
Kalau Harga Minyak Turun Terus, APBN Bisa Tekor Nih

Dinamika harga minyak akan mempengaruhi Indonesia dalam hal pengelolaan APBN. Harga minyak Indonesia (ICP) menjadi salah satu asumsi dasar yang menentukan postur anggaran negara.
Sebelum 2015, penurunan harga minyak akan berdampak positif bagi APBN karena akan menurunkan belanja subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) secara signifikan. Namun selepas itu, ada reformasi anggaran subsidi sehingga tidak lagi menjadi beban APBN.
Dalam APBN 2020, pemerintah mengasumsikan rata-rata ICP dalam setahun di US$ 63/barel. ICP dekat dengan brent, sejauh ini harga rata-rata minyak jenis itu ada di US$ 50,03/barel. Ada selisih US$ 12,97/barel.
Analisis sensitivitas asumsi makro APBN 2020 menyebutkan, setiap penurunan ICP rata-rata US$ 1/barel setahun akan menurunkan pendapatan negara dalam kisaran Rp 3,6-4,2 triliun. Belanja negara juga berkurang, tetapi lebih sedikit dari penurunan pendapatan yaitu Rp 3,1-3,9 triliun. Jadi secara neto ada defisit Rp 0,3-0,5 triliun.
Mengasumsikan faktor lain tidak berubah (ceteris paribus), plus rata-rata harga minyak masih di US$ 50,03/barel sampai akhir tahun, maka APBN 2020 akan tekor Rp 3,89-6,48 triliun. Bagi APBN, penurunan harga minyak lebih menjadi mudarat ketimbang manfaat.
Oleh karena itu, pemerintah akan segera mengubah APBN 2020 untuk menyesuaikan dengan kondisi terkini. Dengan begitu, berbagai dampak negatif (seperti penurunan harga minyak) bisa dimitigasi.
"Bapak Presiden dan sudah ketemu pimpinan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan saya sudah konsultasi dengan Banggar (Badan Anggaran) dan Komisi XI bahkan KSSK (Komite Stabilitas Sektor Keuangan). Meskipun beliau masih reses, kita ingin agar DPR dapat informasi langsung, terkini, dan terlengkap dari pemerintah. Banyak policy yang bergerak terus, APBN 2020 pasti mengalami perubahan besar," jelas Sri Mulyani, Menteri Keuangan, baru-baru ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
