
BLT Ditambah, Stimulus Covid-19 RI Harusnya Rp 1.100 T
Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
24 April 2020 16:58

Jakarta, CNBC Indonesia - Adanya pelarangan mudik Lebaran 2020 diperkirakan akan berdampak terhadap menurunnya ekonomi di daerah. Maka dari itu penyaluran stimulus semestinya bisa dipercepat atau bahkan ditambah.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) kebutuhan uang tunai pada musim lebaran 2019 mencapai Rp 217,1 triliun. Adanya pelarangan mudik lebaran, dipastikan akan menurunkan perputaran uang di daerah, sehingga perlambatan ekonomi di daerah akan berjalan dengan lambat.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal mengatakan, pemerintah sudah menggelontorkan Rp 110 triliun sebagai penjaring pengaman sosial dalam penanggulangan covid-19. Namun, penyaluran Rp 110 triliun itu hanya untuk data orang miskin yang dimiliki oleh Kementerian Sosial.
Padahal, di saat seperti ini, kata Fithra, banyak orang-orang yang tidak dikategorikan miskin, bisa masuk menjadi miskin. Maka dari itu, perlu adanya perluasan stimulus jaring pengaman sosial.
"Data ini akan jauh lebih besar lagi. Data World Bank saja, ada 115 juta orang yang rentan miskin dan bisa kembali miskin. Pemerintah perlu melakukan perluasan jaring pengaman sosial, dan kalau bisa diperlukan semacam universal income, seperti yang diberikan oleh pemerintah Jepang," kata Fithra.
Seperti diketahui, pemerintah Jepang memberikan kepada seluruh warganya insentif uang tunai sebesar 100 ribu yen (JPY) atau sekitar Rp 15 juta untuk setiap orang, tanpa terkecuali.
I
ndonesia, kata Fithra bisa meniru cara Jepang dalam memberikan jaring pengaman sosial. Tentu disesuaikan dengan kultur khas Indonesia.
Fithra merinci, berdasarkan perhitungannya, pandemi covid-19 di Indonesia bisa ditangani selama 3 bulan. Rata-rata belanja orang Indonesia kebutuhannya per bulan mencapai Rp 375 triliun. Selama tiga bulan, maka stimulus yang bisa digelontorkan mencapai Rp 1.125 triliun.
"Kalau dihitung per kepala. Pemerintah bisa memberikan Rp 1,4 juta per orang setiap bulannya. Itu untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya, lewat Rp 1.125 triliun tadi," kata Fithra.
Cara yang bisa ditempuh agar pemerintah bisa memberikan stimulus Rp 1.125 triliun, itu menurut Fithra, bisa deengan bantuan Bank Indonesia (BI) yang kini sudah bisa membeli surat utang pemerintah di pasar primer. Tapi, tidak sepenuhnya BI yang menanggung.
Misalnya saja kata dia, dari kantong BI lewat pembelian obligasi pemerintah sebesar Rp 625 triliun. Memang terdapat risiko adanya inflasi, tapi menurut Fithra di saat uang berderar tidak terlalu tinggi pertumbuhannya, inflasi itu dampaknya masih sangat minim.
"Perbankan pun sudah tidak bisa menyalurkan kreditnya, karena produktivitas industri berhenti. Sehingga mereka mengalami kekeringan likuiditas juga," tuturnya.
Sementara, untuk anggaran sisanya, untuk memenuhi stimulus jaringan pengaman sosial, menurut Fithra, pemerintah semestinya bisa mengajak kerja sama untuk gotong royong dengan 1% orang terkaya yang ada di Indonesia.
"Orang terkaya 1% di Indonesia itu, memiliki kekayaan 46% dari total kekayaan orang di Indonesia, yang mencapai 170 juta orang. Itu kalau ditotalkan [pendapatan orang kaya] Rp 22.700 triliun. Kalau seandainya mereka mau saja memberikan 5% dari total kekayaan mereka, itu kita bisa dapat Rp 500 triliun," kata Fithra.
Timbal baliknya, kepada 1% orang kaya itu, kata Fithra, pemerintah bisa saja memberikan insentif misalnya, dengan meniadakan pajak mereka sampai 10 tahun ke depan.
"Mungkin bisa memungkinkan penerimaan pajak mereka selama 10 tahun dibebaskan. Setidaknya kita bisa dapat Rp 500 triliun dari mereka," jelasnya.
Senada, Ekonom Indef Bhima Yudhistira juga sepakat apabila pemerintah memberikan tambahan stimulus sebagai jaring pengaman sosial. Terutama stimulus untuk masyarakat rentan miskin yang berada di luar jabodetabek.
"Kartu prakerja diubah saja jadi BLT [Bantuan Langsung Tunai] full, dan anggarannya ditambah. Pasalnya masa Ramadhan dikhawatirkan terjadi krisis pangan dan perlu adanya tambahan alokasi untuk bantuan sembako," jelasnya.
Selain itu juga menurut Bhima, sebagai respon anjloknya harga minyak, masyarakat di daerah butuh penurunan harga BBM, LPG 3kg, dan diskon tarif listrik yang lebih besar.
Bahkan jika memungkinkan diberikan juga subsidi internet selama 3-5 bulan. "Agar ekonomi digital yang didorong e-commerce masih bisa bantu UMKM di daerah," tutur Bhima.
Terpisah, Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan, stimulus terutama jaring pengaman sosial, masih difokuskan terlebih dahulu di area Jabodetabek.
"Yang memang masif potensi mudiknya. Sehingga pemerintah perlu support sebagian beban pemerintah daerah. Paket semabako Jabodetabek untuk 3 bulan berjalan," tuturnya.
Kata Pengusaha
Adapun menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional, Shinta W. Kamdani mengatakan, dalam kondisi wabah, entah mudik diadakan atau tidak diadakan, konsekuensi ekonominya tetap sama.
Ekonomi daerah dan ekonomi nasional akan tetap mengalami penurunan drastis karena adanya pandemi covid-19. Pasalnya level daya beli masyarakat turun, karena produktivitas di sektor riil formal dan informal terhambat oleh kebijakan-kebijakan pencegahan wabah, sehingga pendapatan masyarakat itu sendiri turun.
Sementara, pasar nasional sendiri sedang mengalami pergeseran besar dalam pola konsumsi. Hampir seluruh demand, di daerah maupun di nasional terhadap barang dan jasa yag sifatnya tersier dan sekunder mengalami penurunan besar-besaran.
"Konsumsi sangat terkonsentrasi pada sektor primer seperti pangan, energi, kesehatan dan teknologi penunjang konektifitas," tuturnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (24/4/2020).
Artinya, lanjut dia selama wabah masih berlangsung, stimulus yang diberikan kepada perusahaan atau daya beli masyarakat, serta dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah akan relatif sama.
Stimulus, sepanjang wabah sangat dibutuhkan dan berfungsi sebagai instrumen defensif atau mempertahankan daya beli masyarakat dan daya tahan perusahaan tetap eksis sepanjang krisis.
"Bukan instrumen ekspansi untuk mengembalikan pertumbuhan ekonomi yang rusak akibat krisis covid-19. Nanti setelah wabah terkontrol, baru stimulus dibutuhkan untuk pemulihan," tuturnya.
Maka dari itu, Shinta mendukung dengan adanya kebijakan pemerintah untuk melarang mudik di tengah pandemi Karena ini akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dalam jangak menengah atau selama 3-6 bulan ke depan.
"apabila penyebaran wabah sudah flattening (tidak bertambah secara eksponensial) atau turun krn secara langsung akan mengembalikan confidence pelaku ekonomi ntk melakukan kegiatan produktif di sektor riil yang secara sistemik. Akan mengangkat dan menormalisasi daya beli masyarakat," tuturnya.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kebijakan Moneter, Fiskal, dan Publik, Raden Pardede mengatakan, daerah memiliki problem masing-masing yang tidak sama dengan Jakarta.
Sehingga, menurut Raden pemerintah pusat perlu memodifikasi kebijakannya, jangan sampai nantinya salah memberikan resep atau stimulus yang salah.
"Pemerintah pusat perlu buat perencanaan dan time table yang lebih pasti. Yang memberikan harapan kepada masyarakat dan pelaku ekonomi. Semua harus taat dan berkoordinasi ke pemerintah pusat," tuturnya.
