Gegara Corona Defisit Anggaran Diperlebar, Duitnya dari Mana?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
26 March 2020 13:51
Gegara Corona Defisit Anggaran Diperlebar, Duitnya dari Mana?
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Anggaran (Banggar) DPR sudah memberikan lampu hijau bagi pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang memberikan kelonggaran defisit anggaran di tengah merebaknya wabah COVID-19 di Indonesia.

Dalam UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 12 ayat 3, defisit anggaran yang diperbolehkan hanya 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Namun di tengah kondisi genting seperti ini, menjaga defisit fiskal di kisaran tersebut kurang memungkinkan dan justru akan memicu terjadinya permasalahan sosial.



Wabah COVID-19 yang terus merebak di Indonesia telah membuat aktivitas perekonomian terhambat sehingga menyebabkan: 1) turunnya pendapatan dari perpajakan dan 2) pengeluaran yang membengkak karena adanya program jaring pengaman sosial (social safety net) terutama untuk menjaga daya beli masyarakat dan alokasi untuk sektor kesehatan.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memberi instruksi untuk merealokasikan anggaran kementerian dan daerah sebesar Rp 62,3 triliun untuk diberikan pada sektor kesehatan guna melawan wabah COVID-19.

NomorInstruksi PresidenAnggaran (Rp Triliun)
1Memangkas pengeluaran bukan prioritas pada APBN & APBD
2Realokasi anggaran kementerian, pemerintah provinsi dan daerah untuk program kesehatan62.3
3Memastikan ketersediaan bahan pangan terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan koordinasi antar kementerian dan pemerintah daerah
4Memperkenalkan program insentif uang tunai
5Distribusi bantuan tambahan mencapai Rp 200.000/orang/bulan melalui Kartu Sembako dari sebelumnya hanya Rp 150.0004.56
6Distribusi bantuan tunai di bawah Kartu Pra-Kerja untuk masyarakat selama 3-4 bulan ke depan10
7Relaksasi Pajak Penghasilan (PPh 21) untuk pekerja sektor manufaktur selama 6 bulan8.6
8Relaksasi pinjaman UMKM oleh OJK (di bawah Rp10milyar) dari perbankan dan lembaga non-bank dalam bentuk:
1) Pengurangan fasilitas bunga kredit bunga; dan
2) Penangguhan cicilan hingga 1 tahun
9Keringanan kredit KPR bersubsidi dalam bentuk:
1) Pembayaran selisih bunga oleh pemerintah, jika lebih dari 5%
2) Subsidi uang muka
1.5
10Mendistribusikan alat pelindung diri (APD) 105.000 unit untuk tenaga medis:
1) DKI Jakarta 40.000 2) Jawa Barat 15.000 3) Jawa Tengah 10.000 4) Jawa Timur 10.000 5) Yogyakarta
1.000 6) Bali 4.000 dan 7) Lainnya 25.000

Sumber : Bahana Sekuritas, Various Sources, CNBC Indonesia Research

Di saat-saat seperti ini, banyak negara yang juga melonggarkan kebijakan defisit anggarannya. Ketika semua melonggarkan defisit anggaran, maka permintaan pembiayaan di pasar akan ikut naik.


Indonesia harus mulai mempertimbangkan opsi pembiayaan yang tepat dalam kondisi seperti sekarang ini. Ada setidaknya tiga opsi sumber pembiayaan yang bisa diambil Indonesia yakni, melalui penerbitan surat utang domestik, global bond, hingga pinjaman bilateral maupun multilateral.

Namun ketiganya bukan berarti tak memiliki tantangan masing-masing. Tantangan Indonesia dari segi pembiayaan tak bisa dianggap sepele di tengah perekonomian global yang mengalami pengetatan likuiditas seperti sekarang ini.

Pertama dari segi pembiayaan domestik, likuiditas terbatas pasar obligasi domestik serta tingginya biaya pinjaman menjadi tantangan tersendiri. Untuk surat utang pemerintah bertenor 5 tahun dan 10 tahun, imbal hasil (yield) sudah mencapai masing-masing 7,54% dan 8,32%.


Kedua dari opsi penerbitan surat utang global baik yang berdenominasi dolar AS, euro, maupun yen. Namun perlu diperhitungkan risiko kurs. Kala nilai tukar rupiah melemah, maka kewajiban yang dibayar dalam valas akan membengkak.

Pasalnya, mata uang Tanah Air maslh dalam tren melemah. Pada 27 Februari, untuk US$ 1 dibanderol dengan Rp 14.030, artinya rupiah sudah keluar dari zona penguatannya di tahun ini di kisaran Rp 13.000-an.

Setelah itu rupiah terus terdepresiasi di hadapan dolar AS. Pada 17 Maret 2020, rupiah sudah keluar dari level Rp 15.000/US$. Senin kemarin (23/3/2020), bahkan rupiah ditutup di level terendah sepanjang masa yakni di Rp 16.550/US$.




Belum lagi sekarang sudah akhir Maret. Mendekati bulan-bulan April-Juni yang merupakan periode pembagian dividen dan pembayaran utang luar negeri, rupiah bisa makin tertekan.

Kenaikan risiko investasi di Indonesia juga tercermin dari kenaikan nilai premi Credit Default Swap (CDS) untuk surat utang pemerintah bertenor 5 tahun dan 10 tahun.

Sejak penyebaran COVID-19 semakin meluas di tanah air dan rupiah terus terdepresiasi nilai premi CDS terus meroket hingga melebihi level 200 untuk tenor 5 tahun dan melampaui level 300 untuk tenor 10 tahun.



Tantangan pembiayaan ketiga yang dihadapi Indonesia adalah apakah pemerintah mampu mengakses pinjaman multilateral. Lagi pula Indonesia mungkin sudah tidak dapat memanfaatkan Deffered Drawdown Option (DDO) alias pinjaman siaga/standby loan.


Sebenarnya saat ini Grup Bank Dunia (WBG) berjanji untuk memberikan bantuan bagi negara-negara berkembang yang terdampak COVID-19. WBG tengah mempersiapkan pendanaan US$ 14 miliar yang dilengkapi dengan saran kebijakan dan bantuan teknis, untuk membantu negara-negara berkembang mengatasi dampak kesehatan dan ekonomi dari pandemi COVID-19.

Melalui paket jalur cepat baru ini, WBG akan membantu negara-negara berkembang memperkuat sistem kesehatan, pengawasan penyakit, dan intervensi kesehatan masyarakat, dan bekerja dengan sektor swasta untuk mengurangi dampak terhadap ekonomi.

Paket keuangan ini diambil organisasi anak WBG yakni IDA, IBRD, dan IFC yang akan dikoordinasikan secara global untuk mendukung respons di berbagai negara.

"Paket dukungan COVID-19 akan menyediakan US$ 14 miliar dalam bentuk pembiayaan baru jalur cepat atau fast track sebesar US$ 2,7 miliar dari IBRD, US$ 1,3 miliar dari IDA, US$ 8 miliar dari IFC (termasuk US$ 2 miliar dari fasilitas pembiayaan dagang). Tak hanya dalam bentuk bantuan pembiayaan, WBG juga akan memberikan saran kebijakan dan bantuan teknis", begitu kata WBG dalam situs resminya. 

Berbagai opsi pendanaan memang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tinggal bagaimana pemerintah harus menimbang mana yang paling memungkinkan dalam waktu singkat tersedia dan tidak terlalu memberatkan ke depannya.



Bagaimanapun juga pengelolaan fiskal harus tetap prudent. Kelonggaran dalam bentuk pelebaran defisit anggaran ini hendaknya bukan di lihat sebagai target, tetapi kasus khusus di tengah krisis kesehatan akibat wabah COVID-19.

Bagaimanapun juga jumlah orang yang positif terjangkit COVID-19 di tanah air terus bertambah. Kemarin (25/3/2020), jumlah orang yang positif COVID-19 bertambah 104 menjadi 790 kasus. Jumlah korban meninggal mencapai 58 orang.



Jumlah kasus diprediksi masih akan terus bertambah dan negara harus merespons tragedi ini dengan cepat dan sigap untuk meminimalkan dampaknya terhadap kesehatan maupun perekonomian.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular