
Internasional
Soal Nuklir, Iran Ingatkan Eropa: Jangan Seperti Trump!
Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
23 January 2020 08:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Iran, Hassan Rouhani mengatakan kepada negara-negara Eropa untuk tidak meniru Amerika Serikat (AS), yang merusak pakta nuklir dengan Teheran. Sebelumnya AS keluar dari perjanjian Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Menurut Rouhani hal tersebut adalah kesalaha fatal. Ia menilai tidak seharusnya Eropa membuat kesalahan yang sama dengan AS dan membuat perjanjian itu terhenti.
"Apakah kamu ingin melakukan kesalahan yang sama? Saya menekankan bahwa jika orang Eropa melakukan kesalahan dan melanggar kesepakatan, mereka akan bertanggung jawab atas konsekuensi dari tindakan mereka," katanya, seperti dilansir dari Reuters, Kamis (23/1/2020).
Baru-baru ini Inggris, Prancis, dan Jerman mengambil mekanisme perselisihan untuk menyelesaikan kisruh JCPOA. Eropa menuduh Iran melanggar perjanjian yang ditinggalkan AS sejak 2018 dan berujung pada sanksi untuk negara Syiah tersebut.
Mekanisme perselisihan ini bisa menjadi masalah baru bagi Iran. Pasalnya Iran terancam sanksi dari Dewan Keamanan PBB.
Iran pun mengancam, bila ada sanksi baru, negara itu akan bertindak. Termasuk menarik diri dari Perjanjian Non-Proliferasi (NPT) 1968, dasar yang mengontrol pengembangan nuklir hanya untuk perdamaian bukan senjata.
Iran selalu menekankan bahwa program nuklirnya hanya untuk tujuan damai. Iran menunjuk pada pemantauan kerjanya oleh pengawas AS, Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
JCPOA membatasi penelitian uranium nuklir Iran selama delapan tahun. Selain itu, Iran juga dibebaskan dari semua sanksi internasional.
Namun di 2018, Presiden AS Donald Trump merevisi kembali JCPOA. Trump menilai perjanjian itu tak cukup mengerem nuklir Iran.
Buntutnya Trump menarik AS dari perjanjian. Bukan hanya itu, Iran pun dijatuhi sanksi ekonomi, yang menyebabkan ekonomi negara tersebut terpuruk.
Tekanan dari AS membuat Iran ingin kembali melanjutkan program nuklirnya. Eropa pun berupaya untuk menyelamatkan perjanjian tersebut.
Namun, Iran mengajukan syarat khusus pada Eropa. Iran menagih dana sebesar US$ 15 miliar, sebagai mana dijanjikan Prancis.
Prancis memang sempat mengusulkan pemberian kredit sebesar US$ 15 miliar hingga akhir 2019 jika Teheran mau kembali mematuhi perjanjian nuklir tahun 2015. Pemberian dana ini diberikan dengan skema pembelian minyak Iran.
Sayangnya langkah itu juga tergantung pada persetujuan AS. Karena tak kunjung terealisasi, Iran sempat menyalahkan Eropa atas keterpurukan perjanjian nuklir tersebut.
Awal Januari 2020 lalu, Iran akhirnya mengumumkan tidak akan lagi membatasi riset soal urainiumnya. "(Pengembangan) nuklir Iran di semua lini, kini tidak lagi dibatasi," tulis AFP mengutip pernyataan pejabat pemerintah Iran.
(sef/sef) Next Article Iran Bersedia Sepakat Nuklir, Tapi Minta US$ 15 Miliar Dulu
Menurut Rouhani hal tersebut adalah kesalaha fatal. Ia menilai tidak seharusnya Eropa membuat kesalahan yang sama dengan AS dan membuat perjanjian itu terhenti.
"Apakah kamu ingin melakukan kesalahan yang sama? Saya menekankan bahwa jika orang Eropa melakukan kesalahan dan melanggar kesepakatan, mereka akan bertanggung jawab atas konsekuensi dari tindakan mereka," katanya, seperti dilansir dari Reuters, Kamis (23/1/2020).
Iran pun mengancam, bila ada sanksi baru, negara itu akan bertindak. Termasuk menarik diri dari Perjanjian Non-Proliferasi (NPT) 1968, dasar yang mengontrol pengembangan nuklir hanya untuk perdamaian bukan senjata.
Iran selalu menekankan bahwa program nuklirnya hanya untuk tujuan damai. Iran menunjuk pada pemantauan kerjanya oleh pengawas AS, Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
JCPOA membatasi penelitian uranium nuklir Iran selama delapan tahun. Selain itu, Iran juga dibebaskan dari semua sanksi internasional.
Namun di 2018, Presiden AS Donald Trump merevisi kembali JCPOA. Trump menilai perjanjian itu tak cukup mengerem nuklir Iran.
Buntutnya Trump menarik AS dari perjanjian. Bukan hanya itu, Iran pun dijatuhi sanksi ekonomi, yang menyebabkan ekonomi negara tersebut terpuruk.
Tekanan dari AS membuat Iran ingin kembali melanjutkan program nuklirnya. Eropa pun berupaya untuk menyelamatkan perjanjian tersebut.
Namun, Iran mengajukan syarat khusus pada Eropa. Iran menagih dana sebesar US$ 15 miliar, sebagai mana dijanjikan Prancis.
Prancis memang sempat mengusulkan pemberian kredit sebesar US$ 15 miliar hingga akhir 2019 jika Teheran mau kembali mematuhi perjanjian nuklir tahun 2015. Pemberian dana ini diberikan dengan skema pembelian minyak Iran.
Sayangnya langkah itu juga tergantung pada persetujuan AS. Karena tak kunjung terealisasi, Iran sempat menyalahkan Eropa atas keterpurukan perjanjian nuklir tersebut.
Awal Januari 2020 lalu, Iran akhirnya mengumumkan tidak akan lagi membatasi riset soal urainiumnya. "(Pengembangan) nuklir Iran di semua lini, kini tidak lagi dibatasi," tulis AFP mengutip pernyataan pejabat pemerintah Iran.
(sef/sef) Next Article Iran Bersedia Sepakat Nuklir, Tapi Minta US$ 15 Miliar Dulu
Most Popular