Produksi APD Tak Mampu Selamatkan Pabrik Tekstil dari Corona

Hidayat Arif Subakti, CNBC Indonesia
27 April 2020 15:36
Melihat Produksi Pembuatan Alat Pelindung Diri untuk Cegah Virus Corona. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Pembuatan Alat Pelindung Diri untuk Cegah Virus Corona. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi COVID-19 yang melanda di Indonesia membuat industri tekstil harus mengalami nasib yang semakin memprihatinkan. Awalnya sektor ini dianggap selamat dari terpaan pandemi karena dapat order baru dari meningkatnya produk alat pelindung diri (APD).

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengatakan saat ini kementerian perindustrian memang tengah berkoordinasi dengan sejumlah pengusaha untuk melibatkan industri dalam negeri dalam memproduksi APD serta masker untuk keperluan medis di tengah kondisi pandemi COVID-19 saat ini.

Namun, para pengusaha mengaku pembuatan APD maupun masker masih tetap belum mampu menyelamatkan kesulitan yang dialami pengusaha, bahkan tidak mampu menyelamatkan para buruh dari PHK secara keseluruhan.



"Kalau demand APD saja kalau betul-betul dibuat industri dalam negeri, itu kebutuhannya sekitar 20 juta meter kain, maksimum 30 juta meter kain, dan itu sangat kecil sekali kalau dibandingkan dengan produksi nasional karena itu masih di bawah 3 persen," ungkap Jemmy dalam dialog via zoom di program Squawk Box, CNBC Indonesia, Senin (27/04/2020).

Selain itu, tidak mudah bagi industri untuk beralih menjadi pembuat APD dan memproduksi masker. Sampai saat ini pihak Gugus Tugas COVID-19 memang tengah berkoordinasi dengan para industri tekstil karena adanya spesifikasi khusus dalam produksi APD.

"Kain tersebut harus dites untuk memenuhi standard seperti apa, kemudian ada namanya protection level 1, level 2, level 3, kita sudah mulai mengikuti parameter tersebut," ujar Jemmy.

Selain itu sampai saat ini para pengusaha tekstil mendesak adanya keringanan khususnya dalam menjaga cashflow. Para pengusaha meminta pemerintah mencabut kebijakan pembayaran listrik minimum 40 jam.

"Untuk jangka pendek kita harapkan PLN kita asosiasi pada saat pabrik tidak beroperasi mereka itu harus membayar jam nyala 40 jam minimum, walaupun mereka tidak memakainya, mungkin aturan 40 jam ini dicabut dulu atau wait dulu selama corona," kata Jemmy.

Selain keringanan cashflow dan pelibatan pengusaha dalam produksi perlengkapan medis, pemerintah juga diharapkan dapat memberikan proteksi bagi produk TPT (Tekstil dan Produk Tekstil).

Hal ini diperlukan karena sampai saat ini banyak konsumen yang melakukan penundaan dan pemesanan dalam pemesanan garmen. Banyak negara yang saat ini juga melakukan hal tersebut sehingga pemerintah Indonesia diminta melakukan kebijakan yang sama.

"Kalau Indonesia tidak melakukan proteksi, barang - barang cancellation itu pasti akan datang dijual ke negara yang less protektif dengan harapan Indonesia segera melakukan safeguard garmen hingga cancellation garment seperti India, Pakistan dan Bangladesh tidak masuk ke Indonesia," kata Jemmy.

[Gambas:Video CNBC]






(hoi/hoi) Next Article RI Bisa Produksi 30 Juta APD, Sayang Bahan Bakunya Krisis

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular