Harus Diakui, Stimulus Ekonomi untuk Covid-19 Kecil

Lidya Julita S, CNBC Indonesia
24 April 2020 16:17
Ekonom senior, Faisal Basri saat menghadiri acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2019. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ekonom senior, Faisal Basri saat menghadiri acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2019. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah telah menambah anggaran hingga Rp 405 triliun untuk menangani pandemi Covid-19. Dengan demikian, maka defisit anggaran tahun ini diprediksi akan melebar hingga 5,07%.

Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan, anggaran yang dikeluarkan itu tidak semuanya untuk penanganan Covid-19. Bahkan untuk penanganan khusus Covid-19 ini sangat kecil.

Oleh sebabnya, pelebaran defisit anggaran dinilai bukan karena stimulus tetapi karena penerimaan negara yang anjlok. "Jangan dilihat defisit APBN pemerintah naik 5,08% itu sebagai stimulus, tidak. Defisit 5,08% itu karena penerimaan anjlok," ujarnya saat teleconference, Jumat (24/4/2020).

Ia menjelaskan, dari perhitungannya peningkatan belanja di APBN Perubahan tahun ini hanya sekitar Rp 73,4 triliun, sedangkan penerimaan negara turun sangat tajam sebesar Rp 472 triliun.



"Jadi praktis nggak ada stimulus sebenarnya, kalau lihat magnitude tambahan dari APBN itu," jelasnya.

Staf Khusus Menteri Keuangan Masyita Crystallin pun membenarkan bahwa tambahan belanja hanya sekitar Rp 70 triliun dan penerimaan yang anjlok.

Namun, ia menjelaskan penerimaan negara anjlok dari dua kelompok. Pertama adalah harga komoditas turun dan kedua karena stimulus dari sisi perpajakan yang menurunkan penerimaan negara.

"Ada yang beranggapan bahwa stimulus fiskal untuk penanganan Covid-19 adalah sebesar Rp 73,4 triliun yaitu peningkatan pengeluaran dalam APBN. Pendapat ini kurang lengkap, karena stimulus dalam anggaran itu sebetulnya ada di tiga sisi," katanya.


Pertama, sisi pengeluaran melalui peningkatan pengeluaran. Kedua dari sisi penerimaan, yang juga menurun karena adanya insentif pajak yang diberikan kepada dunia usaha melalui relaksasi Pajak (PPh 21,PPh 22 impor, PPN impor dan PPh 25), selain penurunan penerimaan alamiah akibat pertumbuhan ekonomi yang turun dan faktor lain seperti turunnya harga minyak.

Ketiga, adalah yang dikenal sebagai item below the line atau investasi pemerintah, dialokasikan sebesar Rp 150 triliun untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), difokuskan pada UMKM.

"Secara nominal, total stimulus yang dikeluarkan pemerintah di tahap tiga, termasuk program PEN sebesar Rp 150 triliun, menjadi Rp 405,1 triliun, bukan hanya Rp 73,4 triliun dari peningkatan total pengeluaran pemerintah saja."

Selain, katanya, itu ada juga stimulus yang sifatnya non-fiskal seperti penyederhanaan aktivitas perdagangan untuk memastikan ketersediaan bahan baku.

Dia juga menekankan, pemerintah akan terus memberikan stimulus yang dibutuhkan untuk menangani Covid-19. "Jadi secara umum stimulus itu kita lihat keseluruhan pakai yang bisa saja kita tarik dan kita berikan lagi," tegasnya.




[Gambas:Video CNBC]




(dru) Next Article Jokowi Kecewa! Helikopter Uang Tak Disebar, Malah 'Ngendon'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular