Internasional

Mengapa Irak Memberi Warning ke AS & Iran?

Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
24 January 2020 06:53
Kerap dijadikan arena saling serang AS dan Iran, ini peringatan Irak.
Foto: Kerabat korban feri yang tenggelam di sungai Tigris, menangis di luar kamar mayat di Mosul, Irak 22 Maret 2019. (REUTERS / Ari Jalal)
Jakarta, CNBC Indonesia - Bagaimana jika negara kita tidak berperang tapi jadi arena peperangan negara lain? Mungkin, negara ini akan dongkol, bahkan dongkol sekali.

Nah, itulah yang terjadi pada Irak. Sejak Amerika Serikat dan Iran bersitegang akhir Desember 2019 lalu, ia kerap dijadikan sebagai sasaran tembak.

Puncaknya adalah saat AS menyerang Qasem Soleimani saat tengah konvoi di Bandara Internasioanl Baghdad 3 Januari lalu, yang menewaskan sang jenderal. Iran yang marah juga menggempur dua wilayah Iran dengan rudal, Irbil dan Ayn Al-Ansad, yang jadi basis tentara AS.


Ini tentu membuat Irak marah. Negara produsen minyak terbesar kedua OPEC itu geram bukan kepalang.

Ujung-ujungnya parlemen Irak meminta semua negara asing, termasuk AS untuk keluar dari negerinya. Meski belum ada ketok palu pemerintah, parlemen menilai ini penting untuk menjaga keselamatan warga negara itu.

Ini pun diungkit Presiden Irak Barham Saleh dalam pidato di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, Rabu (22/1/2020). Ia meminta kedua negara yang berkonflik untuk tidak 'mengobok-obok' negaranya.

"Ketegangan yang meningkat antara Iran, negara-negara Teluk, dan AS selama sebulan terakhir ini mengingatkan bahwa aspirasi kita tetap menjadi subyek perselisihan politik di luar kendali kita," kata Saleh, seperti dilansir dari AFP, Kamis (23/1/2020).

"Bukan kepentingan kami untuk memilih bersekutu dengan salah satu pihak (AS atau Iran) dengan mengorbankan pihak lain (Irak), asalkan mereka menghormati kedaulatan dan kemerdekaan kami."

Khusus kepada AS, ia menegaskan hal tersebut bukan bermaksud tidak berterima kasih pada apa yang dilakukan negara itu. AS selama ini memang mengirimkan pasukannya ke Irak, sejak invasi menggulingkan Saddam Hussein.

"Bukan tanda tidak berterima kasih atau permusuhan tetapi merupakan tanggapan terhadap pelanggaran kedaulatan negaranya," katanya sebagaimana dikutip dari media yang sama. 


"Tidak ada negara yang seharusnya mendikte Irak tentang hubungannya."

"Jika negara tetangga dan sekutu kita tetap berselisih, kedaulatan kita tidak dihormati dan tanah kita digunakan sebagai medan perang, maka kita tidak bisa mencapai perubahan untuk kita sendiri."


Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump sempat murka pada Irak karena permintaan ini. Bahkan, ia berjanji jika Irak menggunakan cara 'tak elok', ia akan memberi sanksi yang lebih parah dari sanksi AS kepada Iran.

Trump dikabarkan ingin memblokir akses Irak pada akun bank yang berbasis di negara adi daya itu. Padahal Irak menyimpan penerimaan minyaknya yang membiayai 90% dari anggaran nasional di rekening tersebut.

"PMO (Kantor Perdana Menteri) mendapatkan ancaman bahwa jika tentara AS diusir (dari Irak), kami -AS- akan memblokir akun di Federal Reserve Bank di New York," kata salah satu pejabat Irak sebagaimana ditulis AFP.

Sebenarnya, Bank sentral Irak membuat akun di The Fed sejak 2003 lalu. Ini terjadi karena AS menginvasi Irak untuk menjatuhkan Saddam Hussein.

Di bawah Resolusi Dewan Keamanan PBB 1483, semua pendapatan dari penjualan minyak Irak dimasukkan ke rekening The Fed. Diperkirakan saldo saat ini sekitar US$ 35 miliar.

Uang Irak di akun tersebut memang sangat banyak. Setiap bulannya, Irak mencairkan US$ 1-2 miliar secara tunai untuk pemerintahan. Itu juga digunakan untuk transaksi komersial.


[Gambas:Video CNBC]





(sef/sef) Next Article Perang! AS Serang Bandara Irak, Pemimpin Militer Iran Tewas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular