
Inggris Resmi 'Cerai' dengan Eropa, What's Next?

London, CNBC Indonesia - Inggris akhirnya secara resmi meninggalkan Uni Eropa (UE), Jumat (31/1/2020) waktu setempat. Ada dinamika yang mewarnai sebelum momen bersejarah itu.
Dalam pemungutan suara yang dilakukan Parlemen Eropa terhadap Perjanjian Penarikan (Withdrawal Agreement), mayoritas mendukung langkah Inggris untuk 'bercerai' dengan kawasan tersebut. Ketua Parlemen Eropa David Sassoli mengatakan, sebanyak 621 suara mendukung Brexit dan 49 menolak. Sedangkan 13 suara abstain.
Sebagaimana dilaporkan The Guardian, setelah pengumuman, anggota parlemen ramai-ramai menyanyikan lagu Auld Lang Syne. Sebuah lagu perpisahan yang berasal dari Skotlandia.
Dalam sebuah pidato satu jam sebelum kepergian Inggris yang disiarkan di Facebook, Perdana Menteri Boris Johnson mengatakan momen itu mewakili "fajar baru" bagi negara itu setelah tiga tahun penuh warna di parlemen Inggris.
"Yang paling penting untuk dikatakan malam ini adalah bahwa ini bukan akhir tetapi awal," kata Johnson. "Ini adalah saat ketika fajar menyingsing dan tirai menuju ke babak baru. Itu adalah pembaruan nasional yang nyata dan momen perubahan," lanjutnya.
![]() |
Setelah resmi keluar, Inggris akan menjalani masa transisi dengan tetap menjadi anggota pasar tunggal dan serikat pabean. Inggris akan memulai negosiasi dengan UE untuk mencapai kesepakatan perdagangan bebas hingga Januari 2021.
Johnson mengatakan dia tidak akan memperpanjang periode transisi setelah bulan Desember tahun ini.
Inggris harus benar-benar membuat kesepakatan dengan Eropa jika ingin ekonominya tetap stabil setelah masa transisi berakhir. Jika kesepakatan tidak terjadi selama masa transisi, maka barang-barang Inggris ke Eropa otomatis akan dikenakan tarif pajak.
Nilai perdagangan antara Inggris dan Eropa setara dengan 12% dari nilai produk domestik bruto (PDB) Inggris. Eropa merupakan mitra dagang utama Inggris, nilai ekspor Inggris ke Eropa mencapai 45%. Selain itu, Inggris juga mengimpor lebih dari 50% barang dan jasa dari Eropa.
Selain perdagangan, banyak aspek lainnya dari hubungan keduanya yang harus diputuskan seperti: penegakan hukum, standar dan keamanan penerbangan, akses penangkapan ikan, perizinan dan regulasi obat-obatan, dan lain sebagainya.
Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste Owen Jenkins meyakini perekonomian Negeri Bigben tetap stabil selepas Brexit.
"Kami yakin ekonomi Inggris akan terus tumbuh dan berkembang setelah kami meninggalkan UE," kata Jenkins saat ditemui di Kedutaan Besar Inggris untuk Indonesia, Jumat (31/1/2020).
Pernyataan yang disampaikan Jenkins tersebut dikeluarkan setelah sebelumnya ekonomi Inggris mendapat banyak tekanan dari proses Brexit yang rumit. Bahkan, pada Agustus lalu ekonomi Inggris mencatatkan kontraksi untuk pertama kalinya sejak akhir 2012.
Rilis data resmi Agustus lalu menunjukkan bahwa produk domestik bruto (PDB) negeri itu pada kuartal kedua menyusut sebesar 0,2%. Namun begitu, Jenkins menegaskan tantangan pada ekonomi dari Brexit sudah berakhir.
Apalagi saat ini Brexit sudah secara jelas akan dilakukan dengan mulus karena sudah mendapat restu dari Parlemen Eropa. Selain itu, Inggris telah lebih siap untuk menghadapi goncangan yang akan dibawa Brexit.
"Ketidakstabilan di sekitar Brexit telah sedikit membayangi ekonomi selama 2-3 tahun terakhir, dan itu menekan pertumbuhan di luar dugaan kami," katanya.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Panas! Prancis Ngamuk ke Inggris, Ancam Bikin Gelap Gulita