
Ternyata Gelombang PHK Sudah Terjadi di Pabrik Rokok
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
15 May 2020 20:48

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah pabrik rokok skala perusahaan kecil- menengah sudah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) selama masa pandemi corona. Ketua Umum Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo Siswoyo mengungkapkan langkah itu dilakukan sebagai imbas harga cukai rokok yang melambung di 2020.
Hal itu mengakibatkan perusahaan mengambil langkah efisiensi sebagai upaya untuk bertahan. Di antaranya menurunkan angka produksi, terutama perusahaan yang menerapkan metode Sigaret Kretek Tangan (SKT) dalam produksinya.
"Udah banyak (perusahaan melakukan PHK). Jadi gini, sebetulnya ini menurut hitung-hitungan ahli, setiap penurunan produksi 5% di sektor SKT, potensi PHK 7 ribu orang. Jadi misal prediksi GAPPRI (Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia) ada penurunan 15%, kali tiga aja. Jadi PHK 21 ribu orang," katanya kepada CNBC Indonesia, Jumat (15/5).
Angka lebih kecil terjadi pada pabrik rokok yang menggunakan metode Sigaret Kretek Mesin (SKM). Dimana penurunan produksi sebesar 5% bakal berdampak pada PHK sebesar 400 orang. Memang jumlahnya masih banyak, tapi setidaknya jauh lebih sedikit dibanding penurunan di SKM.
"Ini terjadi kebanyakan di pabrik kecil menengah. Yang gede juga ada potensi. Dia nggak mungkin (asal PHK) tapi perusahaan gede-gede sangat hati-hati lah. Siasatnya paling pengurangan jam kerja. Dikurangi sekian jam atau separuhnya," sebutnya.
Penyesuaian jam kerja tersebut tentu berdampak pada penyesuain pendapatan pegawai pabrik rokok. Cara itu sebagai antisipasi PHK. Meski demikian, makin ke sini kondisi pun kian tidak menentu, sehingga pegawai yang saat ini disesuaikan jam kerjanya juga berpotensi terkena PHK. Tentu hal ini perlu langkah antisipasi.
CNBC Indonesia mencoba menghubungi Ketua Umum GAPPRI Henry Najoan maupun Sekjen GAPPRI Willem Petrus Rewu. Namun keduanya belum merespons mengenai langkah perusahaan rokok untuk menghindari PHK terhadap pegawainya.
(hoi/hoi) Next Article Pabrik Kertas Rokok RI Hengkang ke Vietnam, Ada Apa?
Hal itu mengakibatkan perusahaan mengambil langkah efisiensi sebagai upaya untuk bertahan. Di antaranya menurunkan angka produksi, terutama perusahaan yang menerapkan metode Sigaret Kretek Tangan (SKT) dalam produksinya.
"Udah banyak (perusahaan melakukan PHK). Jadi gini, sebetulnya ini menurut hitung-hitungan ahli, setiap penurunan produksi 5% di sektor SKT, potensi PHK 7 ribu orang. Jadi misal prediksi GAPPRI (Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia) ada penurunan 15%, kali tiga aja. Jadi PHK 21 ribu orang," katanya kepada CNBC Indonesia, Jumat (15/5).
Angka lebih kecil terjadi pada pabrik rokok yang menggunakan metode Sigaret Kretek Mesin (SKM). Dimana penurunan produksi sebesar 5% bakal berdampak pada PHK sebesar 400 orang. Memang jumlahnya masih banyak, tapi setidaknya jauh lebih sedikit dibanding penurunan di SKM.
"Ini terjadi kebanyakan di pabrik kecil menengah. Yang gede juga ada potensi. Dia nggak mungkin (asal PHK) tapi perusahaan gede-gede sangat hati-hati lah. Siasatnya paling pengurangan jam kerja. Dikurangi sekian jam atau separuhnya," sebutnya.
Penyesuaian jam kerja tersebut tentu berdampak pada penyesuain pendapatan pegawai pabrik rokok. Cara itu sebagai antisipasi PHK. Meski demikian, makin ke sini kondisi pun kian tidak menentu, sehingga pegawai yang saat ini disesuaikan jam kerjanya juga berpotensi terkena PHK. Tentu hal ini perlu langkah antisipasi.
CNBC Indonesia mencoba menghubungi Ketua Umum GAPPRI Henry Najoan maupun Sekjen GAPPRI Willem Petrus Rewu. Namun keduanya belum merespons mengenai langkah perusahaan rokok untuk menghindari PHK terhadap pegawainya.
(hoi/hoi) Next Article Pabrik Kertas Rokok RI Hengkang ke Vietnam, Ada Apa?
Most Popular