
Rupiah Anjlok Nyaris 17% dalam Sebulan, BI: Investor Panik

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) memang menguat dalam dua hari perdagangan terakhir. Namun dalam beberapa waktu ke belakang, mata uang Tanah Air masih dalam tren melemah.
Pada Kamis (26/3/2020) pukul 13:23 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 16.260 di mana rupiah menguat 1,16% dibandingkan posisi penutupan perdagangan sebelum libur Hari Raya Nyepi. Penguatan ini melanjutkan apresiasi pada Selasa yang sebesar 0,6%.
Akan tetapi, sejatinya rupiah masih berada dalam tren melemah. Dalam sebulan terakhir, rupiah anjlok 16,77% di hadapan greenback. Secara year-to-date, depresiasi rupiah mencapai 14,55%.
Perry Warjiyo, Gubernur BI, mengakui bahwa rupiah menjadi 'korban' kepanikan pasar akibat isu penyebaran virus corona yang semakin masif. Bukan hanya rupiah, berbagai mata uang negara lain juga mengalami hal serupa.
"Mereka (investor) tidak bisa kemudian disalahkan, karena seluruh dunia itu dua minggu terakhir panik. Fenomena (arus modal) keluar itu terjadi. Di Brasil, negara emerging, maupun di berbagi negara," kata Perry dalam briefing perkembangan ekonomi terkini.
Namun, Perry menegaskan bahwa fenomena tersebut bersifat temporer. Terbukti rupiah mampu menguat dalam dua hari terakhir setelah ada kejelasan mengenai paket stimulus fiskal di negara-negara maju, terutama di AS.
"Hari ini kami melihat beberapa investor membeli aset-aset keuangan meski belum besar. Begitu kepanikan mereda, ada kejelasan langkah-langkah global, mereka masuk kembali.
"Jadi pelemahan rupiah terjadi karena kepanikan global. Begitu ada kejelasan, kebijakan fiskal dan moneter, rupiah akan kembali stabil dan menguat. Pelemahan rupiah ini temporer, saya tidak yakin korporasi menaikkan harga karena pelemahan rupiah," jelas Perry.
(aji/roy) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
