Cukupkah Stimulus Rp 405 T? Jawabannya Tidak!
22 April 2020 17:29

Jakarta, CNBC indonesia - Pemerintah mengalokasikan anggaran senilai Rp 450,1 triliun untuk menanggulangi dampak pandemi Covid-19 ke perekonomian nasional. Sudahkah cukup?
Ekonom Senior, Raden Pardede mengatakan arah pemerintah dirasa telah benar untuk menyelamatkan ekonomi dengan stimulus tersebut. Meski dinilai sedikit terlambat, namun anggaran untuk pos-pos tertentu dirasa masih kurang.
"Kesehatan Rp 75 triliun untuk insentif kesehatan saya rasa masih kurang, pengaman sosial juga yang Rp 110 triliun. Bahkan para pengusaha minta untuk stimulus tersebut senilai Rp 1.600 triliun, jadi mungkin akan naik lagi? Namun nanti pertanyaannya dari mana kita akan membayarnya", ujar Pardede dalam diskusi Virtual Video, Rabu (22/04/2020).
Menurutnya yang harus menjadi fokus pemerintah bukan hanya terkait nominal yang akan diberikan, namun implementasi stimulus yang tegas dan jelas diberikan pada penerima insentif yang memiliki kasus berbeda-beda, meskipun dalam satu sektor yang sama.
Setelah mulai mengimplementasikan insentif ke sektor kesehatan dan sosial (Bantuan Langsung Tunai/BLT dan Program Keluarga Harapan/PKH), pemerintah segera mengimplementasikan stimulus pada sektor usaha kecil.
"Sektor riil ini diupayakan diberikan credit line bagi dunia usaha khususnya usaha kecil, yang menengah dan besar belakangan saja. Seperti penangguhan pembayaran bunga dan cicilan pokok, karena saat ini Bank juga belum mampu jika melakukan penangguhan jadi pemerintah juga harus turun tangan dalam implementasinya", tambah Pardede.
Namun, implementasi yang harus diberikan kepada dunia usaha juga harus diberikan kepada yang berhak, pasalnya akan ada oknum-oknum yang sebelumnya memiliki permasalahan di perusahaannya namun justru menerima stimulus dari pemerintah tersebut.
Ekonomi Bisa Negatif
Raden Pardede menyebut juga bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2020, dapat menuju level negatif menyusul pandemi Covid-19 yang mulai menekan ekonomi nasional di kuartal-II.
Namun, proyeksi ini merupakan yang terburuk, di luar proyeksi pertumbuhan ekonomi di level 2% - 3% tergantung kesiapan pemerintah mengatasi wabah tersebut dan mempersiapkan diri jika pandemi telah berakhir.
"Tahun ini 2-3% sudah bagus, namun kalau kita pesimis, saling menyalahkan yang akan terjadi masuk skenario minus 3%. kuartal-I ini masih positif walaupun turun secara year on year (YoY), di kuartal-II saya pastikan negative growth karena kita lihat secara kasat mata di lapangan seperti mall, pasar dan transaksi turun tajam, Bahan Bakar Minyak (BBM) transaksi turun 30% - 40%", jelas Pardede.
Meski di kuartal-III diproyeksikan ekonomi berangsur pulih, namun pertumbuhan ekonomi hanya tumbuh tipis. Sehingga, jika pada periode ini protokol kesehatan belum mampu menangani pencegahan virus, bisa dipastikan situasi akan semakin buruk.
Untuk itu, ia menilai dengan potensi pemulihan cepat yang sangat sulit dicapai, maka diperlukan adanya intervensi maupun kebijakan yang bold atau tegas dari pemerintah, agar situasi ini tidak menjadi berkepanjangan.
"Tindakan penanganan yang bold sangat penting, karena kita dalam mode survive, jadi probabilitas selamat ada kalau kita tegak dengan intervensi yang memadai dan segera pulih. Tapi kalau ragu-ragu dan terpantau lambat, justru bisa terjadi chaos", tambahnya.
Ia menyebut, setidaknya ada 2 hal yang harus didahulukan pemerintah saat ini untuk menentukan kapan berakhirnya situasi tersebut. Pertama, yakni dengan adanya jaring pengaman kesehatan dilanjutkan dengan jaring pengaman sosial.
Meski pemerintah telah mengeluarkan stimulus yang dialokasikan senilai Rp 405,1 triliun termasuk sebagai jaring pengaman kesehatan dan sosial, namun jika terlambat disalurkan hingga salah sasaran, maka dipastikan situasi ini akan terus berlangsung dalam waktu yang lebih panjang lagi.
"Dalam hal ini kita harus mendukung aturan pemerintah dalam mode survive, selanjutnya baru dilanjutkan pada jaring pengaman sektor riil dan jika semua telah dilakukan baru masuk dalam jaring pengaman keuangan. Dengan prinsip forward looking ini, krisis ini pasti akan pulih seiring dengan adaptasi yang gencar dilakukan oleh seluruh pihak", ujar Pardede.
(dru)
Ekonom Senior, Raden Pardede mengatakan arah pemerintah dirasa telah benar untuk menyelamatkan ekonomi dengan stimulus tersebut. Meski dinilai sedikit terlambat, namun anggaran untuk pos-pos tertentu dirasa masih kurang.
"Kesehatan Rp 75 triliun untuk insentif kesehatan saya rasa masih kurang, pengaman sosial juga yang Rp 110 triliun. Bahkan para pengusaha minta untuk stimulus tersebut senilai Rp 1.600 triliun, jadi mungkin akan naik lagi? Namun nanti pertanyaannya dari mana kita akan membayarnya", ujar Pardede dalam diskusi Virtual Video, Rabu (22/04/2020).
Menurutnya yang harus menjadi fokus pemerintah bukan hanya terkait nominal yang akan diberikan, namun implementasi stimulus yang tegas dan jelas diberikan pada penerima insentif yang memiliki kasus berbeda-beda, meskipun dalam satu sektor yang sama.
Setelah mulai mengimplementasikan insentif ke sektor kesehatan dan sosial (Bantuan Langsung Tunai/BLT dan Program Keluarga Harapan/PKH), pemerintah segera mengimplementasikan stimulus pada sektor usaha kecil.
"Sektor riil ini diupayakan diberikan credit line bagi dunia usaha khususnya usaha kecil, yang menengah dan besar belakangan saja. Seperti penangguhan pembayaran bunga dan cicilan pokok, karena saat ini Bank juga belum mampu jika melakukan penangguhan jadi pemerintah juga harus turun tangan dalam implementasinya", tambah Pardede.
Namun, implementasi yang harus diberikan kepada dunia usaha juga harus diberikan kepada yang berhak, pasalnya akan ada oknum-oknum yang sebelumnya memiliki permasalahan di perusahaannya namun justru menerima stimulus dari pemerintah tersebut.
Ekonomi Bisa Negatif
Raden Pardede menyebut juga bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2020, dapat menuju level negatif menyusul pandemi Covid-19 yang mulai menekan ekonomi nasional di kuartal-II.
Namun, proyeksi ini merupakan yang terburuk, di luar proyeksi pertumbuhan ekonomi di level 2% - 3% tergantung kesiapan pemerintah mengatasi wabah tersebut dan mempersiapkan diri jika pandemi telah berakhir.
"Tahun ini 2-3% sudah bagus, namun kalau kita pesimis, saling menyalahkan yang akan terjadi masuk skenario minus 3%. kuartal-I ini masih positif walaupun turun secara year on year (YoY), di kuartal-II saya pastikan negative growth karena kita lihat secara kasat mata di lapangan seperti mall, pasar dan transaksi turun tajam, Bahan Bakar Minyak (BBM) transaksi turun 30% - 40%", jelas Pardede.
Meski di kuartal-III diproyeksikan ekonomi berangsur pulih, namun pertumbuhan ekonomi hanya tumbuh tipis. Sehingga, jika pada periode ini protokol kesehatan belum mampu menangani pencegahan virus, bisa dipastikan situasi akan semakin buruk.
Untuk itu, ia menilai dengan potensi pemulihan cepat yang sangat sulit dicapai, maka diperlukan adanya intervensi maupun kebijakan yang bold atau tegas dari pemerintah, agar situasi ini tidak menjadi berkepanjangan.
"Tindakan penanganan yang bold sangat penting, karena kita dalam mode survive, jadi probabilitas selamat ada kalau kita tegak dengan intervensi yang memadai dan segera pulih. Tapi kalau ragu-ragu dan terpantau lambat, justru bisa terjadi chaos", tambahnya.
Ia menyebut, setidaknya ada 2 hal yang harus didahulukan pemerintah saat ini untuk menentukan kapan berakhirnya situasi tersebut. Pertama, yakni dengan adanya jaring pengaman kesehatan dilanjutkan dengan jaring pengaman sosial.
Meski pemerintah telah mengeluarkan stimulus yang dialokasikan senilai Rp 405,1 triliun termasuk sebagai jaring pengaman kesehatan dan sosial, namun jika terlambat disalurkan hingga salah sasaran, maka dipastikan situasi ini akan terus berlangsung dalam waktu yang lebih panjang lagi.
"Dalam hal ini kita harus mendukung aturan pemerintah dalam mode survive, selanjutnya baru dilanjutkan pada jaring pengaman sektor riil dan jika semua telah dilakukan baru masuk dalam jaring pengaman keuangan. Dengan prinsip forward looking ini, krisis ini pasti akan pulih seiring dengan adaptasi yang gencar dilakukan oleh seluruh pihak", ujar Pardede.
Artikel Selanjutnya
Nih 'Vitamin' Terbaru dari Jokowi agar RI Menjauh dari Resesi
(dru)