
Trump Serang Balik Iran dengan 'Senjata' Ini, Efektifkah?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
24 January 2020 17:50

Jakarta, CNBC Indonesia - Panasnya hubungan Amerika Serikat (AS) - Iran yang beberapa pekan terakhir terjadi di medan tempur, kini kembali ke sanksi ekonomi. Kali ini sanksi ekonomi AS untuk Iran diharapkan dapat memukul mundur Teheran yang berupaya untuk memperluas pengaruhnya dan mengembangkan senjata pemusnah masal nuklir.
Awal tahun, dunia digemparkan dengan serangan AS di Bandara Internasional Baghdad di Irak. Dalam serangan itu, pimpinan pasukan elit militer Quds, Qassem Soleimani tewas terbunuh akibat serangan rudal dari pesawat nirawak milik AS. Diketahui serangan itu atas perintah Presiden AS Donald Trump.
Tak terima dengan tindakan AS, Iran mengecam keras dan mengutuknya. Selang tak berapa lama, pangkalan militer AS di Irbil dan Ayn Al Asad di Irak dihujani dengan roket. Walau tak ada korban jiwa pada serangan itu, ketegangan yang terjadi membuat banyak orang berspekulasi perang dunia yang ketiga akan meletus.
Namun pidato Trump membuat spekulasi itu terpatahkan. Ketimbang melakukan serangan balik, Trump lebih memilih menjatuhkan sanksi ekonomi baru untuk Iran.
Sikap ini juga sempat membuat kaget banyak pihak. Pasalnya AS yang sebelumnya garang sempat mewanti-wanti Iran untuk tak serang balik AS. jika tindakan nekat itu dilakukan Iran, AS tak segan-segan serang 52 titik target Iran.
Kabar terbaru, AS menjatuhkan sanksi kepada beberapa perusahaan asal China, Hong Kong, dan Uni Emirat Arab (UEA). Sanksi tersebut ditetapkan AS karena perusahaan-perusahaan itu telah membatu perusahaan minyak Iran untuk mengekspor barang senilai jutaan dolar.
Perusahaan yang dijatuhi sanksi oleh Departemen Keuangan AS adalah Triliance Petrochemical Co Ltd yang berbasis di Hong Kong dan Sage Energy HK Limited, Peakview Industry Co Ltd yang berbasis di China, dan Beneathco DMCC yang berbasis di UEA. Selain itu, pemerintah AS juga menjatuhkan sanksi pada Jiaxiang Industry Hong Kong Limited dan Shandong Oiwangwa Petrochemical Co Ltd.
Sanksi juga diterapkan pada dua individu. Mereka adalah Ali Bayandrian yang memiliki hubungan dengan Triliance Petroleum dan Zhiqing Wang warga negara China yang memiliki hubungan dengan Shandong Oiwangwa.
AS dan Iran telah melalui hubungan yang rumit dalam empat dekade terakhir. Setelah revolusi Iran terjadi pada 1979 yang ditandai dengan tumbangnya rezim Shah Reza Pahlevi, AS dan Iran terlibat dalam pusaran konflik.
Konflik yang terjadi salah satunya soal program nuklir Iran. Program nuklir Iran ini awalnya dimulai pada 1950 dengan bantuan AS. Pada 1970 Iran meratifikasi perjanjian Non-Proliferation Treaty (NPT) membuat program ini dalam pengawasan Agensi Energi Atom Internasional (IAEA). Perjanjian ini bertujuan untuk mencegah penyebaran dan penggunaan senjata pemusnah masal nuklir.
Namun tumbangnya rezim Shah Reza Pahlevi yang ditandai dengan kembalinya Ulama Syiah terkemuka Ayatollah Khomeini membuat segala bentuk kerja sama nuklir dengan Iran dihentikan. Namun pejabat Iran sepakat untuk meneruskan program tersebut.
Awal tahun, dunia digemparkan dengan serangan AS di Bandara Internasional Baghdad di Irak. Dalam serangan itu, pimpinan pasukan elit militer Quds, Qassem Soleimani tewas terbunuh akibat serangan rudal dari pesawat nirawak milik AS. Diketahui serangan itu atas perintah Presiden AS Donald Trump.
Tak terima dengan tindakan AS, Iran mengecam keras dan mengutuknya. Selang tak berapa lama, pangkalan militer AS di Irbil dan Ayn Al Asad di Irak dihujani dengan roket. Walau tak ada korban jiwa pada serangan itu, ketegangan yang terjadi membuat banyak orang berspekulasi perang dunia yang ketiga akan meletus.
Sikap ini juga sempat membuat kaget banyak pihak. Pasalnya AS yang sebelumnya garang sempat mewanti-wanti Iran untuk tak serang balik AS. jika tindakan nekat itu dilakukan Iran, AS tak segan-segan serang 52 titik target Iran.
Kabar terbaru, AS menjatuhkan sanksi kepada beberapa perusahaan asal China, Hong Kong, dan Uni Emirat Arab (UEA). Sanksi tersebut ditetapkan AS karena perusahaan-perusahaan itu telah membatu perusahaan minyak Iran untuk mengekspor barang senilai jutaan dolar.
Perusahaan yang dijatuhi sanksi oleh Departemen Keuangan AS adalah Triliance Petrochemical Co Ltd yang berbasis di Hong Kong dan Sage Energy HK Limited, Peakview Industry Co Ltd yang berbasis di China, dan Beneathco DMCC yang berbasis di UEA. Selain itu, pemerintah AS juga menjatuhkan sanksi pada Jiaxiang Industry Hong Kong Limited dan Shandong Oiwangwa Petrochemical Co Ltd.
Sanksi juga diterapkan pada dua individu. Mereka adalah Ali Bayandrian yang memiliki hubungan dengan Triliance Petroleum dan Zhiqing Wang warga negara China yang memiliki hubungan dengan Shandong Oiwangwa.
AS dan Iran telah melalui hubungan yang rumit dalam empat dekade terakhir. Setelah revolusi Iran terjadi pada 1979 yang ditandai dengan tumbangnya rezim Shah Reza Pahlevi, AS dan Iran terlibat dalam pusaran konflik.
Konflik yang terjadi salah satunya soal program nuklir Iran. Program nuklir Iran ini awalnya dimulai pada 1950 dengan bantuan AS. Pada 1970 Iran meratifikasi perjanjian Non-Proliferation Treaty (NPT) membuat program ini dalam pengawasan Agensi Energi Atom Internasional (IAEA). Perjanjian ini bertujuan untuk mencegah penyebaran dan penggunaan senjata pemusnah masal nuklir.
Namun tumbangnya rezim Shah Reza Pahlevi yang ditandai dengan kembalinya Ulama Syiah terkemuka Ayatollah Khomeini membuat segala bentuk kerja sama nuklir dengan Iran dihentikan. Namun pejabat Iran sepakat untuk meneruskan program tersebut.
Next Page
Nuklir Iran yang Buat AS Gemetar
Pages
Most Popular