global masih relatif rendah dibandingkan Malaysia dan Singapura.
Secara struktural ekonomi Tanah Air lebih ditopang oleh konsumsi. Konsumsi domestik menyusun hampir 58% PDB Indonesia pada 2019. Sehingga faktor yang memiliki pengaruh signifikan pada perekonomian domestik adalah daya beli masyarakat.
Jika daya beli masyarakat tergerus dan konsumsi rumah tangga turun, maka ekonomi RI jelas dalam bahaya. Masalahnya tanda-tanda bahaya tersebut kian nyata.
Bahkan ketika wabah Covid-19 belum merebak di dalam negeri laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga RI sudah anjlok di kuartal pertama dengan pertumbuhan mencapai 2,97%. Padahal di kuartal pertama pos ini tumbuh nyaris 5%.
Lebih miris lagi apabila melihat data inflasi bulan Mei 2020. Momentum lebaran yang biasanya jadi puncak konsumsi dan lonjakan permintaan domestik malah justru terpuruk.
BPS mencatat inflasi Mei berada di 0,07% (month on month/mom) dengan pos bahan makanan dan minuman mencatatkan deflasi sebesar 0,08% (mom). Hal ini semakin mengindikasikan lemahnya daya beli masyarakat RI. Melihat kondisi yang memprihatinkan ini, maka ekonomi Indonesia pada kuartal kedua bisa anjlok lebih dalam, bahkan mengalami kontraksi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
Indonesia juga tidak terlalu bertumpu pada sektor pariwisata, sehingga eksposur Indonesia ke resesi global masih relatif rendah dibandingkan Malaysia dan Singapura.
Jika daya beli masyarakat tergerus dan konsumsi rumah tangga turun, maka ekonomi RI jelas dalam bahaya. Masalahnya tanda-tanda bahaya tersebut kian nyata.
Bahkan ketika wabah Covid-19 belum merebak di dalam negeri laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga RI sudah anjlok di kuartal pertama dengan pertumbuhan mencapai 2,97%. Padahal di kuartal pertama pos ini tumbuh nyaris 5%.
Lebih miris lagi apabila melihat data inflasi bulan Mei 2020. Momentum lebaran yang biasanya jadi puncak konsumsi dan lonjakan permintaan domestik malah justru terpuruk.
BPS mencatat inflasi Mei berada di 0,07% (month on month/mom) dengan pos bahan makanan dan minuman mencatatkan deflasi sebesar 0,08% (mom). Hal ini semakin mengindikasikan lemahnya daya beli masyarakat RI. Melihat kondisi yang memprihatinkan ini, maka ekonomi Indonesia pada kuartal kedua bisa anjlok lebih dalam, bahkan mengalami kontraksi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
Pages
Most Popular