
Pengusaha Bus AKAP Terpukul Corona: No Work, No Pay!
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
30 March 2020 20:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Penyebaran virus corona (Covid-19) benar-benar menggoncang bisnis angkutan umum terutama bus AKAP. Hal ini juga berdampak pada semua unsur di dalamnya, tidak hanya pengusaha itu sendiri tetapi juga sampai ke para sopir. Bisnis ini sudah anjlok 80% semenjak pandemi corona di Indonesia.
Sekretaris Jenderal DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda), Ateng Haryono, menjelaskan bahwa sudah banyak operator bus yang memiliki tak beroperasi. Alhasil, para sopir harus nganggur dan armada tak terpakai.
"Ketika penumpangnya nggak ada dia memilih untuk tidak operasi. Selain faktor kesehatan tentunya. Tetapi ada yang melakukan operasi meskipun down pricing. Dengan jumlah yang lebih kecil, jadi mereka mengurangi," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Senin (30/3/20).
Dia mengatakan, di industri angkutan hampir 90% di antaranya merupakan usaha kecil menengah (UKM). Khusus untuk pelaku UKM ini, mereka sudah sampai titik tidak dapat penghasilan sama sekali.
"Nah berarti mereka kalau itu UKM apalagi yang mikro no work no pay. Enggak kerja nggak dapat apa-apa," urainya.
Adapun untuk operator besar, kondisinya juga tak jauh berbeda. Mereka juga harus memberikan pengertian kepada para sopir yang kebanyakan berstatus mitra kerja terkait pengurangan jumlah operasi.
"Bukan pengurangan pekerja namanya, kita tidak melakukan pengurangan pekerja. Kerja kita tetap seperti ini tetapi kita tidak bisa lama-lama menahan mereka," tandasnya.
"Kami tidak ada itikad untuk melakukan pemutusan hubungan kerja tapi keadaan yang ada menjadikan begitu. Kalau yang UKM, mereka pengusaha sekaligus pelaku jalan sendiri. Pada posisi seperti itu, no work no pay," lanjutnya.
Dia melanjutkan, para pengusaha juga biasanya memperlakukan mitra kerjanya layaknya karyawan. Jika jelang Lebaran tiba, biasanya para sopir diberi tunjangan hari raya (THR).
"Biasanya iya itu sudah kelaziman yang berjalan dari dulu. Dan mungkin tidak hanya dalam bentuk uang ada misalnya seperti parcel," imbuhnya.
Namun, tampaknya tahun ini THR itu terpaksa terancam tak bisa diberikan. Ateng menyebut, sudah ada saling pengertian antara para pengusaha dengan sopir bus.
"Di dalam internal sendiri kan ada pemahaman. Kalau yang biasa berkomunikasi kan pasti paham. Misalkan dulu THR minimal satu kali atau satu setengah kali gaji. Ya kalau sekarang masih ada, itu sudah bersyukur. Ini suatu kondisi yang patut dimengerti semua pihak," katanya.
Di tengah kondisi tertekan ini, ada kabar gembira, soal rencana pemerintah DKI Jakarta hentikan layanan operasional bus antar kota antar provinsi (AKAP) agar tak ada bus yang keluar masuk Jakarta, akhirnya kini dibatalkan. Padahal surat penghentian operasional bus AKAP tersebut sudah diteken oleh Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liput.
(hoi/hoi) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI
Sekretaris Jenderal DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda), Ateng Haryono, menjelaskan bahwa sudah banyak operator bus yang memiliki tak beroperasi. Alhasil, para sopir harus nganggur dan armada tak terpakai.
"Ketika penumpangnya nggak ada dia memilih untuk tidak operasi. Selain faktor kesehatan tentunya. Tetapi ada yang melakukan operasi meskipun down pricing. Dengan jumlah yang lebih kecil, jadi mereka mengurangi," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Senin (30/3/20).
"Nah berarti mereka kalau itu UKM apalagi yang mikro no work no pay. Enggak kerja nggak dapat apa-apa," urainya.
Adapun untuk operator besar, kondisinya juga tak jauh berbeda. Mereka juga harus memberikan pengertian kepada para sopir yang kebanyakan berstatus mitra kerja terkait pengurangan jumlah operasi.
"Bukan pengurangan pekerja namanya, kita tidak melakukan pengurangan pekerja. Kerja kita tetap seperti ini tetapi kita tidak bisa lama-lama menahan mereka," tandasnya.
"Kami tidak ada itikad untuk melakukan pemutusan hubungan kerja tapi keadaan yang ada menjadikan begitu. Kalau yang UKM, mereka pengusaha sekaligus pelaku jalan sendiri. Pada posisi seperti itu, no work no pay," lanjutnya.
Dia melanjutkan, para pengusaha juga biasanya memperlakukan mitra kerjanya layaknya karyawan. Jika jelang Lebaran tiba, biasanya para sopir diberi tunjangan hari raya (THR).
"Biasanya iya itu sudah kelaziman yang berjalan dari dulu. Dan mungkin tidak hanya dalam bentuk uang ada misalnya seperti parcel," imbuhnya.
Namun, tampaknya tahun ini THR itu terpaksa terancam tak bisa diberikan. Ateng menyebut, sudah ada saling pengertian antara para pengusaha dengan sopir bus.
"Di dalam internal sendiri kan ada pemahaman. Kalau yang biasa berkomunikasi kan pasti paham. Misalkan dulu THR minimal satu kali atau satu setengah kali gaji. Ya kalau sekarang masih ada, itu sudah bersyukur. Ini suatu kondisi yang patut dimengerti semua pihak," katanya.
Di tengah kondisi tertekan ini, ada kabar gembira, soal rencana pemerintah DKI Jakarta hentikan layanan operasional bus antar kota antar provinsi (AKAP) agar tak ada bus yang keluar masuk Jakarta, akhirnya kini dibatalkan. Padahal surat penghentian operasional bus AKAP tersebut sudah diteken oleh Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liput.
(hoi/hoi) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI
Most Popular