"Kalau semua melakukan keinginan sendiri sendiri, kita akan kesulitan. Dalam situasi seperti ini diperlukan koordinasi dan kerendahan hati masing masing pemimpin daerah," kata Raden melanjutkan.
(dru) Next Article Pemerintah Guyur Lagi Rp 10,3 T untuk Stimulus Ekonomi
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) kebutuhan uang tunai pada musim lebaran 2019 mencapai Rp 217,1 triliun. Adanya pelarangan mudik lebaran, dipastikan akan menurunkan perputaran uang di daerah, sehingga perlambatan ekonomi di daerah akan berjalan dengan lambat.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal mengatakan, pemerintah sudah menggelontorkan Rp 110 triliun sebagai penjaring pengaman sosial dalam penanggulangan covid-19. Namun, penyaluran Rp 110 triliun itu hanya untuk data orang miskin yang dimiliki oleh Kementerian Sosial.
"Data ini akan jauh lebih besar lagi. Data World Bank saja, ada 115 juta orang yang rentan miskin dan bisa kembali miskin. Pemerintah perlu melakukan perluasan jaring pengaman sosial, dan kalau bisa diperlukan semacam universal income, seperti yang diberikan oleh pemerintah Jepang," kata Fithra.
Seperti diketahui, pemerintah Jepang memberikan kepada seluruh warganya insentif uang tunai sebesar 100 ribu yen (JPY) atau sekitar Rp 15 juta untuk setiap orang, tanpa terkecuali.
I
Fithra merinci, berdasarkan perhitungannya, pandemi covid-19 di Indonesia bisa ditangani selama 3 bulan. Rata-rata belanja orang Indonesia kebutuhannya per bulan mencapai Rp 375 triliun. Selama tiga bulan, maka stimulus yang bisa digelontorkan mencapai Rp 1.125 triliun.
"Kalau dihitung per kepala. Pemerintah bisa memberikan Rp 1,4 juta per orang setiap bulannya. Itu untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya, lewat Rp 1.125 triliun tadi," kata Fithra.
Cara yang bisa ditempuh agar pemerintah bisa memberikan stimulus Rp 1.125 triliun, itu menurut Fithra, bisa deengan bantuan Bank Indonesia (BI) yang kini sudah bisa membeli surat utang pemerintah di pasar primer. Tapi, tidak sepenuhnya BI yang menanggung.
Misalnya saja kata dia, dari kantong BI lewat pembelian obligasi pemerintah sebesar Rp 625 triliun. Memang terdapat risiko adanya inflasi, tapi menurut Fithra di saat uang berderar tidak terlalu tinggi pertumbuhannya, inflasi itu dampaknya masih sangat minim.
"Perbankan pun sudah tidak bisa menyalurkan kreditnya, karena produktivitas industri berhenti. Sehingga mereka mengalami kekeringan likuiditas juga," tuturnya.
Sementara, untuk anggaran sisanya, untuk memenuhi stimulus jaringan pengaman sosial, menurut Fithra, pemerintah semestinya bisa mengajak kerja sama untuk gotong royong dengan 1% orang terkaya yang ada di Indonesia.
"Orang terkaya 1% di Indonesia itu, memiliki kekayaan 46% dari total kekayaan orang di Indonesia, yang mencapai 170 juta orang. Itu kalau ditotalkan [pendapatan orang kaya] Rp 22.700 triliun. Kalau seandainya mereka mau saja memberikan 5% dari total kekayaan mereka, itu kita bisa dapat Rp 500 triliun," kata Fithra.
Timbal baliknya, kepada 1% orang kaya itu, kata Fithra, pemerintah bisa saja memberikan insentif misalnya, dengan meniadakan pajak mereka sampai 10 tahun ke depan.
"Mungkin bisa memungkinkan penerimaan pajak mereka selama 10 tahun dibebaskan. Setidaknya kita bisa dapat Rp 500 triliun dari mereka," jelasnya.
Senada, Ekonom Indef Bhima Yudhistira juga sepakat apabila pemerintah memberikan tambahan stimulus sebagai jaring pengaman sosial. Terutama stimulus untuk masyarakat rentan miskin yang berada di luar jabodetabek.
"Kartu prakerja diubah saja jadi BLT [Bantuan Langsung Tunai] full, dan anggarannya ditambah. Pasalnya masa Ramadhan dikhawatirkan terjadi krisis pangan dan perlu adanya tambahan alokasi untuk bantuan sembako," jelasnya.
Selain itu juga menurut Bhima, sebagai respon anjloknya harga minyak, masyarakat di daerah butuh penurunan harga BBM, LPG 3kg, dan diskon tarif listrik yang lebih besar.
Bahkan jika memungkinkan diberikan juga subsidi internet selama 3-5 bulan. "Agar ekonomi digital yang didorong e-commerce masih bisa bantu UMKM di daerah," tutur Bhima.
Terpisah, Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan, stimulus terutama jaring pengaman sosial, masih difokuskan terlebih dahulu di area Jabodetabek.
"Yang memang masif potensi mudiknya. Sehingga pemerintah perlu support sebagian beban pemerintah daerah. Paket semabako Jabodetabek untuk 3 bulan berjalan," tuturnya.
Kata Pengusaha
Adapun menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional, Shinta W. Kamdani mengatakan, dalam kondisi wabah, entah mudik diadakan atau tidak diadakan, konsekuensi ekonominya tetap sama.
Ekonomi daerah dan ekonomi nasional akan tetap mengalami penurunan drastis karena adanya pandemi covid-19. Pasalnya level daya beli masyarakat turun, karena produktivitas di sektor riil formal dan informal terhambat oleh kebijakan-kebijakan pencegahan wabah, sehingga pendapatan masyarakat itu sendiri turun.
Sementara, pasar nasional sendiri sedang mengalami pergeseran besar dalam pola konsumsi. Hampir seluruh demand, di daerah maupun di nasional terhadap barang dan jasa yag sifatnya tersier dan sekunder mengalami penurunan besar-besaran.
"Konsumsi sangat terkonsentrasi pada sektor primer seperti pangan, energi, kesehatan dan teknologi penunjang konektifitas," tuturnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (24/4/2020).
Artinya, lanjut dia selama wabah masih berlangsung, stimulus yang diberikan kepada perusahaan atau daya beli masyarakat, serta dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah akan relatif sama.
Stimulus, sepanjang wabah sangat dibutuhkan dan berfungsi sebagai instrumen defensif atau mempertahankan daya beli masyarakat dan daya tahan perusahaan tetap eksis sepanjang krisis.
"Bukan instrumen ekspansi untuk mengembalikan pertumbuhan ekonomi yang rusak akibat krisis covid-19. Nanti setelah wabah terkontrol, baru stimulus dibutuhkan untuk pemulihan," tuturnya.
Maka dari itu, Shinta mendukung dengan adanya kebijakan pemerintah untuk melarang mudik di tengah pandemi Karena ini akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dalam jangak menengah atau selama 3-6 bulan ke depan.
"apabila penyebaran wabah sudah flattening (tidak bertambah secara eksponensial) atau turun krn secara langsung akan mengembalikan confidence pelaku ekonomi ntk melakukan kegiatan produktif di sektor riil yang secara sistemik. Akan mengangkat dan menormalisasi daya beli masyarakat," tuturnya.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kebijakan Moneter, Fiskal, dan Publik, Raden Pardede mengatakan, daerah memiliki problem masing-masing yang tidak sama dengan Jakarta.
Sehingga, menurut Raden pemerintah pusat perlu memodifikasi kebijakannya, jangan sampai nantinya salah memberikan resep atau stimulus yang salah.
"Pemerintah pusat perlu buat perencanaan dan time table yang lebih pasti. Yang memberikan harapan kepada masyarakat dan pelaku ekonomi. Semua harus taat dan berkoordinasi ke pemerintah pusat," tuturnya.
"Kalau semua melakukan keinginan sendiri sendiri, kita akan kesulitan. Dalam situasi seperti ini diperlukan koordinasi dan kerendahan hati masing masing pemimpin daerah," kata Raden melanjutkan.
(dru) Next Article Pemerintah Guyur Lagi Rp 10,3 T untuk Stimulus Ekonomi
Most Popular