Sri Mulyani Cemas RI Bisa Resesi, Seberapa Besar Peluangnya?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 April 2020 14:44
Rupiah
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Thomas White)
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bukan tidak mungkin resesi ekonomi akan menghinggapi Indonesia. Akan tetapi, kemungkinan Indonesia masih bisa menutup 2020 dengan pertumbuhan ekonomi, bukan kontraksi.

"Kalau kondisi berat panjang, kemungkinan akan terjadi resesi di mana dua kuartal berturut-turut PDB (Produk Domestik Bruto) bisa negatif. Pertumbuhan ekonomi (kuartal II-2020) bisa turun 0,3%, hampir mendekati nol atau bahkan negative growth di minus 2,6%. Untuk kuartal III akan ada recovery di 1,5% dan 2,8%," papar Sri Mulyani, kemarin.


Indonesia memang tidak imun dari serangan pandemi virus corona (Coronavirus Desease-2019/Covid-19). Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menunjukkan jumlah pasien positif corona di Tanah Air adalah 5.136 orang dengan jumlah pasien meninggal 469 orang (tingkat kematian/mortality rate 9,13%) per 15 April pukul 12:00 WIB.

Selain menjadi krisis kesehatan dan kemanusian, perlahan tetapi pasti virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini membuat gara-gara di bidang ekonomi. Berbagai data terbaru menunjukkan bagaimana virus corona memukul perekonomian Indonesia.

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Maret 2020 berada di 113,8. Masih di atas 100, menandakan konsumen masih optimistis mengarungi bahtera perekonomian kini dan masa mendatang.


Namun optimisme konsumen Indonesia turun dibandingkan bulan sebelumnya di mana IKK tercatat 126,4. Bahkan angka Maret 2020 menjadi yang terendah sejak September 2016.

"Menurunnya persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini terutama dipengaruhi oleh ketersediaan lapangan kerja yang lebih terbatas. Sedangkan ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi ke depan tertahan akibat persepsi konsumen terhadap kondisi kegiatan usaha enam bulan mendatang yang tidak sekuat persepsi konsumen pada bulan sebelumnya," jelas keterangan tertulis Bank Indonesia (BI).

Di sisi dunia usaha, angka Prompt Manufacturing Index (PMI) pada kuartal I-2020 berada di 45,64%. Turun dari 51,50% pada kuartal sebelumnya dan 52,65% pada kuartal I-2019. Pencapaian kuartal I-2020 adalah yang terendah sejak kuartal I-2015.

"Penurunan terjadi pada seluruh komponen pembentuk PMI Bank Indonesia, dengan penurunan terdalam pada komponen volume produksi, disebabkan penurunan permintaan dan gangguan pasokan akibat COVID-19. Secara sektoral, hampir seluruh subsektor mencatatkan kontraksi pada triwulan I-2020 kecuali subsektor Makanan, Minuman dan Tembakau," sebut keterangan tertulis BI.


Berbagai data sudah menunjukkan bagaimana virus corona telah membuat perekonomian Indonesia terluka dalam. Namun kembali ke pertanyaan awal, apakah luka dalam ini sampai bisa membikin resesi?


Well, berkaca kepada proyeksi sejumlah lembaga multilateral, Indonesia kemungkinan masih bisa membukukan pertumbuhan ekonomi pada tahun ini. Misalnya, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 adalah 0,5%. Memang pertumbuhan alakadarnya, tetapi masih tumbuh, tidak terkontraksi.


Indonesia masih beruntung karena tetangganya di Asia Tenggara ada yang diperkirakan mengalami kontraksi. Misalnya Thailand (-6,7%), Singapura (-4%), atau Malaysia (-1,7%). Ekonomi Thailand terpukul sangat parah karena punya ketergantungan tinggi terhadap sektor pariwisata, sektor yang paling awal merasakan dampak pandemi virus corona akibat social distancing.

IMF juga memberi apresiasi terhadap Indonesia (dan beberapa negara lainnya) yang berkomitmen memberikan stimulus. Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menganggarkan dana Rp 405,1 triliun untuk stimulus fiskal, dan sangat mungkin akan bertambah.

"Negara-negara berkembang seperti China, Indonesia, dan Afrika Selatan mulai menggulirkan stimulus fiskal dalam jumlah besar untuk membantu dunia usaha dan pekerja yang terdampak pandemi virus corona. Namun penyikapan fiskal ini masih perlu diperbesar jika perambatan ekonomi semakin parah," sebut laporan IMF.

Bank Dunia juga memperkirakan ekonomi Indonesia masih tumbuh positif 2,1% pada tahun ini. Namun, Bank Dunia punya skenario yang lebih pesimistis yaitu ekonomi Indonesia bisa terkontraksi -3,5% pada 2020.

"Konsumsi domestik tahun ini akan melambat signifikan karena pembatasan aktivitas masyarakat. Investasi bahkan kemungkinan akan tumbuh negatif. Dengan penurunan permintaan dunia, ekspor Indonesia diperkirakan juga bisa terkontraksi.

"Risiko ke bawah (downside risk) terhadap proyeksi pertumbuhan ekonom Indonesia sangat besar. Kebijakan pembatasan aktivitas publik untuk mencegah penularan virus menjadi beban bagi pertumbuhan ekonomi. Beban semakin berat karena penurunan permintaan global, koreksi harga komoditas, dan penurunan sentimen bisnis dunia," papar laporan Bank Dunia.


Dibandingkan IMF dan Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB) adalah yang paling optimistis melihat Indonesia. Lembaga yang berkantor pusat di Manila (Filipina) itu memperkirakan ekonomi Indonesia pada 2020 tumbuh 2,5%.

"Pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara akan melambat dari 4,4% pada 2019 menjadi 1% pada 2020 dan meningkat menjadi 4,7% pada 2021. Indonesia, ekonomi terbesar di kawasan ini, akan mengalami perlambatan ekonomi dari 5% pada 2019 menjadi 2,5% tahun ini dan meningkat ke 5% pada 2021," sebut laporan ADB.


Namun perlu dicatat bahwa proyeksi-proyeksi tersebut menunjukkan keseluruhan tahun. Sementara definisi resesi adalah kontraksi ekonomi pada dua kuartal beruntun dalam tahun yang sama.

Indonesia akan resmi jatuh ke jurang resesi apabila terjadi kontraksi ekonomi pada kuartal I dan II tahun ini, meski kemudian rebound pada paruh kedua dan berhasil mencatatkan pertumbuhan positif untuk keseluruhan tahun. Amit-amit jabang bayi, semoga resesi tidak terjadi...


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular