Di Depan DPR, Bos Pertamina Pamer Tak Impor Solar Lagi

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
26 February 2020 20:05
Bos Pertamina pamer soal capaian selama ini, salah satunya soal tak impor solar lagi
Foto: Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati melakukan kunjungan ke SPBU Coco Kuningan, Jakarta Selatan, (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero) memaparkan beberapa capaian di hadapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi VI dalam rapat dengar pendapat panja. Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyampaikan beberapa hal mulai dari proyek gasifikasi, tidak lagi impor solar, juga rencana produksi B100.

Nicke menyebut ketergantungan Indonesia pada impor liquified petroleum gas (LPG) sangat besar, yakni diangka 70%. Sementata Indonesia memiliki batu bara dengan kalori rendah yang cukup sulit digunakan karena pemerintah tidak membangun PLTU dengan batu bara kalori rendah.

Melihat peluang ini, maka batu bara bisa dimanfaatkan untuk program gasifikasi. Di mana produk dari gasifikasi bisa digunakan untuk subtitusi LPG. Pihaknya sudah berhitung harga batu bata kalori rendah harganya berada di kisaran US$ 20-21 per ton.

"Pemerintah tidak bangun PLTU dengan kalori rendah, kita coal gasification, synthetic natural gas (syngas)," ungkapnya Selasa, (26/02/2020).



Selain proyek gasifikasi, Pertamina juga memaparkan jika per Maret 2019 sudah tidak lagi impor solar. Lalu per April 2019 pihaknya juga sudah berhenti impor avtur karena sudah bisa memproduksi sendiri. Upaya menurunkan impor tahun lalu dengan pemanfaatan crude domestik.

"Penurunan impor 35% sepanjang 2019. Maret 2019 juga kami gak impor solar. April kita juga stop impor avtur," paparnya.

Selain itu, Pertamina juga menargetkan akan mulai memproduksi biodiesel (B100) di Kilang Cilacap pada pertengahan tahun depan. Melalui uji coba ini, dibutuhkan input minyak sawit sebesar 6.000 barel per hari.

"Ini bisa membuktikan bahwa CPO kita bisa B100. CPO kita berkualitas bagus," jelasnya.

Nicke menerangkan pemrosesan CPO ke biodiesel menjadi jawaban atas penolakan sawit yang dilakukan Eropa. Program biodiesel saat ini sudah mencapai ke B30, di mana fatty acid methyl ester (FAME) 30% dicampur dengan solar.

Ke depan pihaknya menargetkan program co-procesing. Di mana minyak sawit diinjeksikan ke kilang. "Jadi sudah nyampur ke kilang, sehingga hasilnya juga lebih bagus. Lalu, ada B100 ini CPO nya diproses di kilang menghasilakn fuel," imbuhnya.

Sementara untuk co-processing, Pertamina akan membangun di Plaju dan Dumai dengan menggunakan tekhnologi UOP biorefinery. Di mana tekhnologi ini sudah dipakai di Milan.

[Gambas:Video CNBC]




(gus/gus) Next Article Larangan Dicabut, Pertamina: Penjualan Solar Tak Dibatasi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular