Pertumbuhan Kasus Covid-19 di DKI Menurun, Siap New Normal?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
18 May 2020 13:43
Lalu Lintas di Jakarta (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Foto: Lalu Lintas di Jakarta (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah mengonfirmasi sedang mengkaji wacana hidup normal. Salah satu basisnya adalah penurunan kasus konfirmasi positif di DKI Jakarta. Hidup normal yang dimaksud kali ini jangan dibayangkan seperti yang sudah-sudah karena protokol kesehatan masih akan dijalankan, itulah kenapa dikatakan sebagai the new normal. Lantas apakah Indonesia, terutama DKI Jakarta, sudah siap untuk menyongsong the new normal?

The New Normal adalah kata-kata yang sedang hangat diperbincangkan berbagai kalangan akhir-akhir ini. Istilah ini mengacu pada aktivitas sehari-hari seperti biasa tetapi dibarengi dengan berbagai protokol kesehatan.

The New Normal bisa dibayangkan ketika seseorang keluar rumah harus menggunakan masker, jaga jarak aman ketika di ruang publik, melakukan pengecekan suhu hingga menerapkan perilaku hygiene seperti rajin mencuci tangan dengan sabun.

Langkah the new normal ini digulirkan lantaran vaksin maupun obat untuk virus corona masih belum ada. Sehingga protokol kesehatan tadi tetap diterapkan untuk mencegah terjadinya gelombang kedua wabah yang berpotensi lebih mengerikan.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk menekan penyebaran virus dan menyongsong hidup normal yang baru, maka strategi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan di 20 wilayah di Tanah Air.

DKI Jakarta menjadi wilayah pertama yang menerapkan PSBB. Tepat pada 10 April 2020, DKI sah menerapkan PSBB hari pertamanya. Maklum ibu kota ini menjadi hotspot wabah. Hingga tanggal 16 Mei lalu, jumlah kasus di DKI Jakarta sudah mencapai angka 5.881. DKI menyumbang lebih dari 30% kasus di Indonesia sendiri.



Selama masa PSBB warga diimbau untuk #stayathome. Artinya masyarakat diminta untuk bekerja, belajar dan ibadah di rumah masing-masing. Bepergian keluar juga diusahakan jika memang ada keperluan sangat mendesak.

Sudah lebih dari satu bulan PSBB dijalankan, jumlah pertambahan kasus per harinya di ibu kota mengalami fluktuasi. Namun, memang ada tren penurunan laju pertumbuhan kasus per hari.





Tingkat kematian di DKI Jakarta hingga Sabtu (16/5/2020) pekan lalu tercatat mencapai 7,8%. Dari 5.881 orang yang terjangkit ada 460 orang yang terenggut jiwanya. Dalam beberapa hari terakhir memang terlihat jumlah korban meninggal akibat virus corona memang turun jika dibandingkan April lalu.





Jika melihat hal ini apakah berarti DKI Jakarta sudah siap untuk hidup normal mulai awal Juni nanti? Tunggu dulu! Jangan buru-buru, apalagi grusa-grusu.
Banyak masyarakat Indonesia yang sudah ingin lepas dari kungkungan dan paksaan harus tinggal di dalam rumah. Masing-masing memiliki berbagai alasan mulai dari penat dan bosan hingga untuk tujuan lain yang lebih urgent yakni menyambung kesibukan.

Sebagai masyarakat kota metropolitan yang saban harinya diwarnai dengan hiruk pikuk dan kemacetan ibu kota, hidup normal kembali adalah hal yang sangat didambakan. Namun, untuk hidup normal lagi ada syarat yang harus dipenuhi.

The New Normal baru bisa dilakukan ketika intervensi di sektor kesehatan sudah menunjukkan bahwa wabah sudah dapat dijinakkan dengan baik. Terkait apakah ada patokan angka yang jelas memang tidak ada.

Namun jika berkaca dari China dan Korea Selatan yang sudah deklarasi kemenangan lawan Covid-19, mereka baru melonggarkan pembatasan ketika jumlah kasus baru yang dilaporkan menyentuh angka satu digit. Itu pun pembatasan dilonggarkan secara bertahap dan mereka masih harus waspada karena ancaman gelombang kedua masih mengintai.

Nah kalau lihat syaratnya ini saja sebenarnya RI belum bisa dikatakan berhasil 'menjinakkan' musuh mikroskopik yang ganas. Jumlah kasus di Indonesia per harinya mengalami fluktuasi, begitu juga dengan yang dialami DKI Jakarta.



Jumlah tes COvid-19 yang dilakukan Indonesia masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Per 11 Mei saja, tes corona yang dilakukan di RI baru 0,45 orang per 1000 populasi. Masih jauh ketinggalan dari Malaysia dan Thailand yang masing-masing mengetes 8,22 & 1,5 orang per 1000 populasi.

Jumlah sampel untuk tes yang terlalu sedikit dikhawatirkan membuat banyak kasus menjadi tak terdeteksi, terutama yang sifatnya asimptomatik atau tanpa gejala. Diagnosis berdasarkan keluhan saja terbukti sangat tidak efektif untuk mengidentifikasi apakah seseorang positif terjangkit atau tidak.

Pasalnya lagi yang lebih mengerikan adalah banyak kasus asimptomatik ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Padahal lebih dari setengah populasi di Indonesia termasuk ke dalam usia muda. 

Jadi apakah pertumbuhan kasus di DKI melambat sehingga pelonggaran dapat dilakukan, rasanya terlalu dini untuk mengambil kesimpulan tersebut. Kita masih perlu bersabar.


[Gambas:Video CNBC]




Ya, untuk hidup normal memang syarat tadi harus dipenuhi. Langkah konkret yang jelas dan tegas serta koordinasi yang mantap antara pusat dan daerah mutlak diperlukan. Masalahnya di Indonesia hal ini belum berjalan dengan efektif. 

Mari tengok saja beberapa kebijakan pemerintah terkait transportasi dan larangan mudik. Masih banyak inkonsistensi kebijakan di sana-sini. Pertama jika mengacu pada Permenhub Nomor 18 Tahun 2020, ojek online diperbolehkan untuk mengangkut penumpang asalkan protokol wabah dilakukan. 

Regulasi ini jelas bertentangan dengan Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 yang mengatur tentang panduan penanganan wabah. Dalam peraturan tersebut, transportasi hanya diperbolehkan untuk sarana angkut logistik barang. Kebijakan yang bertentangan ini sempat membuat polemik.

Kebijakan kedua yang juga makin membuat publik bingung adalah larangan mudik. Awalnya pemerintah hanya mengimbau masyarakat untuk tidak mudik. Larangan hanya diberlakukan untuk PNS, TNI dan POLRI. 

Namun, seiring dengan bergulirnya waktu kasus baru melonjak dengan signifikan, akhirnya per 24 April lalu tepat di hari pertama Ramadan pemerintah menetapkan larangan untuk mudik. Bagi yang melanggar akan diberi sanksi tegas. 

Akan tetapi, persepsi mudik sekarang menjadi kian beragam. Pemerintah membuat kata mudik yang dulunya memiliki satu makna kini menjadi ambigu. Kontroversi kata mudik mulai terjadi setelah RI-1 Joko Widodo mencetuskan istilah pulang kampung.

Jokowi menyoroti bahwa mudik dan pulang kampung berbeda konteksnya. Mudik lebih ke rekreasional sementara pulang kampung adalah kembali ke daerah asal masing-masing untuk tujuan yang lebih penting dari sekadar rekreasi yakni survive. Namun yang pasti keduanya memiliki kesamaan yang bisa dilihat semua orang yaitu adanya mobilitas publik!

Setelah pulang kampung, muncul istilah baru yakni mudik virtual. Untuk yang ini bisa dipastikan tak ada mobilitas publik. Mudik yang jadi budaya masyarakat Indonesia saat hari raya Idul Fitri bisa dilakukan dengan menggunakan gadget.



Belum usai kontroversi mudik vs pulang kampung, kini muncul turunan baru dari kata mudik. Kata mudik juga bertransformasi menjadi mudik lokal yang merujuk pada pulang kampungnya warga Jabodetabek. 

Sebenarnya ini semakin membingungkan. Hal yang mengkhawatirkan adalah lebaran tinggal menghitung hari, kebijakan soal larangan mudik masih ambigu. Publik menjadi bingung. Jakarta masih jadi hotspot wabah.

Bayangkan jika kasus benar-benar belum selesai, banyak warga DKI yang mudik ternyata membawa virus (amit-amit) dan tak mengalami gejala. Penyebaran akan semakin meluas. Apalagi per tahunnya jumlah pemudik dari DKI dan sekitarnya mencapai 12 juta orang. Ngeri!

Menyongsong kehidupan baru memang sah-sah saja dan harus dipersiapkan. Namun, jangan buru-buru dan bahkan grusa-grusu. Fokus saat ini masih harus menangani wabah. Perang belum usai!

Untuk bisa memenangkan peperangan melawan musuh tak kasat mata, kebijakan tes corona (test, track & isolate) yang lebih masif perlu digencarkan, aturan main yang jelas, konsisten dan tegas harus ada. Tak lupa juga koordinasi antara pusat dan daerah juga harus mantap!

Jadi agar bisa hidup normal lagi ya, penuhi dulu semua syaratnya! Kalau belum terpenuhi jangan bermimpi bisa kembali normal.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular