
Siap-siap! Harga Minyak RI Bisa Terjun Bebas ke Bawah US$ 30
Anisatul Umah, CNBC Indonesia
02 April 2020 12:56

Jakarta, CNBC Indonesia- Harga minyak kini menjadi sorotan setelah terus menerus terjun bebas dalam beberapa waktu terakhir.
Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan mengakui hal ini bisa berdampak pada penerimaan negara, di mana di APBN 2020 diproyeksikan harga minyak Indonesia (ICP) berada di level US$ 60 per barel.
Namun, baru tiga bulan berjalan harga emas hitam ini di pasar global malah nyungsep ke level US$ 20 per barel, dan bisa turun lagi.
"Apalagi harga minyak turun di bawah US$ 20 [per barel]. Harga minyak kita di atas US$ 60/barel [dalam postur asumsi makro APBN]," kata Sri Mulyani, Rabu (1/4/2020).
Dalam paparannya, Sri Mulyani bahkan membuat beberapa skenario. Apabila harga minyak ini terus turun dan ICP sentuh US$ 38 per barel ini akan sangat berat bagi ekonomi Indonesia, dan jika harga ICP merosot ke level US$ 31 per barel kondisinya menjadi sangat berat.
Hingga Februari lalu, ICP masih di level US$ 56,61 per barel. Angka ini turun 13,41% dibanding rerata harga ICP di Januari yang masih di atas US$ 60 per barel, yakni US$ 65,38.
Angka resmi rerata ICP di Maret belum keluar, namun harga minyak dunia yang hancur-hancuran dalam sebulan terakhir akibat corona dan perang harga antara Rusia dan Arab Saudi diproyeksi bisa membuat ICP merosot tajam di Maret 2020.
Anggota Bimasena Energy sekaligus eks Bos Pertamina Ari Soemarno mengatakan Indonesia harus bersiap-siap hadapai kemungkinan terburuk harga minyak. Apalagi dalam 2-3 bulan ini, menurutnya bahkan sulit bagi ICP bisa berada di atas US$ 30 per barel.
Ini diakibatkan karena perang antara Arab dan Rusia mulai di April ini, di mana Arab memutuskan untuk menggenjot besar-besaran ekspor minyaknya meskipun kondisi dunia kini tengah berlebih pasokan. Sampai Mei nanti, Arab Saudi bahkan sudah mengumumkan angka ekspornya bakal digenjot hingga 10,6 juta barel per hari.
Tapi yang lebih parah, adalah kegiatan ekonomi juga sangat melambat akibat pandemi corona yang tak pasti kapan berakhir. Ini membuat permintaan dunia turun signifikan.
"Rendah nya harga bukan hanya karena penggelontoran oleh Saudi dan Rusia, tapi yang lebih signifikan adalah penurunan demand minyak di dunia karena Covid19 yang mengakibat penurunan sangat besar yang mencapai 10-15 juta barel per hari," kata Arie, Kamis (2/4/2020).
Lebih lanjut dirinya mengatakan, bahkan ada analis yang menyatakan dalam minggu-minggu ke depan, bisa drop mendekati US$ 10 per barel. Meski tidak akan bertahan lama.
"Sektor hulu kita membutuhkan untuk aman paling tidak US$ 25 per barel. Ada beberapa lapangan yang biaya produksinya di atas itu. Lifting untuk Maret masih bisa di atas 700 ribu barel dalam bulan Maret ini," imbuhnya.
Menurutnya, kondisi pasar dunia akan tetap sangat dinamis sampai sidang Opec+ yang dijadwalkan awal Juni mendatang. Sampai saat itu, imbuhnya, Trump akan berusaha intervensi dan tekan Saudi ataupun Rusia.
Pengamat migas dari Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto juga memproyeksi masa-masa berat bagi ICP ke depan. Rata-rata harga minyak dunia berpotensi lebih rendah dari US$ 31 per barel. Hal ini dikarenakan dampak dari Covid-19 juga bisa menyebabkan perekonomian global tahun ini tumbuh negatif.
"Sehingga permintaan minyak global juga akan semakin melemah dan juga bisa negatif. Sehingga, pun ketika tensi price war di antara Saudi-Rusia-AS berkurang, harga juga tetap berat untuk bisa naik," paparnya.
Direktur Riset Indef Berley Martawardaya enggan berkomentar soal proyeksi harga minyak. "Ini oil specialist di Bloomberg juga tidak bisa jawab. Terlalu banyak ketidakpastian di masa pendemik,"
Penasihat Ahli Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Migas Satya W Yudha memiliki pandangan serupa akan kekhawatiran terhadap ICP. Menurutnya bukan mustahil harga minyak nasional merosot ke bawah US$ 30 per barel.
Pemicunya masih sama, perang minyak antara Rusia dan Arab. "Perkiraan bisa di bawah US$ 30 tapi masih berfluktuasi tergantung supply demand. Walaupun penurunan harga tidak mesti karena faktor supply demand terkadang juga faktor geopolitik/ apabila ada perang di wilayah negara penghasil.. Namun saat ini lebih dipengaruhi supply demand, karena turunnya demand karena Covid 19."
(gus) Next Article Pengumuman! Harga Minyak Mentah RI Naik Lagi
Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan mengakui hal ini bisa berdampak pada penerimaan negara, di mana di APBN 2020 diproyeksikan harga minyak Indonesia (ICP) berada di level US$ 60 per barel.
Namun, baru tiga bulan berjalan harga emas hitam ini di pasar global malah nyungsep ke level US$ 20 per barel, dan bisa turun lagi.
Dalam paparannya, Sri Mulyani bahkan membuat beberapa skenario. Apabila harga minyak ini terus turun dan ICP sentuh US$ 38 per barel ini akan sangat berat bagi ekonomi Indonesia, dan jika harga ICP merosot ke level US$ 31 per barel kondisinya menjadi sangat berat.
Hingga Februari lalu, ICP masih di level US$ 56,61 per barel. Angka ini turun 13,41% dibanding rerata harga ICP di Januari yang masih di atas US$ 60 per barel, yakni US$ 65,38.
Angka resmi rerata ICP di Maret belum keluar, namun harga minyak dunia yang hancur-hancuran dalam sebulan terakhir akibat corona dan perang harga antara Rusia dan Arab Saudi diproyeksi bisa membuat ICP merosot tajam di Maret 2020.
Anggota Bimasena Energy sekaligus eks Bos Pertamina Ari Soemarno mengatakan Indonesia harus bersiap-siap hadapai kemungkinan terburuk harga minyak. Apalagi dalam 2-3 bulan ini, menurutnya bahkan sulit bagi ICP bisa berada di atas US$ 30 per barel.
Ini diakibatkan karena perang antara Arab dan Rusia mulai di April ini, di mana Arab memutuskan untuk menggenjot besar-besaran ekspor minyaknya meskipun kondisi dunia kini tengah berlebih pasokan. Sampai Mei nanti, Arab Saudi bahkan sudah mengumumkan angka ekspornya bakal digenjot hingga 10,6 juta barel per hari.
Tapi yang lebih parah, adalah kegiatan ekonomi juga sangat melambat akibat pandemi corona yang tak pasti kapan berakhir. Ini membuat permintaan dunia turun signifikan.
"Rendah nya harga bukan hanya karena penggelontoran oleh Saudi dan Rusia, tapi yang lebih signifikan adalah penurunan demand minyak di dunia karena Covid19 yang mengakibat penurunan sangat besar yang mencapai 10-15 juta barel per hari," kata Arie, Kamis (2/4/2020).
Lebih lanjut dirinya mengatakan, bahkan ada analis yang menyatakan dalam minggu-minggu ke depan, bisa drop mendekati US$ 10 per barel. Meski tidak akan bertahan lama.
"Sektor hulu kita membutuhkan untuk aman paling tidak US$ 25 per barel. Ada beberapa lapangan yang biaya produksinya di atas itu. Lifting untuk Maret masih bisa di atas 700 ribu barel dalam bulan Maret ini," imbuhnya.
Menurutnya, kondisi pasar dunia akan tetap sangat dinamis sampai sidang Opec+ yang dijadwalkan awal Juni mendatang. Sampai saat itu, imbuhnya, Trump akan berusaha intervensi dan tekan Saudi ataupun Rusia.
Pengamat migas dari Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto juga memproyeksi masa-masa berat bagi ICP ke depan. Rata-rata harga minyak dunia berpotensi lebih rendah dari US$ 31 per barel. Hal ini dikarenakan dampak dari Covid-19 juga bisa menyebabkan perekonomian global tahun ini tumbuh negatif.
"Sehingga permintaan minyak global juga akan semakin melemah dan juga bisa negatif. Sehingga, pun ketika tensi price war di antara Saudi-Rusia-AS berkurang, harga juga tetap berat untuk bisa naik," paparnya.
Direktur Riset Indef Berley Martawardaya enggan berkomentar soal proyeksi harga minyak. "Ini oil specialist di Bloomberg juga tidak bisa jawab. Terlalu banyak ketidakpastian di masa pendemik,"
Penasihat Ahli Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Migas Satya W Yudha memiliki pandangan serupa akan kekhawatiran terhadap ICP. Menurutnya bukan mustahil harga minyak nasional merosot ke bawah US$ 30 per barel.
Pemicunya masih sama, perang minyak antara Rusia dan Arab. "Perkiraan bisa di bawah US$ 30 tapi masih berfluktuasi tergantung supply demand. Walaupun penurunan harga tidak mesti karena faktor supply demand terkadang juga faktor geopolitik/ apabila ada perang di wilayah negara penghasil.. Namun saat ini lebih dipengaruhi supply demand, karena turunnya demand karena Covid 19."
(gus) Next Article Pengumuman! Harga Minyak Mentah RI Naik Lagi
Most Popular