
Mengukur Dampak Brexit & Corona bagi Ekonomi RI
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
02 February 2020 15:19

Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali tahun 2020, pasca perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China kini berkembang isu lain yang dapat perekonomian tanah air. Cerainya Inggris dari Uni Eropa (UE) atau dikenal dengan Brexit dan wabah virus corona di China.
Awal tahun baru 2020 banyak kejadian terjadi. Dimulai dari tewasnya Jenderal Iran Qassem Soleimani, wilayah Jakarta dan sekitarnya yang kebanjiran, hingga yang paling baru dan hangat diperbincangkan adalah Brexit dan wabah virus corona.
Setelah beberapa tahun terakhir mentok, akhirnya pada Jumat (31/1/2020) Inggris resmi bercerai dari Uni Eropa. Dalam pemungutan suara yang dilakukan oleh parlemen Eropa atas withdrawal agreement, mayoritas mendukung Brexit.
Ketua parlemen Eropa David Sassoli mengatakan ada 621 anggota yang setuju, 49 menolak dan 13 abstain. Setelah resmi keluar dari UE, Inggris berada dalam masa transisi dengan tetap menjadi anggota pasar tunggal dan serikat pabean.
Inggris akan memulai negosiasi dengan UE untuk mencapai kesepakatan perdagangan bebas hingga Januari tahun depan.
Ketika keluar dari UE, Inggris menjadi entitas tunggal yang untuk berbagai aktivitas perekonomiannya. Keluarnya Inggris dari kawasan tersebut berpotensi memberikan dampak untuk perekonomian dalam negeri.
Dampaknya bisa positif bisa negatif. Bahkan bisa juga tak berdampak apa-apa. Semuanya tergantung dari kebijakan yang akan diambil oleh Inggris.
Saat ini Indonesia dan Inggris terlibat berbagai kerja sama baik itu yang sifatnya perdagangan maupun investasi. Mengacu pada data International Trade Center, nilai perdagangan antara RI dan Negeri Ratu Elizabeth tersebut pada 2018 mencapai US$ 2,68 miliar atau setara dengan Rp 37,52 triliun.
Walau nilainya terus mengecil, Indonesia masih mencatatkan surplus dari aktivitas perdagangan dengan Inggris mencapai US$ 260 juta. Impor RI dari Inggris kebanyakan memang barang modal yang digunakan untuk industri manufaktur dalam negeri. Namun
RI banyak impor barang-barang manufaktur seperti permesinan (HS 84) dan barang-barang yang dapat dikategorikan ke dalam mesin elektrik (HS 85).
Indonesia juga mengimpor besi dan baja (HS 72) dari Inggris. Sedangkan Indonesia banyak mengekspor produk-produk fashion (HS 64) dan produk hasil kayu (HS 44) ke Inggris.
Tak hanya soal perdagangan saja, Inggris juga tercatat sebagai negara yang berinvestasi di Indonesia. Pada 2018 nilai investasi asal Inggris ke Indonesia mencapai US$ 271,3 juta. Sementara pada 2019 nilai investasinya sebesar US$ 142,1 juta.
Awal tahun baru 2020 banyak kejadian terjadi. Dimulai dari tewasnya Jenderal Iran Qassem Soleimani, wilayah Jakarta dan sekitarnya yang kebanjiran, hingga yang paling baru dan hangat diperbincangkan adalah Brexit dan wabah virus corona.
Setelah beberapa tahun terakhir mentok, akhirnya pada Jumat (31/1/2020) Inggris resmi bercerai dari Uni Eropa. Dalam pemungutan suara yang dilakukan oleh parlemen Eropa atas withdrawal agreement, mayoritas mendukung Brexit.
Ketua parlemen Eropa David Sassoli mengatakan ada 621 anggota yang setuju, 49 menolak dan 13 abstain. Setelah resmi keluar dari UE, Inggris berada dalam masa transisi dengan tetap menjadi anggota pasar tunggal dan serikat pabean.
Inggris akan memulai negosiasi dengan UE untuk mencapai kesepakatan perdagangan bebas hingga Januari tahun depan.
Ketika keluar dari UE, Inggris menjadi entitas tunggal yang untuk berbagai aktivitas perekonomiannya. Keluarnya Inggris dari kawasan tersebut berpotensi memberikan dampak untuk perekonomian dalam negeri.
Dampaknya bisa positif bisa negatif. Bahkan bisa juga tak berdampak apa-apa. Semuanya tergantung dari kebijakan yang akan diambil oleh Inggris.
Saat ini Indonesia dan Inggris terlibat berbagai kerja sama baik itu yang sifatnya perdagangan maupun investasi. Mengacu pada data International Trade Center, nilai perdagangan antara RI dan Negeri Ratu Elizabeth tersebut pada 2018 mencapai US$ 2,68 miliar atau setara dengan Rp 37,52 triliun.
Walau nilainya terus mengecil, Indonesia masih mencatatkan surplus dari aktivitas perdagangan dengan Inggris mencapai US$ 260 juta. Impor RI dari Inggris kebanyakan memang barang modal yang digunakan untuk industri manufaktur dalam negeri. Namun
RI banyak impor barang-barang manufaktur seperti permesinan (HS 84) dan barang-barang yang dapat dikategorikan ke dalam mesin elektrik (HS 85).
Indonesia juga mengimpor besi dan baja (HS 72) dari Inggris. Sedangkan Indonesia banyak mengekspor produk-produk fashion (HS 64) dan produk hasil kayu (HS 44) ke Inggris.
Tak hanya soal perdagangan saja, Inggris juga tercatat sebagai negara yang berinvestasi di Indonesia. Pada 2018 nilai investasi asal Inggris ke Indonesia mencapai US$ 271,3 juta. Sementara pada 2019 nilai investasinya sebesar US$ 142,1 juta.
Next Page
Dampak Brexit
Pages
Most Popular