Stimulus Covid-19 Masih Kurang Pak Jokowi, Bisa Ditambah?
21 April 2020 19:22

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonom Senior sekaligus Menteri Keuangan peridoe 2013-2014 Chatib Basri menilai pemerintah sebetulnya masih bisa menambah anggaran stimulus fiskal untuk penanganan covid-19.
"Dalam kondisi ini, apakah butuh dana tambahan? Kalau butuh apa yang bisa dilakukan? [...] Kalau mau kaya Amerika Serikat, uangnya dari mana? Bisa dipertajam, mungkin masih bisa," kata Chatib dalam video conference, Selasa (21/4/2020).
Caranya kata Chatib, menyesuaikan dengan Instruksi Presiden (Inpres) No. 4 Tahun 2020 tentang refocusing kegiatan, realokasi anggaran, serta pengadaan barang dan jasa dalam rangka percepatan penanganan covid-19.
Realokasi anggaran itu, kata Chatib bisa dipertajam melalui anggaran perjalanan dinas, belanja modal, hingga pembangunan infrastruktur yang bisa ditunda.
"Misalnya, anggaran perjalanan dinas Rp 43 triliun untuk 2020, sudah dipotong sekitar Rp 25 triliun, praktis orang enggak berjalan. Itu mungkin bisa dipotong lebih banyak," katanya melanjutkan.
Seperti diketahui, pemerintah menggelontorkan anggaran Rp 405,1 triliun untuk penanganan covid. Anggaran tersebut digunakan untuk menstimulus kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan ekonomi yang terdampak karena pandemi covid-19.
Secara rinci, anggaran untuk kesehatan sebesar Rp 75 triliun, termasuk untuk insentif bagi tenaga medis. Juga ada anggaran pengaman sosial atau sosial safety net bagi sektor informal sebesar Rp 110 triliun.
Di sektor industri, adanya peringanan pajak dengan stimulus mencapai Rp 70,1 triliun dan anggaran untuk pemulihan ekonomi sebesar Rp 150 triliun.
Pemerintah, lanjut Chatib, juga bisa menambah anggaran stimulus covid-19 dengan merealokasi anggaran belanja modal berupa belanja modal fisik, infrastruktur yang sebetulnya proyek-proyek itu bisa ditunda pembangunannya. Namun ini semua butuh komitmen dari masing-masing Kementerian dan Lembaga.
Seperti diketahui, pemerintah sudah memangkas pos belanja barang dengan memangkas Rp 33,7 triliun. Terdiri dari pemotongan perjalan dinas Rp 26,8 triliun dan pemotongan honor Rp 6,9 triliun. Pos belanja modal juga dipangkas sebesar Rp 39,3 triliun, serta penghematan alamiah sebesar Rp 22,7 triliun.
"Lalu ada anggaran yang dibutuhkan, mungkin eksekusi enggak tahun ini, misal belanja modal fisik, mungkin infra, bisa ditunda. Tapi ini butuh komitmen kementerian lembaga," kata Chatib melanjutkan.
Chatib berharap pemerintah benar-benar bisa memprioritaskan stimulus penanganan covid-19 yang sebesar Rp 405,1 triliun ini di sektor kesehatan dan bantuan sosial. Agar penanganan covid-19 bisa dengan cepat dilakukan dan ekonomi bisa pulih kembali.
"Tahun ini [belanja yang bukan prioritas] ditunda dulu. Bener-bener fokus ke hal itu. Tapi kan enggak mungkin Kemenkeu lakukan sendiri, harus ada komitmen kementerian dan lembaga lainnya," tuturnya.
(dru)
"Dalam kondisi ini, apakah butuh dana tambahan? Kalau butuh apa yang bisa dilakukan? [...] Kalau mau kaya Amerika Serikat, uangnya dari mana? Bisa dipertajam, mungkin masih bisa," kata Chatib dalam video conference, Selasa (21/4/2020).
Caranya kata Chatib, menyesuaikan dengan Instruksi Presiden (Inpres) No. 4 Tahun 2020 tentang refocusing kegiatan, realokasi anggaran, serta pengadaan barang dan jasa dalam rangka percepatan penanganan covid-19.
Realokasi anggaran itu, kata Chatib bisa dipertajam melalui anggaran perjalanan dinas, belanja modal, hingga pembangunan infrastruktur yang bisa ditunda.
![]() |
"Misalnya, anggaran perjalanan dinas Rp 43 triliun untuk 2020, sudah dipotong sekitar Rp 25 triliun, praktis orang enggak berjalan. Itu mungkin bisa dipotong lebih banyak," katanya melanjutkan.
Seperti diketahui, pemerintah menggelontorkan anggaran Rp 405,1 triliun untuk penanganan covid. Anggaran tersebut digunakan untuk menstimulus kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan ekonomi yang terdampak karena pandemi covid-19.
Secara rinci, anggaran untuk kesehatan sebesar Rp 75 triliun, termasuk untuk insentif bagi tenaga medis. Juga ada anggaran pengaman sosial atau sosial safety net bagi sektor informal sebesar Rp 110 triliun.
Di sektor industri, adanya peringanan pajak dengan stimulus mencapai Rp 70,1 triliun dan anggaran untuk pemulihan ekonomi sebesar Rp 150 triliun.
Pemerintah, lanjut Chatib, juga bisa menambah anggaran stimulus covid-19 dengan merealokasi anggaran belanja modal berupa belanja modal fisik, infrastruktur yang sebetulnya proyek-proyek itu bisa ditunda pembangunannya. Namun ini semua butuh komitmen dari masing-masing Kementerian dan Lembaga.
Seperti diketahui, pemerintah sudah memangkas pos belanja barang dengan memangkas Rp 33,7 triliun. Terdiri dari pemotongan perjalan dinas Rp 26,8 triliun dan pemotongan honor Rp 6,9 triliun. Pos belanja modal juga dipangkas sebesar Rp 39,3 triliun, serta penghematan alamiah sebesar Rp 22,7 triliun.
"Lalu ada anggaran yang dibutuhkan, mungkin eksekusi enggak tahun ini, misal belanja modal fisik, mungkin infra, bisa ditunda. Tapi ini butuh komitmen kementerian lembaga," kata Chatib melanjutkan.
Chatib berharap pemerintah benar-benar bisa memprioritaskan stimulus penanganan covid-19 yang sebesar Rp 405,1 triliun ini di sektor kesehatan dan bantuan sosial. Agar penanganan covid-19 bisa dengan cepat dilakukan dan ekonomi bisa pulih kembali.
"Tahun ini [belanja yang bukan prioritas] ditunda dulu. Bener-bener fokus ke hal itu. Tapi kan enggak mungkin Kemenkeu lakukan sendiri, harus ada komitmen kementerian dan lembaga lainnya," tuturnya.
Artikel Selanjutnya
Total Rp 158,2 T Disebar Jokowi untuk Perangi Corona, Ampuh?
(dru)